Antologi Cerpen Berbahasa Daerah, Terobosan Kemendikbudristek Ciptakan Penulis Karya Sastra Muda 22 Februari 2023 ← Back
Jakarta, Kemendikbudristek – Sebagai sebuah keterampilan berbahasa, menulis cerpen merupakan kombinasi dan refleksi yang terdiri atas kemampuan lingual dan imajinasi yang kompleks. Oleh karena itu, untuk mencapai kemampuan ini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghimpun para penulis muda berbakat untuk diarahkan di bawah bimbingan para penulis cerpen (cerpenis) yang berpengalaman. Tujuannya agar dapat menghasilkan penulis muda yang terampil meramu cerita yang menarik dan enak dibaca sebagai salah satu sarana efektif dalam meningkatkan minat masyarakat terhadap pelestarian bahasa daerah.
“Para pemenang Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) bidang cerpen kami fasilitasi melalui kegiatan lanjutan berupa Kemah Cerpen agar kemampuan mereka terus berkembang dan terasah dengan lebih baik,” ujar Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, di Jakarta beberapa waktu lalu dalam Peluncuran Antologi Cerpen Berbahasa Daerah yang menjadi rangkaian dari puncak peringatan FTBIN 2023.
Ia berharap, para penulis cerpen muda menjadi tunas baru calon penerus penulis karya sastra daerah di masa depan di daerahnya masing-masing. “Model pembinaan yang intensif dan berkelanjutan seperti ini kami yakini akan menjadi solusi untuk mengurangi kekhawatiran hilangnya minat penutur muda bahasa daerah dalam berkarya sastra, khususnya bahasa daerah mereka sendiri,” ungkap Aminudin Aziz.
Pada kesempatan yang sama, dua siswa pemenang lomba menulis cerpen berbahasa daerah yakni Maria Gloria Easter Atek, siswa kelas 8 SMP Negeri 2 Merauke, Papua Selatan, dan Aura Kasih Berlian siswa kelas 6 SD Negeri No. 1 Dompu, Nusa Tenggara Barat, menceritakan pengalaman mereka dalam mengikuti lomba.
Gloria menuliskan cerpen dengan judul “Ehe Alam Ehe Adaka Kawadeheb Made Apam Kamem He Mandow Epe” (Mencegah Banjir di Musim Penghujan). Tema cerpen tersebut dipilih karena Kota Merauke tempat Gloria terkenal dengan keindahan alamnya. Namun sayang, karena berada di dataran rendah, wilayah tersebut kerap mengalami banjir terutama setelah hujan deras turun. Oleh karena itu, dirinya terinspirasi untuk membuat cerpen tentang bagaimana mencegah banjir.
“Pesan yang ingin saya sampaikan dalam cerpen tersebut adalah mari kita sama-sama bergotong royong menjaga kebersihan supaya setiap kota kita tidak tergenang banjir,” ungkapnya yang mengikuti kegiatan lomba cerpen dalam bahasa daerah Merauke yaitu bahasa Marind.
Sebelum hadir di Jakarta, Gloria mengikuti bimbingan kegiatan selama satu minggu bersama para cerpenis dari berbagai daerah. Dalam satu hari Gloria bisa menuliskan satu hingga dua paragraf cerpen. Semangatnya yang besar untuk menulis muncul karena ia berkeyakinan bahwa bahasa daerah harus terus dipelajari dan dilestarikan.
“Anak-anak muda sebagai generasi penerus bangsa harus mempertahankan bahasa daerah agar tidak hilang atau punah di masa yang akan datang. Untuk para penulis cerpen, semangat terus dalam membuat cerpen dan tuangkan terus ide-ide kalian untuk membuat cerpen lebih baik lagi,” ujar gadis 13 tahun itu.
Pada kesempatan ini, hadir pula guru pendamping Gloria, yaitu Martina Serli Julio Esos. Ia sangat mendukung cerpen yang diangkat Gloria Easter karena menurutnya, Kabupaten Merauke memiliki dataran yang lebih rendah daripada laut. Di dalam cerpen diceritakan meskipun sering terjadi hujan dan banjir, anak-anak di Papua khususnya di Kabupaten Merauke sangat semangat dalam bersekolah.
“Cerpen ini juga menjadi motivasi kaum muda yang ada Kabupaten Merauke untuk lebih banyak mengumpulkan ide-ide dan semangat dalam berpendidikan. Mari kita gali dan angkat bahasa daerah agar tidak punah sampai generasi mendatang,” pesan Martina seraya mengucapkan terima kasih atas dukungan pemerintah yang peduli terhadap peningkatan mutu pendidikan dan pelestarian bahasa daerah di Kabupaten Merauke.
Pemenang lomba cerpen berbahasa daerah berikutnya adalah Aura Kasih Berlian yang menulis cerpen dalam bahasa Mbojo. Berlian, begitu ia biasa disapa, merupakan siswa kelas VI SD Negeri No. 1 Dompu, NTB. Gadis berusia 11 tahun ini menulis cerpen yang berjudul “Sa’e Mone”. Cerpen tersebut mengangkat kisah tentang seorang kakak laki-laki yang sangat menyayangi adiknya tetapi adiknya menunjukkan sikap yang berlawanan dan tidak mau mendengarkan. Kemudian, sang adik pun menyadari tentang sikapnya yang kurang baik dan meminta maaf kepada kakak laki-lakinya.
“Pesan yang terkandung dalam cerpen ini yaitu agar para kakak laki-laki di luar sana dapat menjaga dengan baik,” ungkap Berlian yang sejak kecil sudah senang menulis ini.
Berlian mengaku sangat senang bisa mengikuti FTBI 2022. Berkat keikutsertaannya di sini, kemampuan menulis yang ia miliki semakin terasah. “Terutama setelah mengikuti rangkaian pelatihan singkat selama empat hari,” ucapnya.
Guru pendamping Berlian yang turut hadir dalam kesempatan ini adalah Sulfiani. Guru SMP Negeri 13 Mataram ini mengungkapkan rasa bangganya karena anak didiknya memiliki bakat yang bagus dalam bidang menulis. “Dalam empat hari dia bisa membuat dua cerita,” tuturnya bangga.
Sulfiani lebih lanjut menjelaskan bahwa tahap pembuatan cerpen selama empat hari melewati beberapa proses. Pertama, anak-anak bebas untuk mencari tema sendiri. Setelah menentukan tema, pembimbing akan menyuruh anak-anak untuk memilih gagasan yang akan mereka kembangkan menjadi satu cerita. Setelah karya anak-anak sudah selesai ditulis tangan, para pembimbing membantu mengetiknya. Kemudian, cerita-cerita tersebut akan diteruskan ke kurator untuk diperiksa. Jika ada diksi yang tidak sesuai, maka akan diubah dengan kata yang lebih baik.*** (Penulis: Mazaya, Atika, Devira, Denty A./Editor: Aline R.)
Sumber :
“Para pemenang Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) bidang cerpen kami fasilitasi melalui kegiatan lanjutan berupa Kemah Cerpen agar kemampuan mereka terus berkembang dan terasah dengan lebih baik,” ujar Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, di Jakarta beberapa waktu lalu dalam Peluncuran Antologi Cerpen Berbahasa Daerah yang menjadi rangkaian dari puncak peringatan FTBIN 2023.
Ia berharap, para penulis cerpen muda menjadi tunas baru calon penerus penulis karya sastra daerah di masa depan di daerahnya masing-masing. “Model pembinaan yang intensif dan berkelanjutan seperti ini kami yakini akan menjadi solusi untuk mengurangi kekhawatiran hilangnya minat penutur muda bahasa daerah dalam berkarya sastra, khususnya bahasa daerah mereka sendiri,” ungkap Aminudin Aziz.
Pada kesempatan yang sama, dua siswa pemenang lomba menulis cerpen berbahasa daerah yakni Maria Gloria Easter Atek, siswa kelas 8 SMP Negeri 2 Merauke, Papua Selatan, dan Aura Kasih Berlian siswa kelas 6 SD Negeri No. 1 Dompu, Nusa Tenggara Barat, menceritakan pengalaman mereka dalam mengikuti lomba.
Gloria menuliskan cerpen dengan judul “Ehe Alam Ehe Adaka Kawadeheb Made Apam Kamem He Mandow Epe” (Mencegah Banjir di Musim Penghujan). Tema cerpen tersebut dipilih karena Kota Merauke tempat Gloria terkenal dengan keindahan alamnya. Namun sayang, karena berada di dataran rendah, wilayah tersebut kerap mengalami banjir terutama setelah hujan deras turun. Oleh karena itu, dirinya terinspirasi untuk membuat cerpen tentang bagaimana mencegah banjir.
“Pesan yang ingin saya sampaikan dalam cerpen tersebut adalah mari kita sama-sama bergotong royong menjaga kebersihan supaya setiap kota kita tidak tergenang banjir,” ungkapnya yang mengikuti kegiatan lomba cerpen dalam bahasa daerah Merauke yaitu bahasa Marind.
Sebelum hadir di Jakarta, Gloria mengikuti bimbingan kegiatan selama satu minggu bersama para cerpenis dari berbagai daerah. Dalam satu hari Gloria bisa menuliskan satu hingga dua paragraf cerpen. Semangatnya yang besar untuk menulis muncul karena ia berkeyakinan bahwa bahasa daerah harus terus dipelajari dan dilestarikan.
“Anak-anak muda sebagai generasi penerus bangsa harus mempertahankan bahasa daerah agar tidak hilang atau punah di masa yang akan datang. Untuk para penulis cerpen, semangat terus dalam membuat cerpen dan tuangkan terus ide-ide kalian untuk membuat cerpen lebih baik lagi,” ujar gadis 13 tahun itu.
Pada kesempatan ini, hadir pula guru pendamping Gloria, yaitu Martina Serli Julio Esos. Ia sangat mendukung cerpen yang diangkat Gloria Easter karena menurutnya, Kabupaten Merauke memiliki dataran yang lebih rendah daripada laut. Di dalam cerpen diceritakan meskipun sering terjadi hujan dan banjir, anak-anak di Papua khususnya di Kabupaten Merauke sangat semangat dalam bersekolah.
“Cerpen ini juga menjadi motivasi kaum muda yang ada Kabupaten Merauke untuk lebih banyak mengumpulkan ide-ide dan semangat dalam berpendidikan. Mari kita gali dan angkat bahasa daerah agar tidak punah sampai generasi mendatang,” pesan Martina seraya mengucapkan terima kasih atas dukungan pemerintah yang peduli terhadap peningkatan mutu pendidikan dan pelestarian bahasa daerah di Kabupaten Merauke.
Pemenang lomba cerpen berbahasa daerah berikutnya adalah Aura Kasih Berlian yang menulis cerpen dalam bahasa Mbojo. Berlian, begitu ia biasa disapa, merupakan siswa kelas VI SD Negeri No. 1 Dompu, NTB. Gadis berusia 11 tahun ini menulis cerpen yang berjudul “Sa’e Mone”. Cerpen tersebut mengangkat kisah tentang seorang kakak laki-laki yang sangat menyayangi adiknya tetapi adiknya menunjukkan sikap yang berlawanan dan tidak mau mendengarkan. Kemudian, sang adik pun menyadari tentang sikapnya yang kurang baik dan meminta maaf kepada kakak laki-lakinya.
“Pesan yang terkandung dalam cerpen ini yaitu agar para kakak laki-laki di luar sana dapat menjaga dengan baik,” ungkap Berlian yang sejak kecil sudah senang menulis ini.
Berlian mengaku sangat senang bisa mengikuti FTBI 2022. Berkat keikutsertaannya di sini, kemampuan menulis yang ia miliki semakin terasah. “Terutama setelah mengikuti rangkaian pelatihan singkat selama empat hari,” ucapnya.
Guru pendamping Berlian yang turut hadir dalam kesempatan ini adalah Sulfiani. Guru SMP Negeri 13 Mataram ini mengungkapkan rasa bangganya karena anak didiknya memiliki bakat yang bagus dalam bidang menulis. “Dalam empat hari dia bisa membuat dua cerita,” tuturnya bangga.
Sulfiani lebih lanjut menjelaskan bahwa tahap pembuatan cerpen selama empat hari melewati beberapa proses. Pertama, anak-anak bebas untuk mencari tema sendiri. Setelah menentukan tema, pembimbing akan menyuruh anak-anak untuk memilih gagasan yang akan mereka kembangkan menjadi satu cerita. Setelah karya anak-anak sudah selesai ditulis tangan, para pembimbing membantu mengetiknya. Kemudian, cerita-cerita tersebut akan diteruskan ke kurator untuk diperiksa. Jika ada diksi yang tidak sesuai, maka akan diubah dengan kata yang lebih baik.*** (Penulis: Mazaya, Atika, Devira, Denty A./Editor: Aline R.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1586 kali
Editor :
Dilihat 1586 kali