Kemendikbudristek Tingkatkan Pemahaman Kurikulum Merdeka bagi Ekosistem Pendidikan di Sulawesi Barat 25 Juli 2023 ← Back
Mamuju, 25 Juli 2023 – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar), menyelenggarakan Workshop Sosialisasi Kurikulum Merdeka dalam rangka pemulihan pembelajaran. Kegiatan ini bertujuan untuk memasifkan informasi tentang Kurikulum Merdeka di seluruh Indonesia agar dapat diimplementasikan dengan baik oleh seluruh ekosistem pendidikan. Sosialisasi kali ini berlangsung di Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).
Mengawali sambutannya, Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Puskurjar, Zulfikri Anas, mengungkapkan bahwa implementasi kurikulum selama ini belum sepenuhnya memerdekakan guru dan peserta didik. Menurutnya, banyak waktu dan tenaga para pendidik tersita untuk menyelesaikan target materi dan administrasi yang dirasakan rumit.
“Kurikulum Merdeka saat ini menjalankan prinsip penyederhaaan materi maupun administrasi sehingga Bapak/Ibu guru lebih fokus untuk mendampingi anak-anak,” tuturnya di hadapan sekitar 100 orang yang hadir terdiri atas pendidik, tenaga kependidikan, perwakilan unit pelaksana teknis (UPT) di sekitar Sulbar, pada Minggu, 23 Juli 2023.
Dengan Kurikulum Merdeka, memungkinkan para pendidik mengetahui karakteristik dan potensi masing-masing anak. Misalnya dalam hal kemampuan literasi, dengan lebih banyaknya waktu bagi guru untuk melakukan pendekatan kepada peserta didik maka anak-anak yang kurang kemampuan literasinya dapat dilatih membaca. Zulfikri menambahkan, guru yang mampu menyentuh hati peserta didiknya, dapat memotivasi anak tersebut untuk berperilaku lebih baik. “Anak yang sebelumnya nakal dan malas bisa menjadi lebih rajin,” ucapnya optimistis.
Kapuskurjar lebih lanjut menjelaskan bahwa Kemendikburistek berkomitmen menyusun kurikulum yang ideal agar guru maupun peserta didik menjalani proses pembelajaran dengan lebih aman, nyaman, dan menyenangkan. “Kami tidak memaksakan guru-guru untuk menyelesaikan target pembelajaran pertahun melainkan dilonggarkan menjadi dua tahun untuk fase A. Memang ada yang satu tahun di kelas 10 tapi umumnya dua tahun sampai tiga tahun untuk pencapaian fase,” urainya.
Ia mencontohkan, untuk membuat anak lancar membaca khususnya bagi anak yang saat pertama kali masuk sekolah sama sekali belum mengenal huruf maka para guru punya waktu dua tahun untuk melatih anak tersebut sampai bisa membaca. “Jangan salahkan kekurangan anak. Jangan pula kita mengejar target pembelajaran 100 persen tanpa memperhatikan kemampuan riil anak yang mungkin belum 100 persen menguasai pembelajarannya. Karena ini akan menjadi hutang pertanggungjawaban kita bagi generasi penerus bangsa di masa depan,” terang Zulfikri.
Kurikulum Merdeka dirancang untuk membantu guru menuntaskan tanggung jawabnya terhadap anak secara objektif sesuai dengan target pembelajaran yang relevan tanpa menyisakan beban persoalan bagi anak itu sendiri. Kurikulum Merdeka yang dikembangkan saat ini membimbing anak sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Anak-anak tidak dipaksa untuk menambah materi baru jika materi sebelumnya belum dia kuasai betul. “Karena jika dipaksakan akan menambah beban pada anak. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana menyelamatkan anak dengan memperbaiki kemampuannya secara riil, bukan dengan mengubah (mengkatrol) angka,” tekannya.
“Dengan Kurikulum Merdeka, anak dimerdekakan sejak awal. Persoalan-persoalan anak kita ketahui dari awal. Kenapa anak ini malas, kenapa anak ini belum bisa membaca, jika sudah diketahui sejak awal maka kita bisa mengawal anak ini dan harapannya di akhir tahun tidak ada anak yang (kemampuannya) tertinggal,” jelas Zulfikri.
Kapuskurjar berharap, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan dengan baik di berbagai daerah sehingga bisa memerdekakan anak-anak dari segala bentuk ketertinggalan, kebodohan, kemalasan, dan perilaku tidak baik lainnya. “Sejalan dengan pesan Ki Hadjar Dewantara yang menyebut bahwa pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memerdekakan manusia secara lahir dan batin supaya manusia sederajat dengan yang lain. Kurikulum Merdeka bukan kurikulum suka-suka, melainkan kurikulum yang memerdekakan anak-anak dari segala bentuk keterbelakangan,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, hadir Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkaru yang memandang bahwa Kurikulum Merdeka merupakan jawaban/solusi atas kebutuhan zaman. “Ini menjadi langkah awal, mudah-mudahan kurikulum ini tidak berubah secara dratstis melainkan terus berkembang lebih baik lagi,” ungkapnya.
Ratih menegaskan bahwa kurikulum ini sudah mengakomodir perubahan di zaman sekarang serta membantu mempersiapkan siswa, guru, dan kepala sekolah dalam menggali potensi serta kreatif dan adaptif menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat. “Saya yakin pendidikan adalah satu-satunya cara untuk memutus rantai kemiskinan dan kebodohan, juga menjadi cara untuk menaikkan derajat kehidupan kita dan keluarga,” ucapnya.
Oleh karena itu, Ratih meyakini bahwa pilar utama pendidikan adalah guru dan kepala sekolah. Ia pun mengapresiasi kerja keras guru yang telah bertahan memperjuangan mutu pendidikan guna melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. “Saya salut luar biasa dengan kesabaran para guru mendidik anak-anak dengan berbagai karakternya. Dengan Kurikulum Merdeka saya yakin beban guru dan kepala sekolah bisa lebih ringan dalam meng-eksplore potensi anak-anak yang unik ini,” jelasnya.
Ratih menyadari, lahirnya generasi penerus bangsa yang berkualitas tak lepas juga dari peran seluruh ekosistem pendidikan di dalamnya, termasuk orang tua dan masyarakat. Oleh karena itu, Ratih mengajak seluruh unsur pendidikan untuk bahu membahu dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu capaian yang ia sebutkan berkat kolaborasi yang baik dari seluruh pemangku kepentingan di Sulbar adalah keberhasilan dalam memperjuangkan bantuan beasiswa melalui program Kartu Indonesia Pintar yang hingga saat ini mencapai 200 ribu lebih penerima manfaat yang tersebar di enam kabupaten se-Sulbar.
“Saya mengajak masyarakat untuk ikut serta membangun dunia pendidikan dengan menyampaikan sumbang saran, keluhan, maupun permasalahan yang ada di daerah terutama dalam hal pengembangan kurikulum yang ideal maupun kesejahteraan guru-guru kita. Semoga apa yang kita perjuangkan bersama bisa terus dirasakan manfaatnya bagi rakyat di masa-masa mendatang,” tutupnya. (Denty, Editor: Seno)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 343/sipers/A6/VII/2023
Mengawali sambutannya, Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Puskurjar, Zulfikri Anas, mengungkapkan bahwa implementasi kurikulum selama ini belum sepenuhnya memerdekakan guru dan peserta didik. Menurutnya, banyak waktu dan tenaga para pendidik tersita untuk menyelesaikan target materi dan administrasi yang dirasakan rumit.
“Kurikulum Merdeka saat ini menjalankan prinsip penyederhaaan materi maupun administrasi sehingga Bapak/Ibu guru lebih fokus untuk mendampingi anak-anak,” tuturnya di hadapan sekitar 100 orang yang hadir terdiri atas pendidik, tenaga kependidikan, perwakilan unit pelaksana teknis (UPT) di sekitar Sulbar, pada Minggu, 23 Juli 2023.
Dengan Kurikulum Merdeka, memungkinkan para pendidik mengetahui karakteristik dan potensi masing-masing anak. Misalnya dalam hal kemampuan literasi, dengan lebih banyaknya waktu bagi guru untuk melakukan pendekatan kepada peserta didik maka anak-anak yang kurang kemampuan literasinya dapat dilatih membaca. Zulfikri menambahkan, guru yang mampu menyentuh hati peserta didiknya, dapat memotivasi anak tersebut untuk berperilaku lebih baik. “Anak yang sebelumnya nakal dan malas bisa menjadi lebih rajin,” ucapnya optimistis.
Kapuskurjar lebih lanjut menjelaskan bahwa Kemendikburistek berkomitmen menyusun kurikulum yang ideal agar guru maupun peserta didik menjalani proses pembelajaran dengan lebih aman, nyaman, dan menyenangkan. “Kami tidak memaksakan guru-guru untuk menyelesaikan target pembelajaran pertahun melainkan dilonggarkan menjadi dua tahun untuk fase A. Memang ada yang satu tahun di kelas 10 tapi umumnya dua tahun sampai tiga tahun untuk pencapaian fase,” urainya.
Ia mencontohkan, untuk membuat anak lancar membaca khususnya bagi anak yang saat pertama kali masuk sekolah sama sekali belum mengenal huruf maka para guru punya waktu dua tahun untuk melatih anak tersebut sampai bisa membaca. “Jangan salahkan kekurangan anak. Jangan pula kita mengejar target pembelajaran 100 persen tanpa memperhatikan kemampuan riil anak yang mungkin belum 100 persen menguasai pembelajarannya. Karena ini akan menjadi hutang pertanggungjawaban kita bagi generasi penerus bangsa di masa depan,” terang Zulfikri.
Kurikulum Merdeka dirancang untuk membantu guru menuntaskan tanggung jawabnya terhadap anak secara objektif sesuai dengan target pembelajaran yang relevan tanpa menyisakan beban persoalan bagi anak itu sendiri. Kurikulum Merdeka yang dikembangkan saat ini membimbing anak sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Anak-anak tidak dipaksa untuk menambah materi baru jika materi sebelumnya belum dia kuasai betul. “Karena jika dipaksakan akan menambah beban pada anak. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana menyelamatkan anak dengan memperbaiki kemampuannya secara riil, bukan dengan mengubah (mengkatrol) angka,” tekannya.
“Dengan Kurikulum Merdeka, anak dimerdekakan sejak awal. Persoalan-persoalan anak kita ketahui dari awal. Kenapa anak ini malas, kenapa anak ini belum bisa membaca, jika sudah diketahui sejak awal maka kita bisa mengawal anak ini dan harapannya di akhir tahun tidak ada anak yang (kemampuannya) tertinggal,” jelas Zulfikri.
Kapuskurjar berharap, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan dengan baik di berbagai daerah sehingga bisa memerdekakan anak-anak dari segala bentuk ketertinggalan, kebodohan, kemalasan, dan perilaku tidak baik lainnya. “Sejalan dengan pesan Ki Hadjar Dewantara yang menyebut bahwa pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memerdekakan manusia secara lahir dan batin supaya manusia sederajat dengan yang lain. Kurikulum Merdeka bukan kurikulum suka-suka, melainkan kurikulum yang memerdekakan anak-anak dari segala bentuk keterbelakangan,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, hadir Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkaru yang memandang bahwa Kurikulum Merdeka merupakan jawaban/solusi atas kebutuhan zaman. “Ini menjadi langkah awal, mudah-mudahan kurikulum ini tidak berubah secara dratstis melainkan terus berkembang lebih baik lagi,” ungkapnya.
Ratih menegaskan bahwa kurikulum ini sudah mengakomodir perubahan di zaman sekarang serta membantu mempersiapkan siswa, guru, dan kepala sekolah dalam menggali potensi serta kreatif dan adaptif menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat. “Saya yakin pendidikan adalah satu-satunya cara untuk memutus rantai kemiskinan dan kebodohan, juga menjadi cara untuk menaikkan derajat kehidupan kita dan keluarga,” ucapnya.
Oleh karena itu, Ratih meyakini bahwa pilar utama pendidikan adalah guru dan kepala sekolah. Ia pun mengapresiasi kerja keras guru yang telah bertahan memperjuangan mutu pendidikan guna melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. “Saya salut luar biasa dengan kesabaran para guru mendidik anak-anak dengan berbagai karakternya. Dengan Kurikulum Merdeka saya yakin beban guru dan kepala sekolah bisa lebih ringan dalam meng-eksplore potensi anak-anak yang unik ini,” jelasnya.
Ratih menyadari, lahirnya generasi penerus bangsa yang berkualitas tak lepas juga dari peran seluruh ekosistem pendidikan di dalamnya, termasuk orang tua dan masyarakat. Oleh karena itu, Ratih mengajak seluruh unsur pendidikan untuk bahu membahu dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu capaian yang ia sebutkan berkat kolaborasi yang baik dari seluruh pemangku kepentingan di Sulbar adalah keberhasilan dalam memperjuangkan bantuan beasiswa melalui program Kartu Indonesia Pintar yang hingga saat ini mencapai 200 ribu lebih penerima manfaat yang tersebar di enam kabupaten se-Sulbar.
“Saya mengajak masyarakat untuk ikut serta membangun dunia pendidikan dengan menyampaikan sumbang saran, keluhan, maupun permasalahan yang ada di daerah terutama dalam hal pengembangan kurikulum yang ideal maupun kesejahteraan guru-guru kita. Semoga apa yang kita perjuangkan bersama bisa terus dirasakan manfaatnya bagi rakyat di masa-masa mendatang,” tutupnya. (Denty, Editor: Seno)
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 343/sipers/A6/VII/2023
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 511 kali
Editor :
Dilihat 511 kali