Mewujudkan Pendidikan Lanjutan di Tanah Air Bagi Anak Pekerja Migran 19 Oktober 2023 ← Back
Surabaya, 13 Oktober 2023—Tinggal di negeri orang bukanlah suatu pilihan bagi Weldie, Ona, Tuwa, dan Norin. Sejak lahir atau balita, mereka tinggal di Negara Malaysia bersama dengan orang tua yang bermigrasi ke sana untuk bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit. Namun, tanpa berbekal dokumen kependudukan yang resmi, hak-hak seperti layaknya warga negara, tidak dapat mereka terima sepenuhnya, termasuk dalam hal pendidikan. Kini, berkat program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Repatriasi yang diinisiasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Weldie, Ona, Tuwa, dan Norin bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di Tanah Air.
“Siapa sih yang enggak mau balik ke negara sendiri dan melanjutkan pendidikan di sini?” tanya Weldie Rainald Basa Bolen saat ditemui di sela kunjungan ke Museum Pahlawan 10 November dalam rangka Pelatihan Wawasan Kebangsaan ADEM Repatriasi Jawa Timur di Kota Surabaya, Sabtu (14/10). Pelatihan Wawasan Kebangsaan sendiri diberikan kepada para siswa ADEM Repatriasi antara lain untuk menanamkan jiwa nasionalisme serta mendampingi mereka agar tidak mengalami gegar budaya.
Sejak lahir hingga usia 16 tahun, Weldie tinggal bersama orang tuanya di Sabah, Malaysia. Orang tua Weldie berasal dari Larantuka, Nusa Tenggara Timur. Sementara orang tuanya bekerja di perkebunan kelapa sawit, Weldie belajar di Community Learning Center (CLC) wilayah Sabah. Jalan terbuka ketika pemerintah Indonesia melalui Kemendikbudristek menyosialisasikan program ADEM Repatriasi. Menyadari keterbatasan kondisi mereka selama ini, Weldie tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan memutuskan pulang ke Tanah Air.
“Karena kita di Malaysia adalah pendatang, jadi belum mendapatkan hak-hak seperti yang kita dapatkan di sini. Di sini, mendapatkan pendidikan yang sangat-sangat layak bagi saya,” tutur Weldie yang kini sudah dua bulan berada di Indonesia dan bersekolah di SMA Negeri 3 Malang.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Ona Ernastin Erwin, siswi usia 19 tahun asal Flores, Nusa Tenggara Timur, mengungkapkan bahwa dirinya memiliki mimpi yang kuat untuk kembali ke Tanah Air. Ona yang sebelumnya bersekolah di CLC wilayah Sabah, menyambut baik ketika program ADEM Repatriasi dibuka. Dengan dukungan orang tua, ia membulatkan tekad untuk melanjutkan pendidikan di Indonesia dan mulai merintis cita-citanya untuk menjadi seorang tentara.
“Untuk membuktikan ke orang-orang bahwa perempuan itu tidak lemah dan membuktikan kepada keluarga kalau saya bisa seperti orang lain,” tegas Ona yang kini bersekolah di SMA Immanuel Batu, Malang.
Senada dengan Ona, Tuwan Oktavio, yang saat ini berusia 18 tahun, dahulu tinggal di Indonesia hanyalah sebatas angan. Di Sabah, selain belajar, Tuwan juga mengisi waktu dengan membantu ibunya menjaga bayi atau bermain gitar.
“Saya membayangkan rasanya bisa tinggal di Tanah Air tercinta, bagaimana bisa mengenal lingkungan alamnya di sana, teman-teman baru di sana,” tuturnya.
Berbekal nasihat dari orang tuanya, Tuwan akhirnya berangkat ke Indonesia dan melanjutkan sekolah di SMK Brantas Karangkates, Malang. Mereka berpesan agar Tuwan menjaga diri, menjaga sikap, dan mengedepankan sopan santun.
“Itu harus dijaga, jangan buat orang tua merasa kecewa dengan sikap kami selama berada di Indonesia. Jika bisa, belajar rajin-rajin untuk membanggakan mereka,” ungkapnya.
Latar kehidupan yang berbeda dialami oleh Noni Fitriana. Jika Ona, Weldie, dan Tuwan tinggal di Sabah, maka sejak usia satu tahun, Norin Fitriana beserta ibu dan kakak laki-lakinya tinggal di Johor, Malaysia. Orang tua Norin berasal dari Padang, Sumatra Barat. Namun, sama seperti yang lain, bayangan untuk bisa bersekolah di Indonesia sudah sejak lama menjadi impian. Meski sudah dua bulan menjalani pendidikan lanjutan di SMA Rambipuji, Jember, tetapi cita-citanya sedari dahulu tidak berubah, yaitu ingin menjadi seorang penari. Lebih dari itu, Norin pun bercita-cita dapat membawa orang tua dan kakaknya kembali ke kampung halaman.
“Harapan saya bisa langsung lanjut ke jenjang kuliah dan setelah sukses, membawa orang tua kembali ke Indonesia, ke Sumatra Barat,” tutur Norin.
Weldie, Ona, Tuwan, dan Norin adalah potret kecil dari 299 siswa penerima program ADEM Repatriasi yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun ini. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dalam sambutannya pada pembukaan acara Wawasan Kebangsaan mengingatkan kepada para siswa agar memanfaatkan program ini semaksimal mungkin, terlebih karena pembelajaran di sekolah sudah lebih menyenangkan berkat Kurikulum Merdeka.
Mendikbudristek mendorong agar selama menempuh pendidikan jenjang SMA, para siswa berupaya menorehkan prestasi dan mencari peluang untuk meraih beasiswa jenjang kuliah yang kini sudah makin banyak pilihannya, seperti Beasiswa Indonesia Maju, Beasiswa LPDP untuk jenjang S1, dan Kartu Indonesia Pintar.
“Untuk mendapatkan beasiswa, prestasi adik-adik di SMA menjadi salah satu poin pertimbangan, oleh karena itu gunakannya kesempatan yang berharga ini untuk belajar dengan optimal, berkarya sebanyak mungkin, dan meraih prestasi setinggi-tingginya,” ujar Nadiem.
Di sisi lain, Ketua Tim Kelompok Kerja Afirmasi Pendidikan Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbudristek, Aji Kusumanto, optimistis bahwa para siswa ADEM Repatriasi ini akan mampu beradaptasi dengan waktu yang relatif pendek, karena di negaranya sendiri mereka lebih bisa merasakan ketenangan dan kenyamanan tinggal serta belajar, meskipun jauh dari orang tua. Di Tanah Air, mereka memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya. Selain itu, rata-rata anak-anak para buruh migran tersebut mampu berbahasa asing.
“Anak repatriasi ini cenderung lebih lancar berbahasa Inggrisnya, karena di luar negeri menggunakan itu. Jadi, memang (tantangannya) lebih ke adaptasi lingkungan,” ungkap Aji.
Saat ini, lanjut Aji, anak-anak Indonesia peserta program ADEM Repatriasi 2023 semuanya berasal dari wilayah perbatasan Malaysia dan Indonesia, dengan sejumlah peserta terbaru dari Johor Bahru. Ke-299 siswa tersebut telah melanjutkan pendidikan menengah di 11 provinsi di Indonesia, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten, Lampung, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Senada dengan pesan Mendikbudristek Nadiem Makarim, ke depan, Aji berharap para siswa tetap dapat melanjutkan pendidikan tinggi di Indonesia, baik melalui program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADiK) Repatriasi, Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK), atau skema beasiswa lainnya. (Prani Pramudita/Ed: Denty Anugrahmawaty)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 561 kali
Editor :
Dilihat 561 kali