PAUD yang Menyenangkan Indikator PAUD Berkualitas 05 November 2021 ← Back
Jakarta, 4 November 2021 --- Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi tema besar pada Hari Inspirasi yang digagas oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era - Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM). Pertanyaan tentang bagaimana sebuah institusi PAUD dapat disebut berkualitas, muncul dan dijawab dengan gamblang oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim.
Mendikbudristek menjelaskan bahwa dari semua riset yang pernah dilakukan terkait PAUD, terlihat jelas bahwa ada korelasi yang sangat besar antara kualitas PAUD dan kualitas hasil pembelajaran peserta didik. Peserta didik yang mendapatkan pendidikan di usia dini, dapat mengakselerasi perkembangan pengetahuan dengan lebih cepat. Lalu bagaimana mengetahui bahwa PAUD dapat disebut berkualitas, Menteri Nadiem mengajak para orang tua untuk bertanya langsung kepada anak-anak.
“Tes paling gampang dan sederhana, tanya saja anak-anaknya mau tidak pergi ke PAUD? Kalau dia semangat, berarti PAUD itu bagus. Karena yang paling penting di PAUD itu adalah menyenangkan,” tuturnya saat menjadi narasumber dalam bincang bersama Najelaa Shihab, Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka, dan Ratna Megawangi, Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, Kamis (4/11).
Menteri Nadiem menuturkan, selain harus menyenangkan, kualitas PAUD dapat dilihat dari relevansi preparasi peserta didik ke depan. Tidak terbatas pada kegiatan membaca, menulis, dan berhitung (calistung), kata dia, tapi bagaimana pendidik dapat menjadi jagoan kontekstual, yaitu menjelaskan segala hal dalam konteks kehidupan dan permainan anak. Ia menyebut, setiap daerah di Indonesia memiliki cara yang berbeda mendidik anak usia dini, terutama dalam bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.
“Di daerah tertentu mungkin yang dominan adalah bahasa daerahnya, atau bisa juga percampuran antara Bahasa Indonesia dan daerah. Saya melihat guru-guru PAUD yang terbaik itu selalu bolak balik menggunakan dua bahasa untuk bisa meningkatkan relevansi kontekstual kepada anak,” ujarnya.
Tidak kalah penting, Mendikbudristek mengatakan bahwa inti dari kurikulum PAUD adalah bermain. Semua kegiatan, disusun dalam simulasi permainan, karena menurut dia, evolusi manusia dalam belajar adalah dengan bermain. “Kalau permainan bukan menjadi core dari kurikulum PAUD, anak tidak akan mencapai potensi optimal pembelajaran, karena kegiatan belajar dianggap tidak menyenangkan. Motivasi itu kunci. Kalau mereka tidak termotivasi, itu sama saja bohong. Mereka tidak belajar dalam situasi itu,” jelasnya.
Setuju dengan pernyataan Mendikbudristek, Najelaa Shihab mengemukakan bahwa di masa pandemi ini kehilangan pembelajaran bagi anak-anak usia dini dampaknya sangat besar. Selama pandemi, tutur perempuan yang akrab disapa Ela ini, anak-anak kehilangan kesempatan interaksi dan bersosialisasi. Karena belajar jarak jauh di rumah masing-masing, umumnya hanya melibatkan anak dan ibu.
“Tidak ada guru yang membagi perhatian kepada beberapa anak sekaligus, tidak ada kesempatan untuk berbagi mainan, tidak ada kesempatan untuk melatih negosiasi atau mengatasi konflik. Kalaupun ada saudara, itu konflik yang sudah biasa dialami sehari-hari, berbeda dengan - kalau misalnya - dalam setting berbeda,” kata Elaa.
Berbicara tentang penggunaan teknologi pembelajaran, Elaa mengatakan, fenomena ini juga terjadi di jenjang PAUD dan sangat mungkin diaplikasikan serta dikombinasikan dengan pertemuan tatap muka. Elaa optimistis bahwa Pertemuan Tatap Muka (PTM) Terbatas bisa tetap mencapai kualitas yang baik selama proses pembelajaran jarak jauh juga dikelola dengan baik. Kombinasi tersebut, kata dia, bisa jadi solusi untuk banyak orang tua, terutama terkait keraguan bagaimana nanti jika anak-anak kembali ke sekolah durasi dan frekuensinya sama seperti semula atau tidak.
Dalam kesempatan ini pula, Ratna Megawangi menyampaikan kekhawatirannya terkait fakta bahwa baru 40 persen PAUD yang saat ini melakukan PTM Terbatas. Usia emas seorang anak, kata Ratna, adalah masa yang paling baik untuk menanamkan kebiasaan positif yang berhubungan dengan karakter, menanamkan kebiasaan yang baik, dan mengajarkan mereka untuk mengontrol emosi. Opportunity-nya hanya sampai usia 7 tahun dan oleh karenanya Ratna sangat setuju jika PAUD segera dibuka di seluruh wilayah Indonesia.
“Memang banyak sekali kendala ketika belajar di rumah yang misalnya disebabkan karena belajar di rumah tidak ada struktur yang jelas, tidak sistematis. Kalau di PAUD, apalagi PAUD berkualitas itu sudah jelas bahwa ada kurikulumnya terstruktur, jadi pembiasaan-pembiasaan berbuat baik, juga kebersihan, bagaimana mencuci tangan, bagaimana membersihkan mainan secara bersama, tanggung jawab, bagaimana berkata santun kepada teman, bagaimana saling memaafkan. Itu semua hanya bisa didapatkan mungkin di sekolah,” jelas Ratna.
Tidak hanya sampai di sana, kekhawatiran Ratna berujung pada generation loss, apabila kebiasaan baik tersebut tidak tertanam dengan baik secara struktur dan sistematis. Ratna menyebut, dengan belajar di sekolah, biasanya sudah tersedia buku-buku cerita yang bisa memberi inspirasi, membuat imajinasi anak berkembang. Di sekolah pula, kata dia, ada permainan-permainan dan interaksi dengan teman yang sangat penting untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas yang mungkin sulit didapatkan di rumah.
Kekhawatiran terhadap kehilangan pembelajaran hingga generation loss inilah yang mendorong Kemendikbudristek menyalakan alarm dan mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan, utamanya kepala daerah, untuk segera melakukan PTM terbatas. Menurut Menteri Nadiem, risiko kehilangan generasi unggul jauh lebih mengancam daripada risiko terpapar Covid-19, yang tentunya telah dimitigasi dengan sangat matang.
“Jadi kita tarik ke depan, kita akan hidup dengan virus ini. Sekarang pertanyaannya adalah siapa sektor yang akan dikorbankan paling besar dari semua sektor ini. Anak kita sekarang adalah sektor yang paling dikorbankan oleh pendidikan saat ini, dan dampaknya itu permanen. Untuk itu saya memohon kepada kepala daerah untuk mendorong pembukaan PTM terbatas, karena sekolahnya sudah mau buka, dan orang tua juga sudah ingin sekolah dibuka,” pungkasnya.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 676/sipres/A6/XI/2021
Mendikbudristek menjelaskan bahwa dari semua riset yang pernah dilakukan terkait PAUD, terlihat jelas bahwa ada korelasi yang sangat besar antara kualitas PAUD dan kualitas hasil pembelajaran peserta didik. Peserta didik yang mendapatkan pendidikan di usia dini, dapat mengakselerasi perkembangan pengetahuan dengan lebih cepat. Lalu bagaimana mengetahui bahwa PAUD dapat disebut berkualitas, Menteri Nadiem mengajak para orang tua untuk bertanya langsung kepada anak-anak.
“Tes paling gampang dan sederhana, tanya saja anak-anaknya mau tidak pergi ke PAUD? Kalau dia semangat, berarti PAUD itu bagus. Karena yang paling penting di PAUD itu adalah menyenangkan,” tuturnya saat menjadi narasumber dalam bincang bersama Najelaa Shihab, Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka, dan Ratna Megawangi, Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, Kamis (4/11).
Menteri Nadiem menuturkan, selain harus menyenangkan, kualitas PAUD dapat dilihat dari relevansi preparasi peserta didik ke depan. Tidak terbatas pada kegiatan membaca, menulis, dan berhitung (calistung), kata dia, tapi bagaimana pendidik dapat menjadi jagoan kontekstual, yaitu menjelaskan segala hal dalam konteks kehidupan dan permainan anak. Ia menyebut, setiap daerah di Indonesia memiliki cara yang berbeda mendidik anak usia dini, terutama dalam bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.
“Di daerah tertentu mungkin yang dominan adalah bahasa daerahnya, atau bisa juga percampuran antara Bahasa Indonesia dan daerah. Saya melihat guru-guru PAUD yang terbaik itu selalu bolak balik menggunakan dua bahasa untuk bisa meningkatkan relevansi kontekstual kepada anak,” ujarnya.
Tidak kalah penting, Mendikbudristek mengatakan bahwa inti dari kurikulum PAUD adalah bermain. Semua kegiatan, disusun dalam simulasi permainan, karena menurut dia, evolusi manusia dalam belajar adalah dengan bermain. “Kalau permainan bukan menjadi core dari kurikulum PAUD, anak tidak akan mencapai potensi optimal pembelajaran, karena kegiatan belajar dianggap tidak menyenangkan. Motivasi itu kunci. Kalau mereka tidak termotivasi, itu sama saja bohong. Mereka tidak belajar dalam situasi itu,” jelasnya.
Setuju dengan pernyataan Mendikbudristek, Najelaa Shihab mengemukakan bahwa di masa pandemi ini kehilangan pembelajaran bagi anak-anak usia dini dampaknya sangat besar. Selama pandemi, tutur perempuan yang akrab disapa Ela ini, anak-anak kehilangan kesempatan interaksi dan bersosialisasi. Karena belajar jarak jauh di rumah masing-masing, umumnya hanya melibatkan anak dan ibu.
“Tidak ada guru yang membagi perhatian kepada beberapa anak sekaligus, tidak ada kesempatan untuk berbagi mainan, tidak ada kesempatan untuk melatih negosiasi atau mengatasi konflik. Kalaupun ada saudara, itu konflik yang sudah biasa dialami sehari-hari, berbeda dengan - kalau misalnya - dalam setting berbeda,” kata Elaa.
Berbicara tentang penggunaan teknologi pembelajaran, Elaa mengatakan, fenomena ini juga terjadi di jenjang PAUD dan sangat mungkin diaplikasikan serta dikombinasikan dengan pertemuan tatap muka. Elaa optimistis bahwa Pertemuan Tatap Muka (PTM) Terbatas bisa tetap mencapai kualitas yang baik selama proses pembelajaran jarak jauh juga dikelola dengan baik. Kombinasi tersebut, kata dia, bisa jadi solusi untuk banyak orang tua, terutama terkait keraguan bagaimana nanti jika anak-anak kembali ke sekolah durasi dan frekuensinya sama seperti semula atau tidak.
Dalam kesempatan ini pula, Ratna Megawangi menyampaikan kekhawatirannya terkait fakta bahwa baru 40 persen PAUD yang saat ini melakukan PTM Terbatas. Usia emas seorang anak, kata Ratna, adalah masa yang paling baik untuk menanamkan kebiasaan positif yang berhubungan dengan karakter, menanamkan kebiasaan yang baik, dan mengajarkan mereka untuk mengontrol emosi. Opportunity-nya hanya sampai usia 7 tahun dan oleh karenanya Ratna sangat setuju jika PAUD segera dibuka di seluruh wilayah Indonesia.
“Memang banyak sekali kendala ketika belajar di rumah yang misalnya disebabkan karena belajar di rumah tidak ada struktur yang jelas, tidak sistematis. Kalau di PAUD, apalagi PAUD berkualitas itu sudah jelas bahwa ada kurikulumnya terstruktur, jadi pembiasaan-pembiasaan berbuat baik, juga kebersihan, bagaimana mencuci tangan, bagaimana membersihkan mainan secara bersama, tanggung jawab, bagaimana berkata santun kepada teman, bagaimana saling memaafkan. Itu semua hanya bisa didapatkan mungkin di sekolah,” jelas Ratna.
Tidak hanya sampai di sana, kekhawatiran Ratna berujung pada generation loss, apabila kebiasaan baik tersebut tidak tertanam dengan baik secara struktur dan sistematis. Ratna menyebut, dengan belajar di sekolah, biasanya sudah tersedia buku-buku cerita yang bisa memberi inspirasi, membuat imajinasi anak berkembang. Di sekolah pula, kata dia, ada permainan-permainan dan interaksi dengan teman yang sangat penting untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas yang mungkin sulit didapatkan di rumah.
Kekhawatiran terhadap kehilangan pembelajaran hingga generation loss inilah yang mendorong Kemendikbudristek menyalakan alarm dan mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan, utamanya kepala daerah, untuk segera melakukan PTM terbatas. Menurut Menteri Nadiem, risiko kehilangan generasi unggul jauh lebih mengancam daripada risiko terpapar Covid-19, yang tentunya telah dimitigasi dengan sangat matang.
“Jadi kita tarik ke depan, kita akan hidup dengan virus ini. Sekarang pertanyaannya adalah siapa sektor yang akan dikorbankan paling besar dari semua sektor ini. Anak kita sekarang adalah sektor yang paling dikorbankan oleh pendidikan saat ini, dan dampaknya itu permanen. Untuk itu saya memohon kepada kepala daerah untuk mendorong pembukaan PTM terbatas, karena sekolahnya sudah mau buka, dan orang tua juga sudah ingin sekolah dibuka,” pungkasnya.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 676/sipres/A6/XI/2021
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2869 kali
Editor :
Dilihat 2869 kali