Dialog dengan Mendikbudristek, Budayawan Berharap Dana Indonesiana Tumbuhkan Kreativitas Seni 24 Maret 2022 ← Back
Kemendikbudristek, 23 Maret 2022 – Pembahasan mengenai Dana Abadi Kebudayaan sudah dimulai sejak 2017 saat disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pada BAB V UU Pemajuan Kebudayaan tentang Pendanaan, dalam Pasal 49 ayat disebutkan bahwa dalam rangka upaya Pemajuan Kebudayaan, Pemerintah Pusat membentuk Dana Perwalian Kebudayaan. Hadirnya Dana Abadi Kebudayaan yang disebut dengan Dana Indonesiana dan diluncurkan sebagai Merdeka Belajar ke-18 pada tahun ini, disambut baik oleh para pemangku kepentingan bidang kebudayaan dengan harapan dapat semakin menumbuhkan kreativitas seni dan budaya di kalangan generasi muda.
Dalam peluncuran Merdeka Belajar Kedelapan Belas: Merdeka Berbudaya dengan Dana Indonesiana, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dan Menteri Keuangan Sri Mulyani berdialog dengan empat pegiat seni/budaya secara langsung di Kantor Kemendikbud, Jakarta (23/3/2022). Keempat pegiat seni/budaya yang berdialog tersebut adalah Dolorosa Sinaga (perupa/seniman pematung), Ratna Riantiarno (seniman teater), Frans Bunda/Nyong Franco (penerima Fasilitasi Bidang Kebudayaan), dan Ina Silas (pegiat museum).
Saat berdialog, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan bahwa ia pernah mengikuti lokakarya (workshop) membuat patung bersama Dolorosa Sinaga. Pengalaman tersebut menginspirasi Mendikbudristek untuk menghargai seni dan budaya Indonesia sehingga ia berharap ke depannya generasi bangsa juga bisa terinspirasi dari kegiatan-kegiatan kebudayaan yang didukung oleh Dana Indonesiana.
Dolorosa pun menyatakan apresiasinya atas inisiatif pemerintah mengajak seniman berpartisipasi dan memberikan dana untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dolorosa lalu menceritakan pengalamannya saat menerima bantuan dari pemerintah untuk mengirimkan buku yang ditulisnya kepada perguruan tinggi, komunitas, serta pegiat budaya.
“Saya (sudah) anggarkan sendiri. Sebetulnya saya mau mengirimkan 400-300 buku, tapi kemudian saya mendapat dana untuk bisa mengirimkan semuanya kepada 200 alamat termasuk dana pengirimannya. Dan menurut saya itu luar biasa. Saya berterima kasih, mudah-mudahan langkah yang seperti ini akan bergulir banyak lagi dan semakin banyak seniman yang bisa melakukan itu sehingga pengetahuan tentang kreativitas pun akan tumbuh di masyarakat atau di generasi yang sedang tumbuh,” ujar Dolorosa.
Ratna Riantiarno, seorang seniman teater, juga menuturkan kebahagiaannya atas kehadiran Dana Indonesia untuk pemajuan kebudayaan. “Saya antara terharu dan bahagia setelah 50 tahun lebih bergelut di dunia kesenian akhirnya Dana Abadi untuk kesenian dan kebudayaan ini ada. Terima kasih, Mas Menteri,” tuturnya. Ia kemudian menyarankan agar ada bantuan atau bimbingan kepada kelompok-kelompok atau komunitas mengenai tata kelola keuangan dalam mengelola dana bantuan yang diterima.
Frans Bunda atau dikenal juga dengan panggilan Nyong Franco adalah salah satu seniman penerima Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) dari Kemendikbudristek. Ia memiiki sanggar yang bertarget pada pendidikan karakter seperti moral dan budi pekerti melalui stimulasi menari, menyanyi, serta ekspresi seni lainnya. “Ketika ada program FBK saya langsung membuat proposal dan diterima. Kami langsung membuat Sikapedia, yaitu pustaka digital Kabupaten Sika. Tujuan kami membuat Sikapedia karena kami belum punya referensi yang valid bagi, sehingga Sikapedia diharapkan bisa menjadi referensi moral dan karakter anak-anak,” ujarnya.
Ina Silas, seorang pegiat museum juga merupakan salah satu penerima FBK yang telah merasakan manfaat bantuan dana kebudayaan untuk museum. “Dengan adanya FBK, teman-teman museum sangat terbantu. Semoga dapat lebih luas pegiat yang dapat merasakan dana FBK,” katanya. Ia juga berharap kehadiran Dana Indonesiana bisa digunakan dengan optimal untuk memanfaatkan bangunan-bangunan cagar budaya sebagai ruang publik, terutama untuk kegiatan kebudayaan.
Dalam dialog tersebut, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid bertindak sebagai moderator. Hilmar mengatakan, salah satu hal yang direkomendasikan para pegiat budaya dari Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) pada Desember 2018 adalah tentang pentingnya sebuah upaya pendanaan yang sifatnya lebih sustainable. Rekomendasi itu kemudian disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
“Setelah itu bola bergulir, kami sangat berterima kasih kepada Kementerian Keuangan atas kerja samanya bersama-sama secara cepat merumuskan skema, mekanisme, dan jumlah Dana Abadi yang akan ditanam untuk kepentingan kebudayaan. Yang pasti sekarang pada 2022 hasil pengelolaan dari Dana Abadi ini sudah bisa digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan kebudayaan, bukan hanya yang sifatnya produksi tetapi juga penguatan lembaga,” ujar Hilmar.
Merespons mengenai tata kelola keuangan negara dalam mendukung Dana Abadi Kebudayaan, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, terdapat tata kelola khusus dan standar sistem akuntansi dalam pengelolaan APBN, sementara ada aktivitas masyarakat yang perlu didanai sering dan tidak mungkin mengikuti mekanisme seperti APBN tahunan.
“Dan keberpihakan kita untuk bisa menjaga keberlangsungan itu tidak bisa stop and go, stop and go. Sehingga Mahkamah Konstitusi menginstruksikan dan memutuskan bahwa kita harus sesuai dengan konstitusi, yaitu 20 persen dari anggaran harus dibelanjakan untuk bidang pendidikan. Definisi pendidikan termasuk riset, teknologi, dan budaya. Oleh karena itu, sebagai salah satu mekanisme untuk mengelola dana pendidikan termasuk di dalamnya kebudayaan, kita establish, atau kita membangun apa yang disebut Dana Abadi Kebudayaan ini,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Ia juga mengatakan, filosofi dari Dana Abadi Pendidikan adalah mengamankan agar dana yang setiap tahun dialokasikan tidak hangus di akhir tahun karena bisa dimasukkan ke dalam sebuah celengan atau wadah. “Karena itulah filosofi mengapa Dana Abadi Kebudayaan itu dibuat. Selain itu juga untuk memberikan dukungan yang terus berlangsung untuk aktivitas kebudayaan, sehingga tidak stop and go,” tuturnya. (Desliana Maulipaksi)
Sumber :
Dalam peluncuran Merdeka Belajar Kedelapan Belas: Merdeka Berbudaya dengan Dana Indonesiana, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dan Menteri Keuangan Sri Mulyani berdialog dengan empat pegiat seni/budaya secara langsung di Kantor Kemendikbud, Jakarta (23/3/2022). Keempat pegiat seni/budaya yang berdialog tersebut adalah Dolorosa Sinaga (perupa/seniman pematung), Ratna Riantiarno (seniman teater), Frans Bunda/Nyong Franco (penerima Fasilitasi Bidang Kebudayaan), dan Ina Silas (pegiat museum).
Saat berdialog, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan bahwa ia pernah mengikuti lokakarya (workshop) membuat patung bersama Dolorosa Sinaga. Pengalaman tersebut menginspirasi Mendikbudristek untuk menghargai seni dan budaya Indonesia sehingga ia berharap ke depannya generasi bangsa juga bisa terinspirasi dari kegiatan-kegiatan kebudayaan yang didukung oleh Dana Indonesiana.
Dolorosa pun menyatakan apresiasinya atas inisiatif pemerintah mengajak seniman berpartisipasi dan memberikan dana untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dolorosa lalu menceritakan pengalamannya saat menerima bantuan dari pemerintah untuk mengirimkan buku yang ditulisnya kepada perguruan tinggi, komunitas, serta pegiat budaya.
“Saya (sudah) anggarkan sendiri. Sebetulnya saya mau mengirimkan 400-300 buku, tapi kemudian saya mendapat dana untuk bisa mengirimkan semuanya kepada 200 alamat termasuk dana pengirimannya. Dan menurut saya itu luar biasa. Saya berterima kasih, mudah-mudahan langkah yang seperti ini akan bergulir banyak lagi dan semakin banyak seniman yang bisa melakukan itu sehingga pengetahuan tentang kreativitas pun akan tumbuh di masyarakat atau di generasi yang sedang tumbuh,” ujar Dolorosa.
Ratna Riantiarno, seorang seniman teater, juga menuturkan kebahagiaannya atas kehadiran Dana Indonesia untuk pemajuan kebudayaan. “Saya antara terharu dan bahagia setelah 50 tahun lebih bergelut di dunia kesenian akhirnya Dana Abadi untuk kesenian dan kebudayaan ini ada. Terima kasih, Mas Menteri,” tuturnya. Ia kemudian menyarankan agar ada bantuan atau bimbingan kepada kelompok-kelompok atau komunitas mengenai tata kelola keuangan dalam mengelola dana bantuan yang diterima.
Frans Bunda atau dikenal juga dengan panggilan Nyong Franco adalah salah satu seniman penerima Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) dari Kemendikbudristek. Ia memiiki sanggar yang bertarget pada pendidikan karakter seperti moral dan budi pekerti melalui stimulasi menari, menyanyi, serta ekspresi seni lainnya. “Ketika ada program FBK saya langsung membuat proposal dan diterima. Kami langsung membuat Sikapedia, yaitu pustaka digital Kabupaten Sika. Tujuan kami membuat Sikapedia karena kami belum punya referensi yang valid bagi, sehingga Sikapedia diharapkan bisa menjadi referensi moral dan karakter anak-anak,” ujarnya.
Ina Silas, seorang pegiat museum juga merupakan salah satu penerima FBK yang telah merasakan manfaat bantuan dana kebudayaan untuk museum. “Dengan adanya FBK, teman-teman museum sangat terbantu. Semoga dapat lebih luas pegiat yang dapat merasakan dana FBK,” katanya. Ia juga berharap kehadiran Dana Indonesiana bisa digunakan dengan optimal untuk memanfaatkan bangunan-bangunan cagar budaya sebagai ruang publik, terutama untuk kegiatan kebudayaan.
Dalam dialog tersebut, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid bertindak sebagai moderator. Hilmar mengatakan, salah satu hal yang direkomendasikan para pegiat budaya dari Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) pada Desember 2018 adalah tentang pentingnya sebuah upaya pendanaan yang sifatnya lebih sustainable. Rekomendasi itu kemudian disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
“Setelah itu bola bergulir, kami sangat berterima kasih kepada Kementerian Keuangan atas kerja samanya bersama-sama secara cepat merumuskan skema, mekanisme, dan jumlah Dana Abadi yang akan ditanam untuk kepentingan kebudayaan. Yang pasti sekarang pada 2022 hasil pengelolaan dari Dana Abadi ini sudah bisa digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan kebudayaan, bukan hanya yang sifatnya produksi tetapi juga penguatan lembaga,” ujar Hilmar.
Merespons mengenai tata kelola keuangan negara dalam mendukung Dana Abadi Kebudayaan, Menkeu Sri Mulyani mengatakan, terdapat tata kelola khusus dan standar sistem akuntansi dalam pengelolaan APBN, sementara ada aktivitas masyarakat yang perlu didanai sering dan tidak mungkin mengikuti mekanisme seperti APBN tahunan.
“Dan keberpihakan kita untuk bisa menjaga keberlangsungan itu tidak bisa stop and go, stop and go. Sehingga Mahkamah Konstitusi menginstruksikan dan memutuskan bahwa kita harus sesuai dengan konstitusi, yaitu 20 persen dari anggaran harus dibelanjakan untuk bidang pendidikan. Definisi pendidikan termasuk riset, teknologi, dan budaya. Oleh karena itu, sebagai salah satu mekanisme untuk mengelola dana pendidikan termasuk di dalamnya kebudayaan, kita establish, atau kita membangun apa yang disebut Dana Abadi Kebudayaan ini,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Ia juga mengatakan, filosofi dari Dana Abadi Pendidikan adalah mengamankan agar dana yang setiap tahun dialokasikan tidak hangus di akhir tahun karena bisa dimasukkan ke dalam sebuah celengan atau wadah. “Karena itulah filosofi mengapa Dana Abadi Kebudayaan itu dibuat. Selain itu juga untuk memberikan dukungan yang terus berlangsung untuk aktivitas kebudayaan, sehingga tidak stop and go,” tuturnya. (Desliana Maulipaksi)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1039 kali
Editor :
Dilihat 1039 kali