Program Roots Lahirkan Ribuan Siswa Agen Perubahan untuk Atasi Perundungan 24 Februari 2023 ← Back
Jakarta, 24 Februari 2023 – Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bekerja sama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) serta berkolaborasi dengan Direktorat SMP, SMA, SMK, dan dinas pendidikan melaksanakan program pencegahan perundungan berbasis sekolah atau dikenal dengan Roots.
Program Roots telah dilaksanakan rutin dalam dua tahun terakhir. Sejak tahun 2021, telah dilakukan pendampingan kepada 7.369 sekolah jenjang SMP dan SMA/ SMK yang berasal dari 489 kabupaten/ kota di 34 provinsi di Indonesia. Program tersebut juga telah melatih 4.517 fasilitator guru anti-perundungan di jenjang SMP, dan 9.273 guru pada jenjang SMA dan SMK.
Kepala Puspeka Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami menjelaskan program Roots Anti-Perundungan Kemendikbudristek bertujuan untuk memberdayakan peran siswa di sekolah sebagai agen perubahan untuk menyebarluaskan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah, khususnya kepada teman sebaya.
“Melalui program Roots, Kemendikbudristek terus mendorong lahirnya siswa agen perubahan. Harapannya setelah mendapatkan materi dari modul pembelajaran saat Roots, mereka akan mampu menjadi penggerak upaya-upaya pencegahan terjadinya perundungan atau kekerasan di sekolah,” ujar Rusprita di Jakarta, Jumat (24/2).
Siswa agen perubahan adalah 30 siswa paling berpengaruh di sekolahnya yang dipilih oleh siswa-siswi lain berdasarkan teori jejaring sosial. Berdasarkan data hasil monitoring program Roots tahun 2021, telah terbentuk 43.442 agen perubahan.
“Program Roots tahun 2022 juga telah kita perluas dan telah melahirkan lebih banyak agen perubahan anti perundungan. Tentu harapannya, Roots di tahun-tahun mendatang akan menghasilkan semakin banyak lagi siswa agen perubahan yang dapat turut menyuarakan pesan anti-perundungan,” tandas Rusprita.
Sebagai wujud aksi nyata dalam mencegah terjadinya perundungan di sekolah, agen perubahan mengadakan Hari Deklarasi Anti Perundungan (Roots Day). Roots Day dipimpin oleh agen perubahan dengan melibatkan semua elemen sekolah, termasuk siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua, penjaga sekolah, dan lain-lain.
Salah seorang Agen Perubahan Angkatan ke-2 SMP Islam Al Azhar 1, Mahira Shafa Kamila mengaku sangat bangga dan senang bisa mengikuti Roots dan menjadi agen perubahan. “Selain mendapatkan materi cara menangani dan mengatasi perundungan yang terjadi di sekolah ataupun lingkungan yang lain, di Roots Day kami juga menampilkan orkestra, parodi, nasyid, dan masih banyak lagi untuk menyuarakan pesan anti-perundungan,” terangnya.
Koordinator Ketahanan Sekolah SMP Islam Al Azhar 1, Windi Maratunsholiha menambahkan, pihak sekolah dalam hal ini termasuk Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar, telah berkomitmen dan memberikan dukungan penuh bagi upaya pencegahan dan penanganan perundungan di sekolah.
“Bukan hanya dari sisi keleluasaan waktu bagi fasilitator guru maupun siswa agen perubahan dalam melaksanakan praktik baik di sekolah, melainkan juga dari segi pembiayaan program,” tuturnya.
Fasilitator Guru dari SMK Negeri 1 Mopuya, Sulawesi Utara, Dwi Retnowati mengungkapkan hal senada. Menurutnya, sekolah menilai penting program Roots sehingga memasukkannya ke dalam alokasi anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Dengan adanya program Roots dan agen-agen perubahan, anak-anak menjadi lebih mengenal dan paham soal perundungan karena mereka mendapatkan informasi itu langsung dari teman-temannya sendiri,” tuturnya.
Senada dengan itu, fasilitator guru dari SMP Negeri 1 Jayapura, Hariati turut menyambut baik agen perubahan yang telah terbentuk di sekolahnya. Dikatakan Hariati, para agen perubahan telah sangat aktif melakukan sosialisasi ke setiap kelas untuk menyuarakan upaya pencegahan perundungan.
“Mereka membuat poster-poster anti-perundungan yang dikampanyekan di seluruh lingkungan sekolah. Kita semua berharap, program Roots ini dapat terus dilaksanakan dan anak-anak memahami kalau sekolah kami sudah menjadi sekolah anti-perundungan sesuai hasil deklarasi yang sudah ditandatangani bersama,” cetusnya.
International Stand Up to Bullying Day
Selain melaksanakan Roots dan membentuk agen-agen perubahan, Puspeka Kemendikbudristek juga turut melakukan kampanye dalam rangka memperingati International Stand Up to Bullying Day yang jatuh tepat hari ini, yaitu 24 Februari 2023. Puspeka Kemendikbudristek bekerja sama dengan UNICEF Indonesia mengadakan tantangan media sosial melalui akun instagram @cerdasberkarakter.kemdikbudri dan @unicefindonesia mulai tanggal 10-20 Februari 2023.
Tantangan media sosial tersebut mengajak para agen perubahan dan fasilitator guru untuk ikut serta dengan mengirimkan konten-konten bertema pengalaman mengikuti program Roots atau pesan anti-perundungan, baik dalam bentuk gambar berupa foto, poster, ilustrasi, komik, dan lain-lain atau dalam bentuk video reels seperti lagu, story telling, puisi, role play, dan animasi.
“Banyak antusiasme dari agen perubahan dan fasilitator guru yang ikut tantangan media sosial ini. Konten-konten yang dikirim bukan sekadar kreatif, namun yang paling penting kita semua dapat mengambil pesan-pesan yang tersirat dalam upaya untuk mencegah perundungan,” tutup Kapuspeka. (Puput/Prima, Editor: Seno H.)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 90/sipres/A6/II/2023
Program Roots telah dilaksanakan rutin dalam dua tahun terakhir. Sejak tahun 2021, telah dilakukan pendampingan kepada 7.369 sekolah jenjang SMP dan SMA/ SMK yang berasal dari 489 kabupaten/ kota di 34 provinsi di Indonesia. Program tersebut juga telah melatih 4.517 fasilitator guru anti-perundungan di jenjang SMP, dan 9.273 guru pada jenjang SMA dan SMK.
Kepala Puspeka Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami menjelaskan program Roots Anti-Perundungan Kemendikbudristek bertujuan untuk memberdayakan peran siswa di sekolah sebagai agen perubahan untuk menyebarluaskan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah, khususnya kepada teman sebaya.
“Melalui program Roots, Kemendikbudristek terus mendorong lahirnya siswa agen perubahan. Harapannya setelah mendapatkan materi dari modul pembelajaran saat Roots, mereka akan mampu menjadi penggerak upaya-upaya pencegahan terjadinya perundungan atau kekerasan di sekolah,” ujar Rusprita di Jakarta, Jumat (24/2).
Siswa agen perubahan adalah 30 siswa paling berpengaruh di sekolahnya yang dipilih oleh siswa-siswi lain berdasarkan teori jejaring sosial. Berdasarkan data hasil monitoring program Roots tahun 2021, telah terbentuk 43.442 agen perubahan.
“Program Roots tahun 2022 juga telah kita perluas dan telah melahirkan lebih banyak agen perubahan anti perundungan. Tentu harapannya, Roots di tahun-tahun mendatang akan menghasilkan semakin banyak lagi siswa agen perubahan yang dapat turut menyuarakan pesan anti-perundungan,” tandas Rusprita.
Sebagai wujud aksi nyata dalam mencegah terjadinya perundungan di sekolah, agen perubahan mengadakan Hari Deklarasi Anti Perundungan (Roots Day). Roots Day dipimpin oleh agen perubahan dengan melibatkan semua elemen sekolah, termasuk siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua, penjaga sekolah, dan lain-lain.
Salah seorang Agen Perubahan Angkatan ke-2 SMP Islam Al Azhar 1, Mahira Shafa Kamila mengaku sangat bangga dan senang bisa mengikuti Roots dan menjadi agen perubahan. “Selain mendapatkan materi cara menangani dan mengatasi perundungan yang terjadi di sekolah ataupun lingkungan yang lain, di Roots Day kami juga menampilkan orkestra, parodi, nasyid, dan masih banyak lagi untuk menyuarakan pesan anti-perundungan,” terangnya.
Koordinator Ketahanan Sekolah SMP Islam Al Azhar 1, Windi Maratunsholiha menambahkan, pihak sekolah dalam hal ini termasuk Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar, telah berkomitmen dan memberikan dukungan penuh bagi upaya pencegahan dan penanganan perundungan di sekolah.
“Bukan hanya dari sisi keleluasaan waktu bagi fasilitator guru maupun siswa agen perubahan dalam melaksanakan praktik baik di sekolah, melainkan juga dari segi pembiayaan program,” tuturnya.
Fasilitator Guru dari SMK Negeri 1 Mopuya, Sulawesi Utara, Dwi Retnowati mengungkapkan hal senada. Menurutnya, sekolah menilai penting program Roots sehingga memasukkannya ke dalam alokasi anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Dengan adanya program Roots dan agen-agen perubahan, anak-anak menjadi lebih mengenal dan paham soal perundungan karena mereka mendapatkan informasi itu langsung dari teman-temannya sendiri,” tuturnya.
Senada dengan itu, fasilitator guru dari SMP Negeri 1 Jayapura, Hariati turut menyambut baik agen perubahan yang telah terbentuk di sekolahnya. Dikatakan Hariati, para agen perubahan telah sangat aktif melakukan sosialisasi ke setiap kelas untuk menyuarakan upaya pencegahan perundungan.
“Mereka membuat poster-poster anti-perundungan yang dikampanyekan di seluruh lingkungan sekolah. Kita semua berharap, program Roots ini dapat terus dilaksanakan dan anak-anak memahami kalau sekolah kami sudah menjadi sekolah anti-perundungan sesuai hasil deklarasi yang sudah ditandatangani bersama,” cetusnya.
International Stand Up to Bullying Day
Selain melaksanakan Roots dan membentuk agen-agen perubahan, Puspeka Kemendikbudristek juga turut melakukan kampanye dalam rangka memperingati International Stand Up to Bullying Day yang jatuh tepat hari ini, yaitu 24 Februari 2023. Puspeka Kemendikbudristek bekerja sama dengan UNICEF Indonesia mengadakan tantangan media sosial melalui akun instagram @cerdasberkarakter.kemdikbudri dan @unicefindonesia mulai tanggal 10-20 Februari 2023.
Tantangan media sosial tersebut mengajak para agen perubahan dan fasilitator guru untuk ikut serta dengan mengirimkan konten-konten bertema pengalaman mengikuti program Roots atau pesan anti-perundungan, baik dalam bentuk gambar berupa foto, poster, ilustrasi, komik, dan lain-lain atau dalam bentuk video reels seperti lagu, story telling, puisi, role play, dan animasi.
“Banyak antusiasme dari agen perubahan dan fasilitator guru yang ikut tantangan media sosial ini. Konten-konten yang dikirim bukan sekadar kreatif, namun yang paling penting kita semua dapat mengambil pesan-pesan yang tersirat dalam upaya untuk mencegah perundungan,” tutup Kapuspeka. (Puput/Prima, Editor: Seno H.)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 90/sipres/A6/II/2023
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 6562 kali
Editor :
Dilihat 6562 kali