‘Temu Karya Tata Rias Pengantin’ Lestarikan Warisan Budaya Bangsa 14 Desember 2022 ← Back
Jakarta, Kemendikbudristek – Tata rias pengantin merupakan industri yang sangat besar dan menarik. Tak heran, semakin banyak kaum muda yang tertarik berkecimpung dalam industri tersebut. Namun sayangnya, banyak make up artist (MUA) atau penata rias pengantin muda yang mulai berpraktik tanpa menghiraukan aturan baku budaya daerahnya.
Oleh karena itulah, Asosiasi Ahli Rias Pengantin Modifikasi dan Modern Indonesia (Katalia) dan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati menggandeng Himpunan Pimpinan Pendidik Pelatihan dan Kewirausahaan Indonesia (HP3KI) menyajikan gelaran “Temu Karya Tata Rias Pengantin 2022: Melestarikan Warisan Leluhur Budaya melalui Tata Rias Pengantin” di Jakarta (13/12).
Kegiatan ini juga bermaksud untuk menggali beragam aspirasi penata rias pengantin muda serta menyosialisasikan tatanan baku warisan budaya bangsa tentang standar tata rias pengantin tradisional maupun modifikasi.
Ketua Panitia Musyarafah Mahfud, menyebutkan bahwa acara ini perlu diadakan guna mengingatkan kembali bagaimana tata rias dibudayakan sesuai dengan warisan leluhur maupun dimodifikasi sesuai dengan standar. “Kami berharap peserta dapat mengambil manfaat dari acara ini untuk tata rias ke depan,” ujarnya.
Saat menyampaikan arahan, Direktur Kursus dan Pelatihan (Dirsuslat), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wartanto, mengatakan bahwa kementerian memberikan apresiasi luar biasa kepada para peserta yang akan merumuskan tata rias pengantin ke depannya.
“Tugas kami adalah memfasilitasi keinginan masyarakat yang ingin mengembangkan diri di bidang tata rias pengantin,” ujar Wartanto.
Wartanto menambahkan, tercatat 180 jenis tata rias pengantin yang sudah dibakukan dan masih banyak lagi yang belum digali. Semuanya merupakan karya gemilang nenek moyang yang harus dilestarikan. Modifikasi dan inovasi juga dibutuhkan sesuai dengan kondisi kekinian.
“Apa pun modifikasinya, itu tidak akan mengurangi ciri dan kekhasan yang dimiliki masing-masing daerah,” tuturnya.
Tata rias pengantin dapat dipertahankan, meski dibutuhkan langkah-langkah bagaimana cara melestarikannya. Salah satu contohnya adalah dalam pernikahan. “Melalui acara mungkin yang dilaksanakan seumur hidup sekali tersebut, kita dapat memakai pakaian dan rias pengantin sesuai dengan pilihan dan kebanggan kita yang merupakan warisan nenek moyang yang telah diakui dunia,” ungkap Wartanto.
Tak ketinggalan, Wartanto juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, yang mencakup budayawan, kementerian/lembaga, akademisi, maupun organisasi profesi yang merumuskan kemajuan tata rias Indonesia dan siap memberikan dorongan terhadap hasil yang didapatkan pada gelaran ini.
Kegiatan tersebut juga diisi diskusi dari berbagai narasumber, yakni Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara, Mapparessa Karaeng Turikale; perwakilan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Siti Utami Haryanti; serta Sri Mulyati yang mewakili Imam Besar Masjid Istiqlal.
“Tata rias pengantin dari berbagai daerah ini hadir untuk saling mendukung kelestarian budaya,” ujar Mapparessa.
Mapparessa pun mengingatkan kembali pakem yang harus dimiliki para penata rias untuk menata hati agar yang dilayani menjadi puas. “Tata rias pengantin adalah warisan leluhur. Merias harus dilakukan dengan senang, persiapkanlah diri dengan baik,” ujarnya.
Sementara itu, Sri Mulyati, menambahkan, tata rias tradisional maupun modifikasi yang disesuaikan dengan kaidah agama dan sesuai dengan tradisi budaya turut memberikan manfaat bagi para pengguna jasanya.
Siti Utami Haryanti, selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, menyampaikan tema tata rias sebagai khazanah budaya, yang termasuk dalam 10 objek pemajuan kebudayaan. “Salah satu strateginya adalah membuat ruang untuk memperkaya khazanah budaya, semisal diskusi dan acara ini. Selain itu, juga melindungi dan melakukan pembinaan,” katanya.
Acara Temu Karya Tata Rias Pengantin 2022 sendiri diikuti oleh 170 peserta penata rias dari berbagai daerah di Indonesia. Selain diskusi yang menghadirkan narasumber dari beberapa instansi terkait, acara tersebut juga menampilkan peragaan busana pengantin tradisional maupun modifikasi dari daerah Jawa, Kalimantan Timur, Lampung, Makassar, dan Bali.
Hingga akhirnya, melalui kegiatan tersebut, diharapkan para penata rias pengantin dan MUA pemula yang akan terjun ke bidang ini, dapat belajar dan memahami keanekaragaman budaya bangsa, sehingga pada saat merias dapat tahu persis pakem atau aturan-aturan baku tata rias pengantin di suatu daerah. (Diksi/AP/NA/Editor: Denty A.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2188 kali
Editor :
Dilihat 2188 kali