“Stasiun Kroncong” Upaya Pemajuan Kebudayaan di Sawahlunto  03 Desember 2023  ← Back

Sawahlunto, Kemendikbudristek --- Stasiun Kroncong adalah nama sebuah Gelaran Budaya di Kota Sawahlunto. Sebelumnya, pada tanggal 6 Juli 2019 di Kota Baku, Abaziejan, Sawahlunto ditetapkan melalui sidang UNESCO menjadi Kota Warisan Budaya Dunia karena proses penambangan batu Baranya yang turut membangun kebudayaan dunia pada saat itu. Stasiun Kereta Api yang tersebar di berbagai titik di daerah Sumatra Barat menjadi penghubung jalur distribusi batu bara dari Sawahlunto menuju Emnahaven atau Teluk Bayur.
 
Musik keroncong adalah salah satu kesenian yang masih berkembang di kota ini. Kemungkinan hadirnya kesenian tersebut di Sawahlunto tidak terlepas dari mobilisasi tenaga kerja atau buruh, baik tenaga kontrak maupun pekerja paksa sejak era kolonial Belanda secara tidak langsung membawa kebudayaan masing-masing yang telah melekat pada diri mereka. Pada periode selanjutnya masa pertambangan, kesenian ini juga menjadi kebutuhan hiburan bagi para pejabat dan masyarakat saat itu, sehingga tidak tertutup kemungkinan grup-grup keroncong juga dihadirkan langsung saat itu dari Pulau Jawa.
 
Ansambek musik keroncong yang menjadi identitas dari segi peralatan adalah sepasang gitar kecil yang disebut Cak dan Cuk, berfungsi sebagai pengiring akor dasar dari lagu-lagu yang dimainkan. Chords pada Cak dimainkan dengan ritme-ritme cenderung upbeat atau ketukan ke atas, sedangkan Cuk dimainkan pada ketukan pola ke bawah. Instrumen lainnya adalah bass besar dan cello, atau biasa disebut pemain keroncong Sawahlunto dengan istilah seli. Untuk pembawa melodi saling bergantian biola, seruling, dan gitar akustik, sebagaian besar grup keroncong lainnya menambahkan instrumen-instrumen melodis untuk memperkaya warna bunyi.
 
Istilah Stasiun Kroncong akan menimbulkan berbagai persepsi ketika mencoba mengartikan rangkaian kata tersebut dan menjadikannya sebuah event peristiwa budaya. Masyarakat bisa mengartikannya dengan sebuah stasiun di mana diputarkannya berbagai macam lagu-lagu atau musik keroncong, atau juga sebagai muara tempat di mana masyarakat pendukung kesenian ini dapat mengapresiasi musik keroncong sebagai hiburan.
 
Kembali ke penetapan UNESCO, Warisan Tambang Batu Bara Ombilin (WTBOS), setelah berjalan 4 (empat) tahun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, melakukan penguatan ekosistem WTBOS terhadap 7 (tujuh) kabupaten/kota yang menjadi jalur distribusi batu bara dan sebagai daerah penyangga WTBOS tersebut. Sawahlunto sebagai Area A atau area utama mendapat program aktivasi yang berjudul “Galanggang Arang” dengan tema “Anak Nagari Merayakan Warisan Budaya Dunia” dengan berbagai agenda perhelatan budaya, yang salah satunya adalah event “Stasiun Keroncong.”
 
Kegiatan dilaksanakan di kawasan Museum Kereta Api Sawahlunto pada tanggal 3 Desember 2023, dimulai pada pukul 20.00 WIB. Menghadirkan 5 (lima) grup musik bergenre keroncong ditambah satu kelompok musik drumben dari SD Negeri 10 Tanah Lapang Sawahlunto sebagai musik seremoni pembukaan acara. Grup musik yang diberikan kesempatan pada panggung istimewa hasil kurasi dari para kurator event ini adalah, Grup Musik De Oemar Bakri (DOB) dari Kota Bandung, Grup Musik Limpapeh, dan Grup Musik Gambang dari Kota Padang, disempurnakan dengan grup lokal, Orkes Keroncong Buana Lestari dan Orkes Keroncong Setia Abadi.
 
Kegiatan ini didukung oleh Kemendikbudristek RI, kolaborasi oleh Pemerintah Kota Sawahlunto bersama komunitas-komunitas pendukung yang aktif di Kota Sawahlunto seperti Indonesia Creative City Network (ICCN), Pusakota, Sawahlunto Creative Forum (SCF), Nuraga Budaya, Frame Story, Komunitas Kuali, 1112 Creative, R&R Content.
 
Untuk gong kegiatan diawali dengan voice over yang diputar ulang melalui pemutar suara dengan suasana panggung dan sekitar gelap dengan penurunan intensitas cahaya dari lighting panggung. Sesuai dengan arahan show director, terdengar berbagai informasi terkait pertunjukan di antaranya tata pengambilan video dan foto oleh pengunjung dan juga tentu himbauan untuk sama-sama menjaga kebersihan lokasi.
 
Aba-aba mayoret cilik direspon sekitar 70 (tujuh puluh) pemain drumben yang terdiri dari putra dan putri asal sekolah SD Negeri 10 Tanah Lapang Sawahlunto dengan membentuk formasi pertunjukan Marching Band, memainkan 3 aransemen lagu pilihan sekaligus apresiasi kepada para peserta drumband untuk turut mempresentasikan karya-karya mereka yang juga telah menjadi yang terbaik pada event Sawahlunto Drumband Competition 2023 pada 26 November 2023 di Lapangan Bola Ombilin Sawahlunto.
 
Sapa ramah hangat sepasang MC menyebutkan satu persatu tamu-tamu VIP yang hadir tampak telah duduk bercengkrama sambil menikmati aneka kuliner tradisional yang disiapkan. Ada jagung rebus, pisang rebus, kacang goreng tentunya membuat kenikmatan sendiri untuk menikmati sajian pertunjukan demi pertunjukan. Hadir Ketua Kelompok Kerja Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Kepala Balai Pelestarian Wilayah 3 Sumatera Barat, PJ Walikota Sawahlunto, Kepala Dinas Kebudayaan Sawahlunto dan juga hadir tamu-tamu undangan Dinas Kebudayaan dari 7 kabupaten/kota jalur WTBOS.
 
Roll semua instrumen petik menjadi penanda masuknya dua orang penyanyi dilanjutkan dengan intro yang bagi sebagian besar masyarakat Sawahlunto pencinta lagu-lagu daerah sangat kenal dengan melodi ini, Lagu Sawahlunto Idaman dibawakan penyanyi cilik Hani dan Ruben yang menceritakan potensi Sawahlunto dari segi budaya dan pariwisata, dengan gaya keroncong secara luwes mereka dendangkan diiringi cak, cuk, cello, keyboard, bass, dan gitar. Lanjut dengan lagu Minang Pasan Mande, dan tiga lagu berikutnya Tangih di Rantau, lagu pop Batak Sai Anju Ma Au, dan Rangkaian Melati lagu Keroncong dimainkan dengan apik oleh tim.
 
Selanjutnya panggung dinaiki sekitar sepuluh personel dengan aneka instrumen terdiri dari alat musik petik, tiup, dan pukul dari grup kesenian Gambang Himpunan Tjinta Teman Kota Padang, diawali dengan pantun Bahasa Minang oleh ketua grup menyampaikan ucapan terima kasih atas apresiasi Pemerintah Kota Sawahlunto dan panitia pelaksana yang telah memberikan kesempatan dan mengangkat kembali kesenian gambang ini yang telah lama ditinggalkan oleh seni musik gaya baru. Lagu Minang pun dibawakan alah Gambang seperti lagu Lansek Manih, sebagai lagu yang dianggap mewakili Sawahlunto dan Sijunjung, dipersembahkan kepada para pengunjung.
 
Penampil ketiga menaiki panggung, grup Limpapeh dari Kota Padang dengan personil 4 (empat) orang yang terdiri dari pemain keyboard, biola, bass, dan vokalis, yang dikomandoi oleh Ioqo. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi pada event ini, sebagai satu-satunya festival musik keroncong di luar Pulau Jawa. Limpapeh memberikan tawaran format baru kepada para penikmat Stasiun Keroncong sebagai upaya pengembangan dalam hal pelestarian, diawali dengan lagu Bundo, Hj. Sastri Bakri tembang keroncong Setangkai Bunga Mawar, dilanjut dengan lagu Minangkabau lagu yang sangat familiar dinyanyikan bersama pengunjung.
 
Pada kesempatan keempat, kembali ke tuan rumah Orkes Keroncong Buana Lestari menampilkan musik hibrid keroncong. Melalui lagu Minang Nasib Sawahlunto versi keroncong, OK Buana Lestari memberikan sentuhan bansi, alat musik tiup tradisional Minangkabau larut dalam aransemen musiknya. Orkes Buana Lestari juga pernah diberi kesempatan di Panggung Spektakuler Solo Keroncong Festival 2022 di Kota Solo, lebih lengkap dari format sekarang. Mereka menambahkan ansambel talempong pada setiap aransemen lagu-lagu keroncong yang dibawakan. Pada kali ini ada 4 lagu pamungkas yang ditampilkan. Lagu berjudul Nasi Goreng di penghujung dapat mencairkan suasana dengan mengajak penonton ikut bernyanyi dan bergoyang bersama.
 
Untuk pamungkas, saatnya panggung diserahkan kepada bintang tamu dari Kota Bandung, De Oemar Bakri. Kelompok musik keroncong yang terdiri dari perkumpulan guru-guru di Kota Kembang mampu menghipnotis pengunjung festival. Formasi pemain keroncong di sini ditambah dengan kehadiran alat musik tiup sebangsa keluarga terompet. Lagu-lagu dibawakan juga lagu-lagu yang enerjik, membuat secara spontan pengunjung dan panitia terpancing ke tengah lapangan tanpa menghiraukan hujan yang juga seperti mengikuti dinamika pertunjukan, kadang naik dan kadang turun.
 
Apresiasi dari berbagai pihak untuk penyelenggaraan kegiatan ini, karna memang kehadiran musik keroncong di kota ini erat kaitannya dengan sejarah dan kebudayaan Kota Tambang ini. Semoga tak lama untuk menunggu kegiatan selanjutnya seperti satu dekade sebelumnya. Harapan ini tertumpang kepada Kemendikbudristek RI agar kembali melanjutkan kegiatan ini ditahun-tahun berikutnya. (Tim Dit. PPK / Editor: Stephanie/Denty A.)
Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 871 kali