Belajar Sesuai Zaman di SMAN 1 Taman Sari Bogor: Implementasi Kurikulum Merdeka Bersama PMM  22 Mei 2024  ← Back



Bogor, Kemendikburistek - SMAN 1 Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terletak di kawasan kaki Gunung Salak, sekitar 7 KM dari Kota Bogor. Pada Juli tahun ini, sekolah ini memasuki tahun ketiga dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). Deni Rohendi, guru mata pelajaran Fisika yang sudah mengajar selama 12 tahun di sana, merupakan salah satu motor penggerak dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di sekolahnya. 
 
Selain menjadi wali kelas, guru yang akrab dipanggil dengan nama Pak Dero ini juga dipercaya untuk memimpin Komunitas Belajar, wadah bagi guru untuk saling berbagi dan belajar. “Alhamdulillah saya sering membersamai guru-guru untuk pelatihan tentang Implementasi Kurikulum Merdeka, Platform Merdeka Mengajar (PMM), dan lain sebagainya,” tuturnya. 
 
Pak Dero mengakui bahwa perubahan dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka tidak selamanya mudah. Ia paham bahwa hal itu sangat wajar. Setiap perubahan tidak bisa terjadi begitu saja. Karena itu, Kepala Sekolah, Pengawas, guru, hingga para murid bekerja sama memahami, menerapkan, dan menjalani sesuai peran masing-masing. Pada akhirnya, semua merasakan bahwa dampak Kurikulum Merdeka sangat besar, peserta didik menjadi lebih kritis dan aktif. 
 
“Anak-anak sangat senang, mereka bisa berkolaborasi dengan temannya. Guru juga tidak terlalu repot, karena guru hadir sebagai fasilitator. Kita tinggal sampaikan saja arahannya,” tegasnya.
 
Sesuai Zaman dan Membangun Karakter 
 
Ketika Kurikulum Merdeka diberlakukan, Pak Dero awalnya skeptis bahwa kurikulum baru ini hanya sekadar ganti kurikulum, seperti tahun-tahun sebelumnya. Di pikirannya sudah terbangun asumsi bahwa setiap ganti Menteri, pasti ganti kurikulum lagi. 
 
Ketika mempelajari Kurikulum Merdeka dan menemukan relevansinya dengan kondisi saat ini, pandangan Pak Dero ternyata berubah 180 derajat. “Ternyata paradigma (ganti menteri hanya sekedar ganti kurikulum) seperti itu salah,” akunya. “Kurikulum Merdeka ini ternyata sebuah keniscayaan. Tantangan zaman sekarang untuk anak-anak kita adalah teknologi,” lanjutnya.
 
Salah satu hal yang sangat disyukuri oleh Pak Dero dan rekan guru lainnya adalah fleksibilitas Kurikulum Merdeka. Guru mendapatkan kesempatan yang luas untuk menentukan dan menciptakan sendiri model pembelajaran, dan prioritasnya adalah memenuhi kebutuhan belajar murid. Selain itu, tak ada desakan bagi murid agar segera menguasai materi, karena ada kesadaran tinggi bahwa kecepatan belajar anak-anak Indonesia berbeda. Pak Dero pun mengaku situasi ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebelumnya. 
 
“Dulu kita tidak pernah bertanya anak-anak kita butuh apa, maunya seperti apa, dan belajarnya ingin seperti apa. Pokoknya, tuntutan silabus dan kurikulumnya seperti ini. Silabusnya seperti ini, A, B, C, D, harus dicapai ini tanpa pernah memperhatikan kondisi murid-murid kita,” ungkap Pak Dero. 
 
“Saya dan guru-guru yang ada di sekolah ini sangat bersyukur. Saat ini kami tidak ngebut seperti Valentino Rossi. Kita tidak lagi mengejar tujuan tanpa memerdulikan siapa yang kita ajak, siapa yang kita bawa, dan bagaimana karakteristiknya. Nah, dengan Kurikulum Merdeka ini, kita disadarkan bahwa kecepatan belajar anak-anak kita berbeda,” Pak Dero melanjutkan.  
 
Dengan adanya pembelajaran berbasis teknologi, para guru kini semakin memahami bahwa para peserta didik harus belajar sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, dan tingkat pembelajarannya.  “Kalau gurunya sudah paham, anaknya sudah mau, dan teknologinya tersedia, jreng! Jadi Merdeka Belajar. Meskipun sekolah kami di pinggiran, di kampung, tapi semangat kami untuk menjadi luar biasa tak kalah dengan sekolah yang di kota,” lanjutnya. 
 
Selain guru, para murid pun merasakan dampak baik Kurikulum Merdeka. Pak Dero mendengarkan pengakuan murid-muridnya. Pendidikan karakter dalam Kurikulum Merdeka, salah satunya, dilakukan melalui program Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Tak sedikit muridnya yang mendapatkan perubahan cara berpikir setelah mengikuti program ini. 
 
Pak Dero mengatakan bahwa dari dulu sudah ada pendidikan karakter, tapi pendidikan karakter melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila sangat berbeda. “Program P5 ini lebih berdampak pada murid karena pemerintah atau sekolah menyediakan waktu khusus untuk pendidikan karakter ini,” ungkap Pak Dero.
 
“Kami sangat senang, Pak. Belajar tidak hanya di kelas tetapi sering di luar, salah satunya belajar tentang gaya hidup berkelanjutan,” ujar Pak Dero kembali menirukan pernyataan murid-muridnya yang saat itu secara kolektif mencari solusi untuk menghadapi persoalan air di sekolahnya. 
 
Di sekolah tersebut, setiap kali turun hujan, airnya tidak masuk ke tempat penampungan. Para murid mengidentifikasi persoalan itu dan ternyata pipanya rusak, sehingga air hujan yang deras tidak sampai ke sekolah. Dalam kondisi seperti itu, Pak Dero mengajak peserta didik untuk berkolaborasi menyelesaikan persoalan itu. Murid-murid itu pun mencari cara untuk memperbaikinya sehingga di musim hujan berikutnya sekolah tidak kekurangan air. 
 
“Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang tidak langsung dicapai efeknya oleh anak, tetapi berdampak kepada anak. Anak-anak menemukan semangat mandiri dan kolaborasi, tanpa harus gurunya mengajarkan. Kolaborasi seperti ini dalam program P5 sangat berpengaruh pada karakter murid hari ini dan di masa depan,” ungkap Pak Dero. 
 
Peran Penting PMM dan Komunitas Belajar
 
Sebagai upaya untuk menguatkan pemahaman tentang Implementasi Kurikulum Merdeka, Kemendikbudristek RI mengajak para guru untuk membentuk Komunitas Belajar di satuan pendidikan masing-masing. Di SMAN 1 Taman Sari, Kabupaten Bogor, Pak Dero mengambil peran sebagai penggagasnya. Bersama Guru Penggerak lainnya, ia bergerak cepat menemui kepala sekolah untuk menyampaikan pentingnya membentuk suatu komunitas belajar. Kepala menyambut baik dan SK pembentukan Komunitas Belajar pun tak lama kemudian diterbitkan. Pak Dero pun langsung dipercaya sebagai Ketua. 
 
Ada banyak kegiatan saling berbagi dan saling belajar yang dapat dilakukan para guru dalam komunitas belajar, salah satunya mempelajari dan memanfaatkan fasilitas dalam Platform Merdeka Mengajar (PMM). Platform digital ini pada mulanya dirancang Kemendikbudristek sebagai aplikasi yang menyediakan segala sumber tentang Implementasi Kurikulum Merdeka dan berbagai bahan ajar di dalamnya. Kini, melihat kebutuhan yang ada, platform ini dikembangkan menjadi sebuah ekosistem tempat belajar dan berbagi bersama guru-guru dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
 
Alhamdulillah, topik-topik wajib di PMM terkait Kurikulum Merdeka sudah tuntas. Saya sendiri sudah mendapatkan 18 sertifikat dan aksi nyata dari fitur Pelatihan Mandiri. Ini adalah fitur yang paling disenangi oleh para guru. Di Pelatihan Mandiri, teman-teman guru yang lain rata-rata sudah tuntas 5-10 pelatihan,” ungkap Pak Dero menyampaikan capaian mereka. 
 
Keberadaan Komunitas Belajar jelas sangat penting bagi capaian tersebut. Pak Dero selalu mengajak guru-guru ini untuk terus mau belajar melalui komunitas belajar. “Kalau sendiri-sendiri, mereka merasa sulit. Tapi kalau kolaborasi, mereka akan menjadi luar biasa,” tegas Pak Dero. 
 
Ketika ada keraguan soal penerapan Asesmen, misalnya, para guru di Komunitas Belajar dapat mempelajarinya bersama-sama di PMM. “Ada banyak video inspirasi yang menunjukkan bagaimana sekolah-sekolah di luar sana mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Jadi, kita bisa belajar banyak dari fasilitas video di PMM tersebut. Lalu, selain sama-sama belajar, kita juga dapat menyimpan karya-karya terbaik kita di PMM sehingga dapat dimanfaatkan oleh guru dari daerah lain.” 
 
Melalui Komunitas Belajar itu juga, para guru saling berbagi tentang cara mengembangkan modul ajar yang tersedia di PMM. Banyak sekali bahan yang bisa diambil dari PMM, namun Pak Dero dan rekan sesama guru tetap sama-sama menggunakan metode ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). “Modifikasi dilakukan agar sesuai karakteristik peserta didik,” tutur Pak Dero. 
 
Kepada para guru di satuan pendidikan yang belum mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, Pak Dero berpesan bahwa fasilitas PMM dan Komunitas Belajar akan sangat membantu. Dan PMM beserta Komunitas Belajar hanyalah salah satu dukungan yang diberikan Pemerintah. Selain itu ada Mitra Pembangunan, Narasumber Berbagi Praktik Baik, Webinar IKM, dan Pusat Layanan/Help Desk. “Tenang, teman-teman tidak sendiri. Semuanya tersedia,” tutup Pak Dero.*** (Penulis: Tim Ditjen GTK/Editor: Denty A.)
 

Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 1022 kali