Kolaborasi Pendidikan dan Ketenagakerjaan, Kontribusi Terbaik Pulih dari Krisis Global 12 Februari 2022 ← Back
Jakarta, Kemendikbudristek --- Mendikbudristek menggelar acara bertajuk ‘Kick Off G20 on Education and Culture’ yang tayang melalui kanal YouTube Kemendikbud RI. Dengan mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger“, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menyampaikan bahwa momentum ini dinilai tepat untuk menunjukan karakter bangsa dalam hal kolaborasi antara sektor pendidikan dan ketenagakerjaan terkait pemulihan krisis global.
Sekertaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sesjen Kemenaker) sekaligus Chair Employment Working Group, Anwar Sanusi, mengimbau pihak terkait untuk memberikan kontribusi terbaik sesuai tema besar G20.
“Kita mengusung empat isu yang menurut saya bagian penting yang harus kita lakukan untuk mendukung tema besar tadi, isu yang terkait dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan (sustainable job creation to world changing world of work), kemudian isu yang terkait dengan inclusive labor market and affirmative decent job for person with disabilities, kemudian isu terkait human capability development for sustainable growth and productivity, dan juga isu yang terkait dengan adaptive and inclusive labor protection in the changing world of work,” urai Sesjen Kemenaker di Jakarta, Rabu (9/2).
Salah satu dari keempat tema besar tersebut adalah sustainable job creation. Hal ini tetap harus ada solusinya karena melihat jumlah angkatan kerja yang sangat besar. Menurut Anwar Sanusi, antara pendidikan dan ketenagakerjaan terdapat satu isu yang menjadi titik irisan yang sangat dekat dengan education working group yaitu “human capability development”.
“Saya dan Mas Wikan, kebetulan menangani hal yang sama di mana isu ini sangat komplementer tentang bagaimana kami bisa menciptakan SDM yang unggul. Hanya saja, konsep yang ingin kita tawarkan bahwa human capability development bukan hanya tanggung jawab pemerintah maupun perusahaan, tapi juga tanggung jawab masyarakat,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto, mengatakan untuk memastikan bonus demografi dapat menjelma menjadi kekuatan besar maka Indonesia harus memiliki sumber daya manusia (SDM) yang unggul, kompeten, serta sesuai dengan perubahan zaman.
Di sisi lain, mengedepankan sikap gotong royong untuk bertahan dan pulih dari kondisi pandemi ini juga tidak kalah penting. “Di mana memaksa kita untuk harus mengeluarkan the power of kepepet agar lebih kompak lagi. Filosofi gotong royong lebih bulat, ketika kita bersama-sama mengalami kesusahan dan tantangan,” katanya.
Sependapat, Sesjen Anwar mengatakan bahwa selain pandemi, bonus demografi dan era industri 4.0 menjadi tantangan tersendiri di bidang ketenagakerjaan.
“Isu pertama adalah bonus demografi. Tanpa ada pandemi setiap tahun pun dua juta lebih angkatan kerja baru masuk, didominasi usia millenial dan zillenial sebagian. Kedua, dengan adanya industri 4.0 di mana menciptakan sebuah pekerjaan masa depan (future of work) dari sisi pola yang membuat sisi cara bekerja sangat berbeda. Oleh karena itu, kita tentu harus berpikir kreatif dan inovatif melihat peluang yang bisa kita hasilkan,” ucapnya.
Anwar Sanusi optimistis, melalui konsep “community based vocational training” artinya vocational training yang berbasis komunitas yang melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK) maupun lembaga pendidikan keagamaan; bisa menjadi jawaban. Menyambung pernyataan itu, Wikan Sakarinto mengatakan bahwa kementerian dengan berbagai kebijakan terus mendorong gotong royong pengembangan kerja sama pendidikan vokasi di setiap jenjangnya.
Wikan mengungkapkan, meski di satu sisi Covid-19 menciptakan pelambatan ekonomi namun kebersamaan antarpemangku kepentingan dirasakan semakin kuat. “Sehingga rencana strategis yang kita terapkan itu tetap jalan, terutama dalam menerjemahkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di mana antara dunia pendidikan dan pengguna (user) bersama-sama memahami apa itu link and match yang sebenarnya,” imbuh dia.
Gotong royong antara berbagai pihak yang terlibat dalam MBKM mencakup kurikulum yang disusun bersama, memberi peluang kepada praktisi untuk mengajar, adanya pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), magang yang dirancang bersama pendidikan vokasi dan dunia kerja, guru yang dilatih rutin bersama oleh industri, hingga komitmen industri dalam penyerapan lulusan.
Dirjen Wikan optimistis dengan kolaborasi berbagai pihak untuk menyukseskan MBKM. Ia menyebut, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja maupun pihak lain untuk bersama-sama menghilirkan konsep link and match. Wikan menyadari butuh waktu bagi para pemangku kepentingan untuk memahami konsep MBKM. Namun, ketika paham dan merasakan dampaknya, kolaborasi yang terjalin telah menelurkan berbagai nota kesepakatan (MoU), intervensi industri terhadap kurikulum juga semakin banyak, serta kehadiran para praktisi terus bertambah.
“Ini semua menggambarkan kita sedang melakukan sesuatu yang mungkin ibarat anak panah kita mundur sedikit ke belakang tapi setelah dilepas akan lebih cepat. Nah, itu makna dari pulih bersama, pulih lebih kuat lagi,” tekan Dirjen Wikan.*** *(Nadia/Denty A./Aline R.)*
Sumber :
Sekertaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sesjen Kemenaker) sekaligus Chair Employment Working Group, Anwar Sanusi, mengimbau pihak terkait untuk memberikan kontribusi terbaik sesuai tema besar G20.
“Kita mengusung empat isu yang menurut saya bagian penting yang harus kita lakukan untuk mendukung tema besar tadi, isu yang terkait dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan (sustainable job creation to world changing world of work), kemudian isu yang terkait dengan inclusive labor market and affirmative decent job for person with disabilities, kemudian isu terkait human capability development for sustainable growth and productivity, dan juga isu yang terkait dengan adaptive and inclusive labor protection in the changing world of work,” urai Sesjen Kemenaker di Jakarta, Rabu (9/2).
Salah satu dari keempat tema besar tersebut adalah sustainable job creation. Hal ini tetap harus ada solusinya karena melihat jumlah angkatan kerja yang sangat besar. Menurut Anwar Sanusi, antara pendidikan dan ketenagakerjaan terdapat satu isu yang menjadi titik irisan yang sangat dekat dengan education working group yaitu “human capability development”.
“Saya dan Mas Wikan, kebetulan menangani hal yang sama di mana isu ini sangat komplementer tentang bagaimana kami bisa menciptakan SDM yang unggul. Hanya saja, konsep yang ingin kita tawarkan bahwa human capability development bukan hanya tanggung jawab pemerintah maupun perusahaan, tapi juga tanggung jawab masyarakat,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto, mengatakan untuk memastikan bonus demografi dapat menjelma menjadi kekuatan besar maka Indonesia harus memiliki sumber daya manusia (SDM) yang unggul, kompeten, serta sesuai dengan perubahan zaman.
Di sisi lain, mengedepankan sikap gotong royong untuk bertahan dan pulih dari kondisi pandemi ini juga tidak kalah penting. “Di mana memaksa kita untuk harus mengeluarkan the power of kepepet agar lebih kompak lagi. Filosofi gotong royong lebih bulat, ketika kita bersama-sama mengalami kesusahan dan tantangan,” katanya.
Sependapat, Sesjen Anwar mengatakan bahwa selain pandemi, bonus demografi dan era industri 4.0 menjadi tantangan tersendiri di bidang ketenagakerjaan.
“Isu pertama adalah bonus demografi. Tanpa ada pandemi setiap tahun pun dua juta lebih angkatan kerja baru masuk, didominasi usia millenial dan zillenial sebagian. Kedua, dengan adanya industri 4.0 di mana menciptakan sebuah pekerjaan masa depan (future of work) dari sisi pola yang membuat sisi cara bekerja sangat berbeda. Oleh karena itu, kita tentu harus berpikir kreatif dan inovatif melihat peluang yang bisa kita hasilkan,” ucapnya.
Anwar Sanusi optimistis, melalui konsep “community based vocational training” artinya vocational training yang berbasis komunitas yang melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK) maupun lembaga pendidikan keagamaan; bisa menjadi jawaban. Menyambung pernyataan itu, Wikan Sakarinto mengatakan bahwa kementerian dengan berbagai kebijakan terus mendorong gotong royong pengembangan kerja sama pendidikan vokasi di setiap jenjangnya.
Wikan mengungkapkan, meski di satu sisi Covid-19 menciptakan pelambatan ekonomi namun kebersamaan antarpemangku kepentingan dirasakan semakin kuat. “Sehingga rencana strategis yang kita terapkan itu tetap jalan, terutama dalam menerjemahkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di mana antara dunia pendidikan dan pengguna (user) bersama-sama memahami apa itu link and match yang sebenarnya,” imbuh dia.
Gotong royong antara berbagai pihak yang terlibat dalam MBKM mencakup kurikulum yang disusun bersama, memberi peluang kepada praktisi untuk mengajar, adanya pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), magang yang dirancang bersama pendidikan vokasi dan dunia kerja, guru yang dilatih rutin bersama oleh industri, hingga komitmen industri dalam penyerapan lulusan.
Dirjen Wikan optimistis dengan kolaborasi berbagai pihak untuk menyukseskan MBKM. Ia menyebut, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja maupun pihak lain untuk bersama-sama menghilirkan konsep link and match. Wikan menyadari butuh waktu bagi para pemangku kepentingan untuk memahami konsep MBKM. Namun, ketika paham dan merasakan dampaknya, kolaborasi yang terjalin telah menelurkan berbagai nota kesepakatan (MoU), intervensi industri terhadap kurikulum juga semakin banyak, serta kehadiran para praktisi terus bertambah.
“Ini semua menggambarkan kita sedang melakukan sesuatu yang mungkin ibarat anak panah kita mundur sedikit ke belakang tapi setelah dilepas akan lebih cepat. Nah, itu makna dari pulih bersama, pulih lebih kuat lagi,” tekan Dirjen Wikan.*** *(Nadia/Denty A./Aline R.)*
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2899 kali
Editor :
Dilihat 2899 kali