Risiko Kepunahan Bahasa Daerah Papua Meningkat, Kemendikbudristek Dorong Revitalisasi 08 Juli 2022 ← Back
Jayapura, Kemendikbudristek — Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa atau biasa disebut Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), mencatat kekayaan bahasa daerah di wilayah Papua sebanyak 428 dari 718 bahasa daerah di Indonesia. Namun, akhir-akhir ini perkembangan Bahasa derah di Papua cukup mengkhawatirkan. Sebagai bukti, terdapat dua bahasa daerah di Papua yang telah punah yaitu bahasa Tandia dan bahasa Mawes.
“Badan Bahasa mendorong pentingnya kolaborasi pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam mendorong revitalisasi bahasa daerah khususnya di Papua. Dukungan dapat diberikan dengan adanya regulasi di daerah yang dapat mempercepat dan melindungi proses revitalisasi,” urai Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan (Kapusbanglin) Bahasa dan Sastra, Badan Bahasa, Imam Budi Utomo, saat memberikan sambutan Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Pemerintah Daerah dalam rangka Implementasi Pelindungan Bahasa Daerah di Provinsi Papua, Tahun 2022, Kamis (7/7).
Turut hadir mendukung gerakan revitalisasi bahasa daerah yakni Ketua Kelompok Kerja Otonomi Khusus (Pokja Otsus) Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Jhon N. R. Gobay. Ia mendukung terlaksananya rakor karena selama ini regulasi yang mengatur tentang bahasa daerah di Papua belum ada.
“Kita bersyukur di bulan Juni 2022 dengan dukungan dari Balai Bahasa Papua, telah diajukan usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai pelindungan bahasa dan sastra daerah di Papua. Selanjutnya, di akhir tahun 2022 kiranya ditetapkan menjadi perda yang akan diikuti aksi nyata oleh kepala daerah dalam implementasi perda tersebut,” tutur Jhon.
Jhon menambahkan di dalam perda tersebut akan mengatur kewajiban adanya muatan lokal (mulok) bahasa daerah yang wajib diajarkan di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Papua. “Setidaknya di doa pembukaan dan penutupan saat belajar di sekolah dapat menggunakan bahasa daerah. Karena menjadi kewajiban Pemerintah Daerah untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan lainnya dalam menjaga dan merawat bahasa daerah untuk masa depan generasi muda adat khususnya di Papua,” tegasnya.
Praktik Baik Pemanfaatan Ruang Revitalisasi Bahasa Daerah di Papua
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sarmi yang menjadi peserta Rakor, Deki Rumbekwan, menyambut baik rencana perda terkait pelindungan bahasa daerah. “Di Kabupaten Sarmi terdapat lima suku besar yaitu Sobei, Armati, Rumbuay, Manirem, dan Isirawa yang menjadi potensi besar untuk program revitalisasi bahasa daerah. Harapan kami, perda tersebut dapat disosialisasikan dengan baik ke kabupaten/kota sehingga implementasinya terlihat nyata dan mendukung program Merdeka Belajar terutama mengenai pengenalan bahasa daerah ke peserta didik,” tuturnya.
Selanjutnya, peserta Rakor lainnya, Kepala SD Negeri Inpres Skanto, Kabupaten Keerom, Felisia Hanam, menuturkan tentang pengalaman di sekolah yang dipimpinnya saat menjadi salah satu sasaran program revitalisasi bahasa daerah dari Badan Bahasa pada tahun 2020.
“Sebanyak 49 siswa dari kelas 2 hingga 6 SD di sekolah kami dilatih sepanjang bulan Mei hingga Agustus dengan durasi empat jam tiap minggunya oleh para penutur asli bahasa Biabua dari suku Awi di Keerom,” sambungnya seraya menceritakan di bulan September telah diadakan pentas bahasa daerah yang dilakukan siswa melalui bercerita, menyanyi, dan menari dengan menggunakan bahasa Biabua.
Felisia menambahkan bahwa selepas program tersebut, siswa yang telah mendapatkan pelatihan bahasa daerah sudah tidak mengingat bahasa daerah tersebut. “Terkesan mereka menjadikan guyonan saja, sehingga perlu diadakan pelatihan serupa yang berkelanjutan. Saat ini, kami berharap Balai Bahasa berkoordinasi dengan Kepala Kampung Skanto untuk mengadakan pelatihan sejenis di masa mendatang,” tekannya.
Kisah praktik baik lainnya diungkapkan oleh Duta Bahasa Nasional Provinsi Papua tahun 2018, Agustien Raquela Sanggenafa tentang pengalamannya menjadi Duta Bahasa Provinsi Papua. “Pada tahun 2019, kami disertakan dalam kampanye turun ke kampung Tobati oleh Balai Bahasa Papua untuk melihat siswa dilatih menyanyi dalam bahasa Tobati. Pengalaman tersebut membawa tantangan tersendiri untuk saya dapat membumikan bahasa daerah, seperti yang saya lakukan saat ini, yaitu aktif berkomunikasi menggunakan bahasa daerah dengan anggota keluarga saya,” tutur dara yang berasal dari Waropen dan gemar bermain olahraga basket ini.
Tantangan untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah juga dibagikan oleh Duta Bahasa Nasional Provinsi Papua tahun 2019, Grets Walilo yang juga berprofesi sebagai guru mata pelajaran bahasa Inggris di SD YPPK Santo Petrus Kota Jayapura. “Bahasa akan punah jika penuturnya sudah tidak ada lagi, seperti yang terjadi pada beberapa bahasa daerah di Papua, sehingga menjadi penting untuk menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa daerah,” sambung Grets yang kerap membubuhkan takarir dalam bahasa Hubula di bagian akhir buku yang ditulisnya dengan maksud agar para pembaca bukunya dapat mencintai dan memperoleh wawasan kosakata dalam bahasa daerah khususnya bahasa Hubula.
Pentingnya menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa daerah juga ditegaskan oleh Duta Bahasa Nasional Provinsi Papua tahun 2021, Alex Romi yang menceritakan bahwa salah satu tugas yang diemban sebagai Duta Bahasa yaitu melakukan berbagai upaya revitalisasi bahasa daerah di wilayah Papua.
“Sebagai Duta Bahasa, kami berkewajiban menumbuhkembangkan kecintaan serta rasa bangga menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari di kalangan muda Papua sehingga mereka dapat merasa bahwa bahasa daerah adalah bagian dari kehidupan mereka,” ucap Romi, mahasiswa Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Papua, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester 8.
Berbagai strategi revitalisasi bahasa daerah melalui pola pendekatan langsung di masyarakat dirasa menjadi sangat penting. Peserta Rakor lainnya yang juga merupakan Pendeta di Gereja Kristen Injili Reveil Kabupaten Sentani sekaligus Dosen mata kuliah Kurikulum di Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Burere Sentani, Evelien Fitri Ugadnje menceritakan strategi yang digunakan saat memberikan khotbah di kebaktian minggu yang dipimpinnya.
“Sebagai contoh, ketika saya berkhotbah di daerah Sentani Timur, saya menggunakan bahasa daerah yang digunakan di Sentani Timur. Sehingga menjadi sangat penting adanya muatan lokal pembelajaran bahasa daerah di sekolah untuk proses revitalisasi berkelanjutan,” jelasnya.
Menjadi amat penting strategi ataupun langkah yang akan digunakan dalam implementasi revitalisasi bahasa daerah turut diceritakan oleh peserta Rakor lainnya, Hans Imbiri, yang berprofesi sebagai pendeta serta peneliti kebahasaan (language surveyor) Yayasan Suluh Insan Lestari (SIL).
“Yayasan SIL sejak tahun 2020 telah berkolaborasi dengan Balai Bahasa Papua dalam hal revitalisasi bahasa daerah. Kami menggunakan sebuah alat ukur dengan skala 0—10 terkait pengukuran ketergantungan antargenerasi, yaitu sejauh mana generasi tua meneruskan bahasa daerah kepada generasi muda. Melalui hasil pengukuran tersebut, dapat dihasilkan analisis akademik yang kuat untuk menentukan program yang akan dilakukan,” tekan Hans.
Dukungan atas revitalisasi Bahasa daerah di Papua juga dapat dilakukan melalui strategi pariwisata, sebagaimana diceritakan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Jayapura yang juga menjadi salah satu peserta Rakor, John Wiklif Tegei.
“Saat ini, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Jayapura merencanakan di bulan Oktober 2022 untuk meresmikan 12 Kampung Wisata Bahasa Ibu di empat wilayah pembangunan Kabupaten Jayapura, sebagai bentuk revitalisasi bahasa daerah. Dalam hal ini, kami membutuhkan dukungan dari Balai Bahasa Provinsi Papua untuk menjadikan 12 Kampung Wisata dengan 12 bahasa ibu yang berbeda tersebut menjadi laboratorium bahasa Ibu. Kegiatan pendampingan kepada para penutur asli di kelas bahasa, penyediaan kamus bahasa daerah, hingga buku saku, dapat menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara,” pungkas John.
Tujuan kegiatan Rapat Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam Rangka Implementasi Pelindungan Bahasa Daerah di Provinsi Papua Tahun 2022 merupakan bagian dari tahapan revitalisasi bahasa daerah serta upaya untuk meningkatkan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. (Andrew F./Meryna A.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3725 kali
Editor :
Dilihat 3725 kali