Implementasi Kurikulum Merdeka Dukung Tumbuh Kembang Anak Berdasarkan Fitrahnya 19 Juni 2023 ← Back
Depok, 19 Juni 2023 – Salah satu karakteristik Kurikulum Merdeka adalah pembelajaran yang fleksibel. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian dan perkembangan masing-masing peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal. Dalam Workshop Pendidikan: Sosialisasi Kurikulum Merdeka di Depok, Jawa Barat, Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Zulfikri Anas, mengemukakan bahwa Kurikulum Merdeka merupakan alat (tools) agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat.
Zulfikri mengatakan, berdasarkan konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus memerdekakan manusia secara lahir dan batin. Pendidikan seyogyanya memberikan ruang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Hal itulah yang menjadi salah satu tujuan Kurikulum Merdeka.
“Semua mata pelajaran menjadi tools agar mereka tumbuh menjadi orang yang berpikir dan berkarakter. Yang dituntut itu bukan kelengkapan administrasi, tapi lebih kepada pendampingan untuk setiap anak, proses pendidikan, dan proses pembelajaran yang berkualitas, bermakna, dan mendalam, sehingga anak dapat merasakan manfaat langsung dari apa yang dipelajari, serta menikmati proses belajar, dan akhirnya menjadi pembelajar sepanjang hayat,” ujar Zulfikri dalam Workshop Pendidikan: Sosialisasi Kurikulum Merdeka di Kota Depok, Jawa Barat, Senin (19/6/2023).
Ia juga mengingatkan para guru agar sebelum menyampaikan materi pembelajaran apa pun dari kurikulum, guru harus mengenal kepribadian anak terlebih dahulu dan memastikan kesiapan anak dalam menerima pembelajaran, misalnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. “Kurikulum Merdeka berusaha mengembalikan pendidikan ke marwah sesungguhnya, mengembalikan pembelajaran yang berfokus pada anak,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Siti Chaerijah Aurijah, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Kurikulum Merdeka di wilayah Kota Depok. Menurutnya, ketahanan keluarga juga menjadi bagian penting karena keluarga menjadi unit terkecil dan menjadi awal bagi anak untuk tumbuh dan berkembang.
“Melalui Kurikulum Merdeka, kita membersamai anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya. Tumbuh kembang anak dari proses pendidikannya menjadi tanggung jawab kita. Karena itu kita juga harus bersinergi dengan dinas atau lembaga pemerintah lain yang menangani urusan terkait lain sesuai dengan kewenangannya. Mudah-mudahan kita bisa bekerja sama, bersinergi, dan berkolaborasi untuk mewujudkan pendidikan di Kota Depok dengan lebih baik,” ujar Siti Chaerijah.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Nuroji, juga memberikan apresiasinya terhadap implementasi Kurikulum Merdeka. Menurutnya, Kurikulum Merdeka mampu mengantisipasi kebutuhan generasi di tahun-tahun mendatang untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi, menyesuaikan dengan sosiologi masyarakat, dan menghadapi tantangan nasional dan nasional.
“Sebagai anggota Komisi X DPR RI, bagi saya pendidikan merupakan bagian penting dari suatu bangsa. Yang penting adalah Kurikulum Merdeka didesain untuk menjangkau jauh ke depan,” kata Nuroji. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan karakter dalam implementasi kurikulum. “Nomor satu itu karakter,” tegasnya.
Menurutnya, kurikulum akan terus berkembang dan berubah mengikuti perkembangan zaman. Namun satu hal yang penting dari perubahan kurikulum itu adalah kesiapan guru-guru. “Kurikulum akan berubah terus. Tinggal Bapak/Ibu guru mampu mengikuti atau tidak. Sosok guru sangat penting untuk mampu mengikuti perkembangan kurikulum,” tutur Nuroji.
Workshop Pendidikan: Sosialisasi Kurikulum Merdeka di Depok, Jawa Barat, dihadiri oleh puluhan pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Peserta workshop antara lain guru dari berbagai jenjang pendidikan, baik dari sekolah negeri maupun swasta; perwakilan dosen; perwakilan orang tua dari perkumpulan komite sekolah; dan organisasi terkait.
Salah satu peserta workshop, Cut Nurvidawati, mengatakan Kurikulum Merdeka ini membebaskan guru untuk memberikan materi pembelajaran kepada anak. Hal tersebut berdampak pada anak, di mana anak merasakan kenyamanan dan kebebasan dalam belajar. Misalnya dalam mengerjakan suatu projek dalam pembelajaran, guru bisa bertanya kepada anak mengenai projek yang ingin mereka lakukan. Jadi inisiatif datang dari peserta didik. “Lebih banyak guru yang menyerahkan ke anak untuk menciptakan kegiatan. Itu salah satu kebebasan yang dirasakan. Jadi anak merasa senang belajar karena sesuai dengan keinginannya,” ujarnya.
Cut juga mengapresiasi kebijakan “Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan”. Dalam Kurikulum Merdeka, katanya, ada fase fondasi di TK dan kelas 1 SD. Fase fondasi itu merupakan kompetensi dasar yang dibutuhkan. Pembelajaran di TK dan di Kelas 1 SD itu sama, dan tidak berpusat pada baca, tulis, dan berhitung (calistung). “Kita harus lihat model anak seperti apa. Tidak bisa kita samakan semua anak. Makanya metode pembelajarannya harus berbeda-beda,” tuturnya. Menurutnya, sebaiknya guru-guru yang memegang kelas 1 SD mau membaca rapor TK dari peserta didiknya yang baru masuk SD untuk mengenal karakter dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik. “Insyaallah kalau seperti itu lebih mulus jadinya transisi PAUD ke SD bagi anak,” katanya. (Desliana, Editor: Seno)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
#KurikulumMerdeka
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 287/Sipres/A6/VI/2023
Zulfikri mengatakan, berdasarkan konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus memerdekakan manusia secara lahir dan batin. Pendidikan seyogyanya memberikan ruang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Hal itulah yang menjadi salah satu tujuan Kurikulum Merdeka.
“Semua mata pelajaran menjadi tools agar mereka tumbuh menjadi orang yang berpikir dan berkarakter. Yang dituntut itu bukan kelengkapan administrasi, tapi lebih kepada pendampingan untuk setiap anak, proses pendidikan, dan proses pembelajaran yang berkualitas, bermakna, dan mendalam, sehingga anak dapat merasakan manfaat langsung dari apa yang dipelajari, serta menikmati proses belajar, dan akhirnya menjadi pembelajar sepanjang hayat,” ujar Zulfikri dalam Workshop Pendidikan: Sosialisasi Kurikulum Merdeka di Kota Depok, Jawa Barat, Senin (19/6/2023).
Ia juga mengingatkan para guru agar sebelum menyampaikan materi pembelajaran apa pun dari kurikulum, guru harus mengenal kepribadian anak terlebih dahulu dan memastikan kesiapan anak dalam menerima pembelajaran, misalnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. “Kurikulum Merdeka berusaha mengembalikan pendidikan ke marwah sesungguhnya, mengembalikan pembelajaran yang berfokus pada anak,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Siti Chaerijah Aurijah, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Kurikulum Merdeka di wilayah Kota Depok. Menurutnya, ketahanan keluarga juga menjadi bagian penting karena keluarga menjadi unit terkecil dan menjadi awal bagi anak untuk tumbuh dan berkembang.
“Melalui Kurikulum Merdeka, kita membersamai anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya. Tumbuh kembang anak dari proses pendidikannya menjadi tanggung jawab kita. Karena itu kita juga harus bersinergi dengan dinas atau lembaga pemerintah lain yang menangani urusan terkait lain sesuai dengan kewenangannya. Mudah-mudahan kita bisa bekerja sama, bersinergi, dan berkolaborasi untuk mewujudkan pendidikan di Kota Depok dengan lebih baik,” ujar Siti Chaerijah.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Nuroji, juga memberikan apresiasinya terhadap implementasi Kurikulum Merdeka. Menurutnya, Kurikulum Merdeka mampu mengantisipasi kebutuhan generasi di tahun-tahun mendatang untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi, menyesuaikan dengan sosiologi masyarakat, dan menghadapi tantangan nasional dan nasional.
“Sebagai anggota Komisi X DPR RI, bagi saya pendidikan merupakan bagian penting dari suatu bangsa. Yang penting adalah Kurikulum Merdeka didesain untuk menjangkau jauh ke depan,” kata Nuroji. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan karakter dalam implementasi kurikulum. “Nomor satu itu karakter,” tegasnya.
Menurutnya, kurikulum akan terus berkembang dan berubah mengikuti perkembangan zaman. Namun satu hal yang penting dari perubahan kurikulum itu adalah kesiapan guru-guru. “Kurikulum akan berubah terus. Tinggal Bapak/Ibu guru mampu mengikuti atau tidak. Sosok guru sangat penting untuk mampu mengikuti perkembangan kurikulum,” tutur Nuroji.
Workshop Pendidikan: Sosialisasi Kurikulum Merdeka di Depok, Jawa Barat, dihadiri oleh puluhan pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Peserta workshop antara lain guru dari berbagai jenjang pendidikan, baik dari sekolah negeri maupun swasta; perwakilan dosen; perwakilan orang tua dari perkumpulan komite sekolah; dan organisasi terkait.
Salah satu peserta workshop, Cut Nurvidawati, mengatakan Kurikulum Merdeka ini membebaskan guru untuk memberikan materi pembelajaran kepada anak. Hal tersebut berdampak pada anak, di mana anak merasakan kenyamanan dan kebebasan dalam belajar. Misalnya dalam mengerjakan suatu projek dalam pembelajaran, guru bisa bertanya kepada anak mengenai projek yang ingin mereka lakukan. Jadi inisiatif datang dari peserta didik. “Lebih banyak guru yang menyerahkan ke anak untuk menciptakan kegiatan. Itu salah satu kebebasan yang dirasakan. Jadi anak merasa senang belajar karena sesuai dengan keinginannya,” ujarnya.
Cut juga mengapresiasi kebijakan “Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan”. Dalam Kurikulum Merdeka, katanya, ada fase fondasi di TK dan kelas 1 SD. Fase fondasi itu merupakan kompetensi dasar yang dibutuhkan. Pembelajaran di TK dan di Kelas 1 SD itu sama, dan tidak berpusat pada baca, tulis, dan berhitung (calistung). “Kita harus lihat model anak seperti apa. Tidak bisa kita samakan semua anak. Makanya metode pembelajarannya harus berbeda-beda,” tuturnya. Menurutnya, sebaiknya guru-guru yang memegang kelas 1 SD mau membaca rapor TK dari peserta didiknya yang baru masuk SD untuk mengenal karakter dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik. “Insyaallah kalau seperti itu lebih mulus jadinya transisi PAUD ke SD bagi anak,” katanya. (Desliana, Editor: Seno)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
#KurikulumMerdeka
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 287/Sipres/A6/VI/2023
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1990 kali
Editor :
Dilihat 1990 kali