Dua Calon Doktor Indonesia di Amerika Serikat Bahas Riset Ekonomi Lingkungan dan Tren Pendapatan 27 November 2021 ← Back
Washington D.C., 26 November 2021 --- Dua mahasiswa Indonesia yang sedang menyelesaikan pendidikan di bidang ekonomi di Amerika Serikat berkesempatan memaparkan riset terbaru mereka pada Webinar Bianka (Bincang Karya) ke-19.
Simon P. Hutabarat, kandidat doktor dari College of Liberal Arts, Economic Department, Colorado State University berkesempatan membagikan materi mengenai ekonomi lingkungan yang merupakan cabang ekonomi makro. Secara spesifik, ia mengangkat diskusi mengenai penggunaan energi bersih. Menurut Simon, banyak insinyur, fisikawan, ahli biologi atau ahli statistik yang tertarik menggunakan ilmu ekonomi untuk menganalisis atau menguantifikasi ilmu-ilmu lainnya di luar ekonomi. “Sehingga, cabang ilmu ini sangat bermanfaat,” terang Simon pada Selasa, (16/11).
Simon, penerima beasiswa LPDP Program Doktoral, memaparkan bagaimana perjalanan Amerika Serikat dan Indonesia dalam usaha menciptakan energi bersih.
“Di Amerika sendiri, ada program Presiden Biden yang bernama Green New Deal: Build, Back, Better. Ada beberapa kerangka kerja dalam program ini, yakni: bebas karbon di tahun 2035, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi biaya energi, pengurangan emisi karbondioksida sektor kehutanan dan pertanian, serta adanya inovasi teknologi untuk mencapai bebas emisi karbon,” jelas Simon.
Indonesia, dijelaskan Simon, memiliki beberapa kerangka kerja yang ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya bebas emisi yang dimulai dengan penerbitan kepres tentang energi terbarukan. “Langkah tersebut diikuti dengan adanya penggunaan kompor listrik, adanya smart grid dan smart meter, stop impor LPG, pemberian akses gas, adanya mobil listrik dan lain sebagainya,” tambah Simon.
Simon, saat ini, tengah menyelesaikan risetnya tentang energi bersih yang mempertimbangkan dampak subsidi pemerintah terkait investasi bidang pembangkit tenaga surya. “Saya menggunakan metodologi bagaimana memodelkan energy demand, bagaimana fossil fuel beralih ke energi terbarukan, dengan menggunakan salah satu metode investasi,” tutur Simon.
Dirinya menegaskan, “Sekali menggunakan energi terbarukan, maka kita tidak dapat kembali ke bahan bakar fosil. Karena bila tidak dapat dikembalikan, maknanya adalah investasi tersebut akan hangus, padahal investasi bertujuan untuk menciptakan hasil.”
“Implikasi kebijakan yang saya harapkan adalah bagaimana peningkatan subsidi pemerintah bisa mengurangi harga investasi energi terbarukan,” terang Simon yang juga mengabdi sebagai Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.
Allen Hardhiman, Penerima Beasiswa Program Doktor dari University of Illinois at Urbana-Champaign, menampilkan riset yang dilakukan bersama dengan dua orang mahasiswa lain dan pembimbingnya. “Riset saya berfokus pada bagaimana tren pendapatan di pasar tenaga kerja antara seorang ayah dan seorang ibu, ketika ibu tersebut hamil dan mempunyai anak,” jelas Allen.
Dituturkan Allen, di Amerika Serikat sendiri masih ada ketimpangan pendapatan antara Ibu yang sudah menikah dan mempunyai anak dengan pendapatan Ayah. “Padahal, justru ketika sudah punya anak, pengeluaran kaum ibu justru lebih banyak dari sebelumnya,” terang Allen.
Hasil riset Allen menunjukkan bahwa di negara-negara maju (yang disebut juga core countries), ada perbedaan employment rate (tingkat serapan tenaga kerja) antara ayah dan ibu setelah anak lahir. Sementara di negara-negara yang sedang mengejar kemajuan (catch-up countries), kesenjangan tersebut terlihat lebih signifikan. “Artinya, kebanyakan dari ibu di negara tersebut berhenti kerja setelah anak lahir,” imbuh Allen.
Allen menegaskan, dengan kata lain, hasil risetnya menunjukkan bahwa di negara-negara yang berada di Benua Eropa, rata-rata ada perbedaan tingkat penyerapan tenaga kerja antara ayah dan ibu setelah anak lahir. “Kebanyakan dari ibu berhenti bekerja setelah anak lahir. Namun, terdapat heterogenitas dalam penurunan employment rate terhadap ibu yang tergantung dari kelompok negara,” jelas Allen.
Daftar negara yang masuk ke dalam kategori core-countries (negara-negara yang memiliki GDP tinggi per kapita dan tingkat pengangguran rendah) adalah: Jerman, Prancis, Austria, Belgia, Swedia, Italia dan Belanda. Sedangkan, negara yang masuk dalam kategori catch-up countries (tingkat upah dan rendah GDP per kapita rendah) adalah: Hungaria, Estonia, Lithuania, dan Ceko.
Dari segi penalti, kandidat doctor dari College of Liberal Arts and Sciences, University of Illinois, Urbana Champaign (UIUC) ini menuturkan, core countries menunjukkan kompensasi yang tinggi yakni lebih dari 100% sementara di catch-up countries menunjukkan angka 70%. “Dilihat dari lamanya cuti hamil, core countries memberikan waktu cuti hamil yang lebih panjang dibanding catch-up countries,” terang Allen.
Ditambahkan Allen, “Jadi kita menemukan kalau ada penalti pekerjaan yang besar untuk seorang ibu. Paling besar adalah di negara Eropa yang termasuk dalam catch-up countries. Penalti ini lebih kecil dengan kompensasi murah hati. Jadi, cuti hamil memberikan kompensasi gaji yang besar tapi penalti ini lebih besar untuk cuti hamil yang lama. Dan seperti yang tadi saya bilang tidak ada efek terhadap jam bekerja, conditional working. Dan tidak ada penurunan pendapatan ibu karena diganti dengan pendapatan dari benefit,” tambah Allen.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Washington, D.C., Popy Rufaidah, menyadari bahwa Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia muda yang unggul dan menjanjikan. Untuk itu, dirinya antusias memfasilitasi kegiatan webinar dalam rangka mendorong generasi muda mendapatkan kesempatan melanjutkan studi keluar negeri, khususnya ke Amerika Serikat perlu didukung.
“Seminar ini merupakan salah satu media untuk meningkatkan preferensi mahasiswa Indonesia untuk belajar di Amerika Serikat dengan beasiswa, khususnya di bidang ekonomi, dan ini terbuka untuk semua kalangan,” ujar Atdikbud Popy pada kesempatan yang sama.
Komitmen ini disambut baik oleh LPDP dengan terus menyediakan beasiswa bagi para generasi muda Indonesia. Khususnya di bidang ekonomi. “Selama masa pandemi, kami tetap berkomitmen untuk memberikan program beasiswa pada tahun 2021. Dengan segala kerja keras dari tim beasiswa, kami menyederhanakan proses seleksi beasiswa ini dengan melaksanakan seleksi dring substansi akademik serta wawancara,” terang Muhammad Oriza, Direktur Investasi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Selain itu, Oriza juga memastikan pihaknya telah menerapkan kebijakan luar biasa dalam menanggapi pandemi, seperti penundaan keberangkatan untuk siswa dengan tujuan negara dengan kebijakan lockdown serta memberikan kesempatan untuk memperpanjang masa studi dan masa tinggal kepada mereka yang berada di luar negeri.
Pada kesempatan terpisah, Ketua MRPTNI, Jamal Wiwoho, menyatakan dukungan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendorong generasi muda Indonesia melanjutkan studi pada perguruan bereputasi di Amerika Serikat sebagai bagian dari benchmarking pola pendidikan dan penelitian yang dilakukan mahasiswa tingkat master dan doktor.
Beasiswa Program Doktor dari Universitas Bergengsi di Amerika Serikat
Untuk memberikan informasi yang komprehensif, diundang pula para perwakilan dari universitas terkemuka di Amerika. George Deltas, perwakilan dari University of Illinois-Urbana Champaign dan Daniel Tavani dari Colorado State University hadir untuk memaparkan program yang tawarkan dan berbagai kerja sama riset yang dapat dijalin.
George Deltas, Department Head, Department of Economics, University of Illinois, Urbana Champaign (UIUC), mengungkapkan bahwa Program Bachelor Of Science in Econometrics And Qualitative Economics dan Program Bachelor of Science in Computer Science and Economics merupakan dua program yang unik dan tergolong baru.
“Di program doktor, ada program Ph.D. track dalam Master’s program di mana mahasiswa yang terkualifikasi dapat menjalani dua tahun masa studi di program master dan langsung melanjutkan ke tahun kedua di program Ph.D,” jelas George yang juga mengatakan jika program doktor di kampusnya sangat kuat untuk bidang makro ekonomi empiris, mikro ekonomi, pengembangan organisasi buruh, ekonometrik, dan makroekonomi.
University of Illinois juga menyediakan dua jenis beasiswa bagi mahasiswanya yakni beasiswa bagi mahasiswa doktor untuk tahun pertama dan Summer Rewards bagi mereka yang mencapai kualifikasi akademik tertentu.
“Kami memberikan sekitar 12 sampai 14, Summer Rewards, tetapi ini adalah untuk siswa yang memiliki prestasi tertentu, mereka sangat menjanjikan. Dan itu kompetitif bagi semua orang yang ada di program Ph. D., bukan hanya tahun pertama, tapi semua orang yang ada di PhD,” jelas Deltas.
Sementara Daniel Tavani, Director of Graduate Studies, Department of Economics, Colorado State University, banyak memaparkan mengenai program yang universitasnya tawarkan dan topik riset yang dilakukan dirinya dan koleganya. Bukan hanya itu, dirinya juga memaparkan beberapa riset yang dikerjakan oleh mahasiswa Indonesia. Ia juga menginformasikan tentang beasiswa yang bisa didapatkan.
“Setiap tahun, kami memiliki sekitar tujuh posisi yang didanai. Dan ini terkait dengan asisten pengajar. Jadi siswa yang didanai pada dasarnya menjadi asisten pengajar di mata kuliah wajib selama tiga tahun pertama dan kemudian menjadi instruktur untuk negara mereka, biasanya, dua tahun lagi, kadang-kadang tiga tahun lagi,” tutur Tavani.
Terkait dengan kerja sama, dirinya mengatakan bahwa kampusnya terbuka terhadap kerja sama riset beragam topik di departemennya yang meliputi enam bidang di environmental regional development, khususnya di bidang perkembangan ekonomi, sumber daya alam, kebijakan perpajakan, dan pendidikan di negara berkembang.
Terkait dengan kolaborasi riset, Daniel Tavani dan George Deltas sepakat bahwa tidak ada proses yang terpusat. Mereka sepakat mengatakan, “Siapa pun yang ingin berkolaborasi riset bisa langsung menghubungi profesor yang mempunyai bidang keahlian yang sama atau dapat melalui fakultas masing-masing dan proses selanjutnya akan dilanjutkan oleh pihak jurusan.”
Sebagai informasi, rekaman siaran langsung Bianka Seri-19 dapat diakses di laman resmi Facebook Atdikbud USA dengan tautan https://bit.ly/fb-watch-bianka19. Webinar Bianka terselenggara atas kerjasama KBRI Washington, D.C., LPDP, serta Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI).*** (Atdikbud Washington D.C./ Lydia Agustina/ Seno Hartono).
Sumber :
Simon P. Hutabarat, kandidat doktor dari College of Liberal Arts, Economic Department, Colorado State University berkesempatan membagikan materi mengenai ekonomi lingkungan yang merupakan cabang ekonomi makro. Secara spesifik, ia mengangkat diskusi mengenai penggunaan energi bersih. Menurut Simon, banyak insinyur, fisikawan, ahli biologi atau ahli statistik yang tertarik menggunakan ilmu ekonomi untuk menganalisis atau menguantifikasi ilmu-ilmu lainnya di luar ekonomi. “Sehingga, cabang ilmu ini sangat bermanfaat,” terang Simon pada Selasa, (16/11).
Simon, penerima beasiswa LPDP Program Doktoral, memaparkan bagaimana perjalanan Amerika Serikat dan Indonesia dalam usaha menciptakan energi bersih.
“Di Amerika sendiri, ada program Presiden Biden yang bernama Green New Deal: Build, Back, Better. Ada beberapa kerangka kerja dalam program ini, yakni: bebas karbon di tahun 2035, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi biaya energi, pengurangan emisi karbondioksida sektor kehutanan dan pertanian, serta adanya inovasi teknologi untuk mencapai bebas emisi karbon,” jelas Simon.
Indonesia, dijelaskan Simon, memiliki beberapa kerangka kerja yang ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya bebas emisi yang dimulai dengan penerbitan kepres tentang energi terbarukan. “Langkah tersebut diikuti dengan adanya penggunaan kompor listrik, adanya smart grid dan smart meter, stop impor LPG, pemberian akses gas, adanya mobil listrik dan lain sebagainya,” tambah Simon.
Simon, saat ini, tengah menyelesaikan risetnya tentang energi bersih yang mempertimbangkan dampak subsidi pemerintah terkait investasi bidang pembangkit tenaga surya. “Saya menggunakan metodologi bagaimana memodelkan energy demand, bagaimana fossil fuel beralih ke energi terbarukan, dengan menggunakan salah satu metode investasi,” tutur Simon.
Dirinya menegaskan, “Sekali menggunakan energi terbarukan, maka kita tidak dapat kembali ke bahan bakar fosil. Karena bila tidak dapat dikembalikan, maknanya adalah investasi tersebut akan hangus, padahal investasi bertujuan untuk menciptakan hasil.”
“Implikasi kebijakan yang saya harapkan adalah bagaimana peningkatan subsidi pemerintah bisa mengurangi harga investasi energi terbarukan,” terang Simon yang juga mengabdi sebagai Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.
Allen Hardhiman, Penerima Beasiswa Program Doktor dari University of Illinois at Urbana-Champaign, menampilkan riset yang dilakukan bersama dengan dua orang mahasiswa lain dan pembimbingnya. “Riset saya berfokus pada bagaimana tren pendapatan di pasar tenaga kerja antara seorang ayah dan seorang ibu, ketika ibu tersebut hamil dan mempunyai anak,” jelas Allen.
Dituturkan Allen, di Amerika Serikat sendiri masih ada ketimpangan pendapatan antara Ibu yang sudah menikah dan mempunyai anak dengan pendapatan Ayah. “Padahal, justru ketika sudah punya anak, pengeluaran kaum ibu justru lebih banyak dari sebelumnya,” terang Allen.
Hasil riset Allen menunjukkan bahwa di negara-negara maju (yang disebut juga core countries), ada perbedaan employment rate (tingkat serapan tenaga kerja) antara ayah dan ibu setelah anak lahir. Sementara di negara-negara yang sedang mengejar kemajuan (catch-up countries), kesenjangan tersebut terlihat lebih signifikan. “Artinya, kebanyakan dari ibu di negara tersebut berhenti kerja setelah anak lahir,” imbuh Allen.
Allen menegaskan, dengan kata lain, hasil risetnya menunjukkan bahwa di negara-negara yang berada di Benua Eropa, rata-rata ada perbedaan tingkat penyerapan tenaga kerja antara ayah dan ibu setelah anak lahir. “Kebanyakan dari ibu berhenti bekerja setelah anak lahir. Namun, terdapat heterogenitas dalam penurunan employment rate terhadap ibu yang tergantung dari kelompok negara,” jelas Allen.
Daftar negara yang masuk ke dalam kategori core-countries (negara-negara yang memiliki GDP tinggi per kapita dan tingkat pengangguran rendah) adalah: Jerman, Prancis, Austria, Belgia, Swedia, Italia dan Belanda. Sedangkan, negara yang masuk dalam kategori catch-up countries (tingkat upah dan rendah GDP per kapita rendah) adalah: Hungaria, Estonia, Lithuania, dan Ceko.
Dari segi penalti, kandidat doctor dari College of Liberal Arts and Sciences, University of Illinois, Urbana Champaign (UIUC) ini menuturkan, core countries menunjukkan kompensasi yang tinggi yakni lebih dari 100% sementara di catch-up countries menunjukkan angka 70%. “Dilihat dari lamanya cuti hamil, core countries memberikan waktu cuti hamil yang lebih panjang dibanding catch-up countries,” terang Allen.
Ditambahkan Allen, “Jadi kita menemukan kalau ada penalti pekerjaan yang besar untuk seorang ibu. Paling besar adalah di negara Eropa yang termasuk dalam catch-up countries. Penalti ini lebih kecil dengan kompensasi murah hati. Jadi, cuti hamil memberikan kompensasi gaji yang besar tapi penalti ini lebih besar untuk cuti hamil yang lama. Dan seperti yang tadi saya bilang tidak ada efek terhadap jam bekerja, conditional working. Dan tidak ada penurunan pendapatan ibu karena diganti dengan pendapatan dari benefit,” tambah Allen.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Washington, D.C., Popy Rufaidah, menyadari bahwa Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia muda yang unggul dan menjanjikan. Untuk itu, dirinya antusias memfasilitasi kegiatan webinar dalam rangka mendorong generasi muda mendapatkan kesempatan melanjutkan studi keluar negeri, khususnya ke Amerika Serikat perlu didukung.
“Seminar ini merupakan salah satu media untuk meningkatkan preferensi mahasiswa Indonesia untuk belajar di Amerika Serikat dengan beasiswa, khususnya di bidang ekonomi, dan ini terbuka untuk semua kalangan,” ujar Atdikbud Popy pada kesempatan yang sama.
Komitmen ini disambut baik oleh LPDP dengan terus menyediakan beasiswa bagi para generasi muda Indonesia. Khususnya di bidang ekonomi. “Selama masa pandemi, kami tetap berkomitmen untuk memberikan program beasiswa pada tahun 2021. Dengan segala kerja keras dari tim beasiswa, kami menyederhanakan proses seleksi beasiswa ini dengan melaksanakan seleksi dring substansi akademik serta wawancara,” terang Muhammad Oriza, Direktur Investasi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Selain itu, Oriza juga memastikan pihaknya telah menerapkan kebijakan luar biasa dalam menanggapi pandemi, seperti penundaan keberangkatan untuk siswa dengan tujuan negara dengan kebijakan lockdown serta memberikan kesempatan untuk memperpanjang masa studi dan masa tinggal kepada mereka yang berada di luar negeri.
Pada kesempatan terpisah, Ketua MRPTNI, Jamal Wiwoho, menyatakan dukungan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendorong generasi muda Indonesia melanjutkan studi pada perguruan bereputasi di Amerika Serikat sebagai bagian dari benchmarking pola pendidikan dan penelitian yang dilakukan mahasiswa tingkat master dan doktor.
Beasiswa Program Doktor dari Universitas Bergengsi di Amerika Serikat
Untuk memberikan informasi yang komprehensif, diundang pula para perwakilan dari universitas terkemuka di Amerika. George Deltas, perwakilan dari University of Illinois-Urbana Champaign dan Daniel Tavani dari Colorado State University hadir untuk memaparkan program yang tawarkan dan berbagai kerja sama riset yang dapat dijalin.
George Deltas, Department Head, Department of Economics, University of Illinois, Urbana Champaign (UIUC), mengungkapkan bahwa Program Bachelor Of Science in Econometrics And Qualitative Economics dan Program Bachelor of Science in Computer Science and Economics merupakan dua program yang unik dan tergolong baru.
“Di program doktor, ada program Ph.D. track dalam Master’s program di mana mahasiswa yang terkualifikasi dapat menjalani dua tahun masa studi di program master dan langsung melanjutkan ke tahun kedua di program Ph.D,” jelas George yang juga mengatakan jika program doktor di kampusnya sangat kuat untuk bidang makro ekonomi empiris, mikro ekonomi, pengembangan organisasi buruh, ekonometrik, dan makroekonomi.
University of Illinois juga menyediakan dua jenis beasiswa bagi mahasiswanya yakni beasiswa bagi mahasiswa doktor untuk tahun pertama dan Summer Rewards bagi mereka yang mencapai kualifikasi akademik tertentu.
“Kami memberikan sekitar 12 sampai 14, Summer Rewards, tetapi ini adalah untuk siswa yang memiliki prestasi tertentu, mereka sangat menjanjikan. Dan itu kompetitif bagi semua orang yang ada di program Ph. D., bukan hanya tahun pertama, tapi semua orang yang ada di PhD,” jelas Deltas.
Sementara Daniel Tavani, Director of Graduate Studies, Department of Economics, Colorado State University, banyak memaparkan mengenai program yang universitasnya tawarkan dan topik riset yang dilakukan dirinya dan koleganya. Bukan hanya itu, dirinya juga memaparkan beberapa riset yang dikerjakan oleh mahasiswa Indonesia. Ia juga menginformasikan tentang beasiswa yang bisa didapatkan.
“Setiap tahun, kami memiliki sekitar tujuh posisi yang didanai. Dan ini terkait dengan asisten pengajar. Jadi siswa yang didanai pada dasarnya menjadi asisten pengajar di mata kuliah wajib selama tiga tahun pertama dan kemudian menjadi instruktur untuk negara mereka, biasanya, dua tahun lagi, kadang-kadang tiga tahun lagi,” tutur Tavani.
Terkait dengan kerja sama, dirinya mengatakan bahwa kampusnya terbuka terhadap kerja sama riset beragam topik di departemennya yang meliputi enam bidang di environmental regional development, khususnya di bidang perkembangan ekonomi, sumber daya alam, kebijakan perpajakan, dan pendidikan di negara berkembang.
Terkait dengan kolaborasi riset, Daniel Tavani dan George Deltas sepakat bahwa tidak ada proses yang terpusat. Mereka sepakat mengatakan, “Siapa pun yang ingin berkolaborasi riset bisa langsung menghubungi profesor yang mempunyai bidang keahlian yang sama atau dapat melalui fakultas masing-masing dan proses selanjutnya akan dilanjutkan oleh pihak jurusan.”
Sebagai informasi, rekaman siaran langsung Bianka Seri-19 dapat diakses di laman resmi Facebook Atdikbud USA dengan tautan https://bit.ly/fb-watch-bianka19. Webinar Bianka terselenggara atas kerjasama KBRI Washington, D.C., LPDP, serta Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI).*** (Atdikbud Washington D.C./ Lydia Agustina/ Seno Hartono).
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3985 kali
Editor :
Dilihat 3985 kali