Webinar Hari Sumpah Pemuda 2023: Gen-Z Beretika dalam Konten Digital  04 November 2023  ← Back



Jakarta, 31
Oktober 2023Dalam rangka dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda tahun 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui SEAMEO QITEP in Language (SEAQIL) bersama mahasiswa Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) Angkatan 5 akan menyelenggarakan webinar dengan tema “Mewujudkan Gen-Z yang Beretika dan Literat dalam Mengonsumsi dan Memproduksi Konten di Era Digital”.
 
Webinar ini diselenggarakan secara daring pada Senin (31/10). Dihadiri oleh Deputi Direktur Administrasi SEAQIL dan Penanggung Jawab Kegiatan MSIB Angkatan 5, Misbah Fikrianto, Dosen Pembimbing Program MSIB Angkatan 5 SEAQIL, Nuning Yudhi Prasetyani, serta Plt. Direktur SEAQIL, Dian Dia-an Muniroh.
 
Melalui webinar ini, mahasiswa MSIB Angkatan 5 SEAMEO QITEP in Language akan berdiskusi dan berbagi pengetahuan terkait meningkatkan kemampuan literasi Gen-Z khususnya dalam mengonsumsi dan memproduksi konten di era digital tanpa mengesampingkan pentingnya etika.
 
Pada webinar kali ini, hadir juga tiga pemateri. Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Brawijaya, Herdimas Erick P. Ramadhan, Mahasiswa Desain Komunikasi Visual Universitas Pendidikan Indonesia, Muhammad Adya Ibrahim, dan Mahasiswa Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta, Vivi Nurma Lestari.
 
Materi pertama dengan tema “Menakar Pentingnya Kepenulisan Sebagai Sarana Pengembangan Diri bagi Pemuda di Era Digital” yang dipaparkan oleh Herdimas Erick P. Ramadhan. 
 
Pada sesi pemaparan materi pertama, Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Brawijaya, Herdimas Erick P. Ramadhan, menyampaikan Menakar Pentingnya Kepenulisan Sebagai Sarana Pengembangan Diri bagi Pemuda di Era Digital.
Pentingnya kepenulisan yang beretika dalam menciptakan karya tulis. Dengan memiliki etika dalam kepenulisan, karya tersebut dapat diterima oleh orang lain dan menjunjung nilai-nilai norma di masyarakat. Hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berkontribusi bagi masyarakat luas, serta menonjolkan persatuan dan kebangsaan dalam karya tersebut
“Pentingnya kepenulisan yang beretika dalam menciptakan karya tulis. Dengan memiliki etika dalam kepenulisan, karya tersebut dapat diterima oleh orang lain dan menjunjung nilai-nilai norma di masyarakat. Hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berkontribusi bagi masyarakat luas, serta menonjolkan persatuan dan kebangsaan dalam karya tersebut.” ungkap Herdimas.
 
Selanjutnya, pada sesi pemaparan kedua, Mahasiswa Desain Komunikasi Visual Universitas Pendidikan Indonesia, Muhammad Adya Ibrahim, menyampaikan materi dengan tema Mengimplementasikan (ATM) Amati, Tiru, Modifikasi di Dunia Digital.
 
Dalam pengaplikasian konsep amati, tiru, modifikasi (ATM) harus memperhatikan orisinalitas dari produk/karya yang kita buat karena pada hari ini terjadi bias antara amati, tiru, modifikasi degan amati, tiru, tempel yang menyebabkan banyak entitas memiliki rupa yang sama dan membuat entitas tersebut tidak memiliki nilai lebih. Merespons keadaan ini, sebuah solusi yang dikenal sebagai branding sangat diperlukan karena branding dapat memunculkan citra yang khas sebagai sarana orisinalitas. 
 
“Dalam pengaplikasian konsep amati, tiru, modifikasi (ATM), perlu diperhatikan orisinalitas agar entitas tidak kehilangan nilai. Solusi dalam mengatasi bias ini adalah dengan membuat branding yang menciptakan citra yang khas dan membantu menemukan nilai dari entitas yang dibuat. Pengimplementasian ATM juga harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang fundamental entitas yang diamati.” ujar Muhammad. 
 
Pada sesi pemaparan yang terakhir, Mahasiswa Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta, Vivi Nurma Lestari, menyampaikan materi dengan tema Gen-Z Beretika: Bijak Mengonsumsi Konten di Media Digital.
 
Pentingnya menerapkan etika dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam penerapan dunia maya. Hal ini disebabkan karena segala tindakan di dunia maya dapat tercatat dan dapat berdampak pada masa depan seseorang, terutama jika mereka menduduki posisi penting di masa mendatang. 
 
“Penting bagi kita semua untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi digital dan menerapkan etika dalam berinteraksi di dunia maya. Saya harap setelah ini, kita dapat menerapkan hal ini pada diri sendiri dan bukan hanya pada orang lain, tetapi juga mengambil diri sendiri sebagai contoh.” pungkas Vivi.
 
Di akhir sesi, ketiga pemateri memberikan pendapat tentang makna Sumpah Pemuda.
 
Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Brawijaya, Herdimas Erick P. Ramadhan, menyampaikan bahwa Sumpah Pemuda merupakan warisan dari pejuang bangsa yang merumuskan identitas keindonesiaan dan menjadi tonggak awal dalam pembentukan persatuan dan identitas bangsa.
 
“Sumpah Pemuda merupakan warisan dari leluhur kita yang merupakan pejuang bangsa. Sumpah Pemuda telah merumuskan identitas keindonesiaan dan menjadi tonggak awal dari persatuan dan identitas kita sebagai bangsa.” tutur Herdimas.
 
Mahasiswa Desain Komunikasi Visual Universitas Pendidikan Indonesia, Muhammad Adya Ibrahim, menyampaikan bahwa bahwa Sumpah Pemuda saat ini dianggap kurang bermakna dan kehilangan semangatnya. Beliau menyadari bahwa Sumpah Pemuda hanya menjadi ritual tahunan yang diingat pada tanggal 28 Oktober.
 
“Sumpah Pemuda saat ini dianggap kurang bermakna dan kehilangan semangatnya. Penulis menyadari bahwa Sumpah Pemuda hanya menjadi ritual tahunan yang diingat pada tanggal 28 Oktober, tetapi anak muda sekarang lebih menghargai perayaan seperti Halloween daripada Sumpah Pemuda. Saya berharap agar Sumpah Pemuda dapat memiliki makna yang lebih kuat dan menjadi peringatan yang positif dan menarik bagi generasi muda.” tutur Nya. 
 
Pada kesempatan yang sama, Mahasiswa Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta, Vivi Nurma Lestari, berpendapat bahwa Sumpah Pemuda memiliki makna penting dalam tugas meneruskan kepemimpinan dari generasi sebelumnya oleh pemuda Indonesia. 
 
“Sumpah pemuda memiliki arti penting bagi pemuda Indonesia untuk meneruskan tongkat kepemimpinan dari generasi sebelumnya. Namun, sebagai pemuda, tidak hanya menurunkan nilai-nilai yang ada, tetapi juga membawa semangat baru dan memperkaya wawasan tentang budaya dan nilai-nilai Indonesia. Oleh karena itu, sebagai pemuda, kita memiliki tanggung jawab untuk meneruskan kebudayaan dan melestarikannya sebagai bagian dari tongkat kepemimpinan kita.” ujar Vivi. (Penulis: Maureen/ Editor: Destian/Denty A.)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 655 kali