Kemendikbudristek Dorong Pelibatan Pemda dan Komunitas Lokal Lestarikan Bahasa Daerah di Papua 19 Maret 2023 ← Back
Kabupaten Sorong, 18 Maret 2023 – Ketika dunia kita menjadi semakin mengglobal, banyak dari kita yang merasa semakin sulit untuk tetap terhubung dengan akar budaya dan bahasa ibu kita. Namun, melestarikan bahasa kita adalah bagian penting dari warisan budaya dan identitas kita. Untuk memastikan bahwa bahasa kita tetap hidup dan berkembang untuk generasi mendatang, kita harus melibatkan masyarakat dalam proses pelestariannya.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), E. Aminudin Aziz dalam berbagai kesempatan menyebutkan, berdasarkan laporan UNESCO, setiap dua minggu terdapat satu bahasa daerah di dunia yang mengalami kepunahan.
Aminudin menambahkan penyebabnya karena bahasa tersebut sudah tidak lagi digunakan. Menanggapi berbagai tantangan dalam pelestarian bahasa daerah, ia menyampaikan sudah melakukan diskusi dengan pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan.
“Kami mengajak dan menyadarkan semua pihak bahwa revitalisasi merupakan tanggung jawab bersama. Hal ini bukan tanggung jawab pemerintah pusat maupun masyarakat saja, tetapi pemerintah daerah juga ditugasi oleh Bupati atau Walikota atau Gubernur untuk juga melakukan secara bersama-sama,” tegas Aminudin.
Tanggung jawab bersama tersebut diimplementasikan lewat pelaksanaan Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah (Rakor RBD) tahun 2023 yang diselenggarakan di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya oleh salah satu unit teknis Badan Bahasa, Balai Bahasa Provinsi Papua.
Adapun program RBD dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu: 1) tahapan survei dan koordinasi; 2) tahapan pembelajaran dan pelatihan; 3) tahapan pertunjukan/festival.
“Pada kesempatan ini, kita berada pada tahap koordinasi dalam bentuk rapat koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,” sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Balai Bahasa Papua, Sukardi Gau dalam laporan kegiatan Rakor yang menghadirkan narasumber dari perwakilan Badan Bahasa, Komisi X DPR RI dan masyarakat adat Papua, Rabu (15/3/2023).
“Mandat pelindungan bahasa dan sastra telah tercantum di dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2009, selain itu pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait hal tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2014,” ungkap Widyabasa Ahli Muda, Badan Bahasa, Miranti Sudarmaji mengawali sesi diskusi Rakor RBD.
Miranti juga menambahkan capaian program RBD tahun 2022 di Provinsi Papua cukup menggembirakan dimana pelaksanaan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) telah diikuti oleh 530 orang partisipan yang terdiri atas guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan dinas pendidikan.
Narasumber lainnya, Anggota Komisi X DPR RI, Robert Joppy Kardinal mengatakan bahwasanya pelindungan dan pelestarian bahasa daerah bertujuan agar supaya para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajari bahasa daerah dengan penuh sukacita melalui media yang mereka sukai.
“Menjadi penting melibatkan berbagai pihak dalam revitalisasi bahasa daerah yakni keluarga, tetua adat, pegiat pelindungan bahasa dan sastra maupun institusi pendidikan,” tutur Joppy.
Di tahun 2023, terdapat tambahan 2 bahasa daerah di Papua yang akan direvitalisasi yakni bahasa Hatam di Manokwari dan bahasa Moi di Kabupaten Sorong setelah sebelumnya di tahun 2022 telah direvitalisasi 7 bahasa daerah yaitu 1) bahasa Sentani; 2) bahasa Kamoro; 3) bahasa Imbuti/Marind; 4) bahasa Biak; 5) bahasa Sobei; 6) bahasa Biyekwok/Biyabo, dan 7) bahasa Tobati.
Berikutnya, narasumber perwakilan masyarakat adat Papua yang merupakan penutur asli bahasa Moi, Luther Salamala, menyoroti saat ini generasi muda di kalangan Suku Moi gengsi menggunakan bahasa daerah Moi dalam interaksi pergaulan. “Hal tersebut disebabkan salah satunya banyak orang tua di keluarga tidak aktif menggunakan bahasa Moi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Luther mendorong peranan yang dapat dilakukan oleh masyarakat adat ataupun suku Moi dalam mempertahankan bahasa daerahnya. “Salah satunya Melalui Dewan Adat Suku Moi dan LMA Malamoi, Ketua Klasis GKI Malamoi harus membuat keputusan untuk menggunakan bahasa Moi sesuai dengan sub suku yang ada di Moi,” urai Luther.
Mengakhiri diskusi, narasumber terakhir, Kasyfi Arsan menjelaskan mengenai strategi pencagaran bahasa daerah nusantara. “Tujuan pencagaran ranah penggunaan bahasa sebagai unsur budaya adalah untuk pengembangan bahasa daerah dengan sasaran kebertahanan bahasa daerah. Kebertahanan yang dimaksud adalah penggunaan suatu bahasa supaya tetap hidup secara berkesinambungan,” pungkas Kasyfi. (Andrew, Editor: Denty/Seno)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
#RevitalisasiBahasaDaerah
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 143/sipres/A6/III/2023
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), E. Aminudin Aziz dalam berbagai kesempatan menyebutkan, berdasarkan laporan UNESCO, setiap dua minggu terdapat satu bahasa daerah di dunia yang mengalami kepunahan.
Aminudin menambahkan penyebabnya karena bahasa tersebut sudah tidak lagi digunakan. Menanggapi berbagai tantangan dalam pelestarian bahasa daerah, ia menyampaikan sudah melakukan diskusi dengan pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan.
“Kami mengajak dan menyadarkan semua pihak bahwa revitalisasi merupakan tanggung jawab bersama. Hal ini bukan tanggung jawab pemerintah pusat maupun masyarakat saja, tetapi pemerintah daerah juga ditugasi oleh Bupati atau Walikota atau Gubernur untuk juga melakukan secara bersama-sama,” tegas Aminudin.
Tanggung jawab bersama tersebut diimplementasikan lewat pelaksanaan Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah (Rakor RBD) tahun 2023 yang diselenggarakan di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya oleh salah satu unit teknis Badan Bahasa, Balai Bahasa Provinsi Papua.
Adapun program RBD dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu: 1) tahapan survei dan koordinasi; 2) tahapan pembelajaran dan pelatihan; 3) tahapan pertunjukan/festival.
“Pada kesempatan ini, kita berada pada tahap koordinasi dalam bentuk rapat koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,” sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Balai Bahasa Papua, Sukardi Gau dalam laporan kegiatan Rakor yang menghadirkan narasumber dari perwakilan Badan Bahasa, Komisi X DPR RI dan masyarakat adat Papua, Rabu (15/3/2023).
“Mandat pelindungan bahasa dan sastra telah tercantum di dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2009, selain itu pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait hal tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2014,” ungkap Widyabasa Ahli Muda, Badan Bahasa, Miranti Sudarmaji mengawali sesi diskusi Rakor RBD.
Miranti juga menambahkan capaian program RBD tahun 2022 di Provinsi Papua cukup menggembirakan dimana pelaksanaan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) telah diikuti oleh 530 orang partisipan yang terdiri atas guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan dinas pendidikan.
Narasumber lainnya, Anggota Komisi X DPR RI, Robert Joppy Kardinal mengatakan bahwasanya pelindungan dan pelestarian bahasa daerah bertujuan agar supaya para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajari bahasa daerah dengan penuh sukacita melalui media yang mereka sukai.
“Menjadi penting melibatkan berbagai pihak dalam revitalisasi bahasa daerah yakni keluarga, tetua adat, pegiat pelindungan bahasa dan sastra maupun institusi pendidikan,” tutur Joppy.
Di tahun 2023, terdapat tambahan 2 bahasa daerah di Papua yang akan direvitalisasi yakni bahasa Hatam di Manokwari dan bahasa Moi di Kabupaten Sorong setelah sebelumnya di tahun 2022 telah direvitalisasi 7 bahasa daerah yaitu 1) bahasa Sentani; 2) bahasa Kamoro; 3) bahasa Imbuti/Marind; 4) bahasa Biak; 5) bahasa Sobei; 6) bahasa Biyekwok/Biyabo, dan 7) bahasa Tobati.
Berikutnya, narasumber perwakilan masyarakat adat Papua yang merupakan penutur asli bahasa Moi, Luther Salamala, menyoroti saat ini generasi muda di kalangan Suku Moi gengsi menggunakan bahasa daerah Moi dalam interaksi pergaulan. “Hal tersebut disebabkan salah satunya banyak orang tua di keluarga tidak aktif menggunakan bahasa Moi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Luther mendorong peranan yang dapat dilakukan oleh masyarakat adat ataupun suku Moi dalam mempertahankan bahasa daerahnya. “Salah satunya Melalui Dewan Adat Suku Moi dan LMA Malamoi, Ketua Klasis GKI Malamoi harus membuat keputusan untuk menggunakan bahasa Moi sesuai dengan sub suku yang ada di Moi,” urai Luther.
Mengakhiri diskusi, narasumber terakhir, Kasyfi Arsan menjelaskan mengenai strategi pencagaran bahasa daerah nusantara. “Tujuan pencagaran ranah penggunaan bahasa sebagai unsur budaya adalah untuk pengembangan bahasa daerah dengan sasaran kebertahanan bahasa daerah. Kebertahanan yang dimaksud adalah penggunaan suatu bahasa supaya tetap hidup secara berkesinambungan,” pungkas Kasyfi. (Andrew, Editor: Denty/Seno)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
#RevitalisasiBahasaDaerah
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 143/sipres/A6/III/2023
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 722 kali
Editor :
Dilihat 722 kali