Merdeka Belajar: Rajut Transformasi Pendidikan Inovatif di Papua 20 Juni 2022 ← Back
Jayapura, Kemendikbudristek – Kebijakan Merdeka Belajar yang diamplifikasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) khususnya episode 5 tentang Guru Penggerak dan episode 7 tentang Sekolah Penggerak mendapat respon positif dan manfaat yang dirasakan langsung oleh peserta didik dan ekosistem sekolah jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dari Sabang hingga Merauke.
Kali ini, praktik baik mengenai Program Merdeka Belajar datang dari Bumi Cenderawasih, Papua. Diawali dengan semangat pengabdian untuk mengaplikasikan ilmu Pendidikan Bahasa Inggris melalui metode pengajaran yang lebih kreatif dan inovatif yang dipendam oleh Trias Agata Roni, guru Bahasa Inggris pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) Diaspora Kotaraja Jayapura. “Bagaimana caranya untuk mengajak siswa lebih aktif lagi dalam belajar?”. Kerinduannya terpenuhi tatkala dirinya termasuk dalam 2.460 orang yang dinyatakan lulus Program Guru Penggerak (PGP) Angkatan 1 tahun 2020.
“Kurikulum yang saya gunakan dalam mengajar saat ini yaitu Kurikulum 2013, namun tidak menghalangi niat saya dalam menerapkan ilmu pembelajaran yang telah saya dapat melalui pelatihan PGP selama 9 bulan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK)”, ungkap Trias yang hingga saat ini masih berstatus guru honorer serta mengajar di Kelas XI dan XII SMA YPK Diaspora. PGP merupakan program pendidikan kepemimpinan guna menyiapkan para Guru Penggerak yang dapat menjadi pemimpin pembelajaran masa depan. Oleh karenanya, program Guru Penggerak menitikberatkan pada kemandirian guru dalam mengembangkan profesi dan kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership).
Trias merasa bersyukur melalui PGP yang telah diikutinya mampu menumbuhkembangkan semangat belajar dan rasa percaya diri siswa. “Dulu sebelum sekolah kami (YPK Diaspora) menjadi Sekolah Penggerak, banyak siswa yang tidak berani bertanya, canggung dalam berdiskus. Saat ini hampir setiap hari suasana deretan kelas X menjadi ramai, ramai dalam arti sesama siswa saling diskusi pelajaran”, tekan Trias.
Praktik baik SP yang menggunakan Kurikulum Merdeka turut dibagikan Kepala SMA YPK Diaspora yang juga merupakan Kepala Sekolah Penggerak, Alfrets. “Dalam Kurikulum Merdeka, terdapat Profil Pelajar Pancasila dimana para siswa dapat mengembangkan karakter dan kemampuan dalam keseharian serta dihidupkan dalam diri setiap individu peserta didik melalui budaya satuan pendidikan, pembelajaran intrakurikuler, projek penguatan Profil Pelajar Pancasila, maupun ekstrakurikuler.”
“Salah satu ekstrakurikuler (ekskul) yang telah kami kembangkan yaitu ekskul “Agen Cinta Damai”, dimana ekskul tersebut merupakan pengejawantahan dari kegiatan anti perundungan yang diadakan oleh Direktorat SMA dan Pusat Pengembangan Karakter Kemendikbudristek medio April s.d November 2021,” urai Alfrets. Semangat Profil Pelajar Pancasila di SMA YPK Diaspora tersebut sejalan dengan misi dari PGP yang diharapkan dapat menghasilkan guru yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik. ““Murid-murid Indonesia adalah pembelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dengan memegang teguh nilai-nilai Pancasila. Guru harus menumbuhkan murid-murid yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkebhinekaan global”, tegas Direktur Jenderal GTK Kemendikbudristek, Iwan Syahril dalam acara pembekalan calon GP Angkatan 2, (13/4).
Selain itu, Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim turut menambahkan bahwasanya melalui PGP akan terlahir Guru-Guru Penggerak yang mampu menciptakan pembelajaran dengan berpusat pada murid dan menggerakkan ekosistem pendidikan ke arah kemajuan. “Saya sangat berbahagia, betapa calon-calon Guru Penggerak angkatan pertama, termasuk para instruktur, fasilitator, dan pengajar praktiknya sudah menunjukkan kemajuan yang kita cita-citakan bersama”, tandas Nadiem.
Lebih lanjut, kisah terkait praktik baik Guru Penggerak turut dibagikan oleh Guru Penggerak Angkatan 1 di SMA Swasta Gabungan, Dolvina Lea Ansanay, guru mata pelajaran Geografi kelahiran Jayapura yang menceritakan aktifitas PGP yang dilakoninya di SMAS Gabungan.
Pengalaman Dolvina dimulai sejak bulan September 2020 seusai mengikuti program PGP selama 5 bulan untuk selanjutnya diimplementasikan di sekolahnya. “Melalui implementasi pembelajaran dengan paradigma baru, kami mendorong siswa kelas X terlibat aktif dalam pembelajaran inovatif seperti pembuatan poster dan cerita pendek (cerpen),” tutur Dolvina yang juga aktif membina Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di rumah tempat tinggalnya.
Selain ragam semangat pembelajaran Kurikulum Merdeka, masa pandemi turut berdampak pada proses pembelajaran di SMAS Gabungan. “Kami sempat kehilangan kontak dengan 27 orang siswa kami yang sukar dihubungi diantaranya akibat kendala jaringan komunikasi. Namun, kami segera melakukan kegiatan kunjungan ke rumah keluarga mereka (home visit) serta memberikan tugas kepada anak-anak tersebut sehingga mereka tidak tertinggal pelajaran di sekolah,” jelas Kepala SMAS Gabungan yang juga menjadi Kepala Sekolah Penggerak, Sandra Titihalawa.
“Kami melakukan berbagai inovasi dalam PGP, salah satunya melalui Komunitas Praktisi yang menginisiasi berbagai aktifitas yang menumbuhkan antusiasme peserta didik. Salah satunya yang kami gagas yaitu aktifitas kewirausahaan membuat es krim sagu yang terintergrasi dengan proyek Profil Pelajar Pancasila,” ungkap Santi Julianti Senduk, Guru Penggerak Angkatan 1 yang mengajar mata pelajaran Bahasa Jepang di SMAS Gabungan sejak tahun 2010.
“Saya merasa senang saat mengikuti proyek membuat es krim sagu. Semula saya kurang mendapatkan infromasi tentang pengolahan sagu untuk dikonsumsi yang tepat. Namun, tidak hanya mendapatkan informasi pengolahan, saya juga mendapatkan teknik pemasaran yang benar bahkan saya telah mencoba membuatnya sendiri,” ucap Nona Raisa Papuana Paisei, siswa Kelas X-IV di SMAS Gabungan.
Sebagaimana ditekankan oleh Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan, Ditjen GTK, Praptono bahwasanya pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam menyukseskan dan mengembangkan Program Guru Penggerak, salah satunya kolaborasi dalam aspek anggaran. Saat ini, seluruh pembiayaan Program Guru Penggerak dibiayai oleh pemerintah pusat. “Aspek anggaran sangat penting sehingga kita bisa mengimplementasikan lebih baik dan bersinergi dengan pemda. Hasil evaluasi kami bahwa ada potensi di daerah yang bisa kita kapitalisasi untuk bisa lebih mendorong implementasi pendidikan Guru Penggerak, jadi bisa bersama-sama antara pemerintah pusat dan daerah,” katanya.
Selanjutnya, di dalam kebijakan Merdeka Belajar, juga terdapat Program Sekolah Penggerak. Sekolah Penggerak adalah sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dengan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang mencakup kompetensi kognitif (literasi dan numerasi) serta nonkognitif (karakter) yang diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru). Kepala sekolah dan guru dari sekolah penggerak melakukan pengimbasan kepada satuan pendidikan lain. Mendikbudristek mengatakan Program Sekolah Penggerak merupakan katalis untuk mewujudkan visi reformasi pendidikan Indonesia yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik melalui enam Profil Pelajar Pancasila.
Berikutnya, SMAN 5 Jayapura, sebagai salah satu sekolah negeri yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar turut membagikan praktik baik perihal implementasi Program Guru Penggerak maupun Program Sekolah Penggerak. Anna Farida, seorang Guru Penggerak Angkatan I yang mengajar mata pelajaran Kimia berkisah mengenai proyek Profil Pelajar Pancasila yang dilakukan peserta didik kelas X yang diajarnya. Sebagai informasi SMAN 5 Jayapura hanya membuka 1 jurusan yaitu Ilmu Pengetahuan Alam, dikarenakan sekolah ini dikhususkan untuk mendidik putra/i Papua yang potensial dalam rekrutmen peserta didik prosentasi yang diterima 80% OAP (orang asli Papua) dan 20% non OAP.
“Setelah melalui pembekalan Program Guru Penggerak, saya lebih memahami bahwa setiap anak itu berbeda karena setiap anak terlahir dengan kodratnya masing-masing dan tugas guru hanyalah menuntun anak untuk berkembang sesuai kodratnya,” ujarnya.
Anna mencoba untuk meningkatkan minat belajar siswa kelas X di SMAN 5 melalui beragam proyek Profil Pelajar Pancasila seperti pembuatan Noken, pengolahan papeda, rekayasa teknologi dan Suara Demokrasi. “Melalui beragam proyek tersebut, kami dapat mengidentifikasi terciptanya sebuah ekosistem belajar yang nyaman bagi siswa, agar tercipta merdeka belajar. Selain itu siswa juga merasa lebih dihargai karena dilibatkan dalam membuat kesepakatan dalam proyek Suara Demokrasi,” sambungnya.
Dibutuhkan upaya serta komitmen yang kuat dan berkelanjutan dalam menyukseskan Program Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak sehingga kedua program tersebut akan menjadi bagian yang utuh dalam bagian transformasi pendidikan di Indonesia. (Andrew Fangidae)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1169 kali
Editor :
Dilihat 1169 kali