Pesona Aceh: Napak Tilas Laskar Rempah Batch Kayu Manis di Pulau Sabang dan Kota Banda Aceh  26 Juni 2024  ← Back

Sabang, Kemendikbudristek --- Provinsi Aceh, dengan pesona alamnya yang memukau dan sejarahnya yang kaya, kembali menjadi pusat perhatian saat Laskar Rempah batch Kayu Manis menapakkan kaki di Pulau Sabang dan Kota Banda Aceh. Tidak hanya sekadar wisata, kunjungan ini adalah sebuah perjalanan spiritual dan edukatif untuk menelusuri jejak masa lalu rempah yang pernah mengharumkan Nusantara.
 
Sabang sebagai Gerbang Rempah Nusantara

Pulau Sabang, dikenal sebagai titik nol kilometer Indonesia, bukan sekadar destinasi wisata bahari. Pada abad kejayaan rempah, Sabang merupakan pelabuhan strategis yang ramai disinggahi kapal dagang dari berbagai penjuru dunia bahkan hingga saat ini eksistensi itu masih tetap hadir. Laskar Rempah batch kayu manis dalam program Muhibah Budaya Jalur Rempah Republik Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengajak menyelami kedalaman sejarah ini, menapak tilas bagaimana kayu manis, pala, dan cengkeh dari berbagai pulau di Nusantara dikirim ke pasar internasional melalui pelabuhan ini.
 
Di negeri 1000 benteng yakni sapaan legendaris untuk Kota Sabang, Laskar Rempah mengunjungi Benteng Jepang, sebuah situs peninggalan Perang Dunia II yang memberikan gambaran pentingnya posisi Sabang dalam lintasan perdagangan dan militer. Dalam bayang - bayang benteng tua nan kokoh ini, terbayanglah betapa strategisnya Sabang bagi para pedagang rempah dan kekuatan maritim masa lampau. Publik diajak untuk kembali ke masa pendudukan jepang dengan bukti peninggalan ruang - ruang yang masih terlihat berdiri tegak menghadap selat malaka seakan siap untuk berperang.
 
Menelusuri Abad Kejayaan Kerajaan Aceh

Dari Sabang, perjalanan berlanjut ke Kota Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh yang menyimpan jejak kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam. Kota ini pernah menjadi salah satu pusat perdagangan rempah terbesar di dunia pada abad ke-16 dan ke-17, dengan kayu manis, lada dan pala sebagai komoditas utamanya.
 
Rombongan Laskar Rempah Kayu Manis memulai eksplorasi dari Masjid Raya Baiturrahman, sebuah ikon megah yang dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda. Masjid ini bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan sosial dan budaya. Di sini, Laskar Rempah merasakan getaran spiritual yang sama dengan para pedagang dan pelaut yang dahulu singgah untuk beribadah sebelum melanjutkan perjalanan mereka.
 
Selanjutnya, laskar rempah menuju Museum Aceh yang menyimpan berbagai artefak sejarah, termasuk naskah kuno yang mengabadikan perdagangan rempah dan hubungan diplomatik Kesultanan Aceh dengan berbagai negara. Melalui pameran ini, terlihat jelas bagaimana kayu manis dan rempah lainnya menjadi penggerak ekonomi dan budaya, membentuk jaringan perdagangan yang luas dari Aceh hingga Eropa dan Timur Tengah.
 
Sabang di Tengah Geopolitik dan Diplomasi Perdagangan

Pada masa kejayaannya, Sabang berhasil mempertahankan posisi strategisnya di tengah gempuran kekuatan asing seperti Portugis, Belanda, hingga Jepang. Keberadaan penjajah ini tidak menyurutkan semangat Aceh untuk mempertahankan kedaulatannya, baik dari segi diplomasi ekonomi maupun geopolitik. Kesultanan Aceh memiliki kemampuan diplomasi yang cerdas dengan membentuk aliansi dan mengadakan perjanjian yang menguntungkan, sekaligus menjaga stabilitas ekonomi melalui perdagangan rempah.
 
Aceh tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang dengan memanfaatkan situasi global untuk kepentingan lokal. Saat Portugis dan Belanda bersaing memperebutkan dominasi di Nusantara, Aceh memainkan peran penting dalam mengatur jalur perdagangan rempah sehingga tetap berada di bawah kendali mereka. Hal ini memperlihatkan kecakapan Kesultanan Aceh dalam mengelola hubungan internasional serta kekuatan militer dan ekonominya yang tangguh.
 
Peninggalan Sejarah dan Sosial Budaya

Tidak hanya berhenti pada situs bersejarah, Laskar Rempah juga menggali aspek sosial budaya masyarakat Aceh yang erat kaitannya dengan kejayaan masa lalu. Mereka mengunjungi rumah adat Aceh, atau dikenal sebagai "Rumoh Aceh," yang memamerkan arsitektur tradisional dan cara hidup masyarakat yang sarat dengan nilai Islam dan kearifan lokal.
 
Dalam kehidupan sehari - hari masyarakat Aceh, jejak rempah masih terasa melalui kuliner khas Aceh yang kaya dengan bumbu dan rempah, seperti kari Aceh dan mie Aceh. Selain itu, kunjungan ke Taman Sari Gunongan dan Pinto Khop memberikan pandangan mendalam tentang kehidupan kerajaan dan peran penting perempuan dalam sejarah Aceh. Gunongan, yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda untuk permaisurinya, Putri Kamaliah dari Pahang, Malaysia, mencerminkan cinta dan diplomasi antar kerajaan yang juga berhubungan dengan perdagangan rempah.
 
Kekuatan Adat Istiadat dan Agama

Kekuatan adat istiadat dan agama juga memegang peran penting dalam menguatkan Aceh. Keuramat 44 atau Aulia 44 adalah salah satu contoh yang menunjukkan pengaruh kuat tokoh agama dalam kehidupan masyarakat Aceh. Para aulia ini tidak hanya dihormati sebagai pemuka agama, tetapi juga sebagai penjaga nilai moral dan budaya yang mampu menyatukan masyarakat dalam menghadapi tantangan, termasuk saat berhadapan dengan kekuatan asing.
 
Kekuatan spiritual dan budaya ini memberikan fondasi yang kokoh bagi Aceh untuk mempertahankan identitasnya dan mengatasi berbagai ancaman eksternal. Keuramat 44, yang terdiri dari ulama-ulama besar, telah meninggalkan warisan kebijaksanaan dan keberanian yang terus mempengaruhi masyarakat Aceh hingga saat ini. Konon, dahulu pada masa pra kolonialisme terdapat 44 jamaah haji yang notabenenya adalah alim ulama yang terdampar di Pulau Weh serta banda aceh, ini juga membuktikan bahwa  karena keterbatasan akses akhirnya 44 ulama tersebut memutuskan untuk bermukim dan menyiarkan ajaran islam di Tanah Rencong. Hingga saat ini petuah - petuah dari aulia 44 masih sangat dipercaya dikalangan masyarakat Aceh.

Konektivitas Rempah, Kerajaan, dan Sosial Budaya

Kunjungan Laskar Rempah Kayu Manis ini tidak hanya membuka wawasan tentang sejarah rempah di Aceh, tetapi juga memperlihatkan bagaimana rempah membentuk konektivitas antara peninggalan kerajaan, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat. Rempah, terutama kayu manis, menjadi komoditas yang menghubungkan Aceh dengan dunia luar, membawa pengaruh budaya dan ekonomi yang masih terasa hingga kini.
 
Rempah ini bukan hanya barang dagangan, tetapi juga simbol kemakmuran dan kekayaan budaya. Dalam setiap langkah di Pulau Sabang dan Kota Banda Aceh, Laskar Rempah batch Kayu Manis menemukan jejak - jejak yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, memperlihatkan betapa pentingnya rempah dalam membentuk identitas dan sejarah Aceh.
 
Aceh berhasil mempertahankan keaslian rempah - rempahnya, yang sangat mendukung upaya menjadikan jalur rempah sebagai warisan budaya dunia. Melalui program revitalisasi jalur rempah Republik Indonesia, Aceh menunjukkan bahwa kekayaan alam dan budaya ini layak untuk diakui dan dilestarikan sebagai bagian dari sejarah global. Pengakuan ini tidak hanya akan memperkuat identitas Aceh dan Nusantara tetapi juga mengangkat posisi Bumi Ibu Pertiwi di kancah internasional sebagai pusat peradaban rempah yang berpengaruh.
 
Epilog: Menyusuri Jejak, Merajut Masa Depan

Perjalanan Laskar Rempah batch Kayu Manis di Aceh adalah sebuah pengingat akan kejayaan masa lalu yang penuh dengan dinamika perdagangan dan interaksi budaya. Kunjungan ini mengajarkan kita bahwa sejarah bukan hanya untuk dikenang, namun juga untuk dipelajari dan diambil hikmahnya dalam membangun masa depan yang lebih baik.
 
Dengan memahami bagaimana rempah - rempah menghubungkan masyarakat sekarang dengan dunia, kita bisa merajut kembali hubungan yang terjalin untuk kemajuan bersama. Aceh, dengan kekayaan sejarah dan budayanya, masih menyimpan banyak cerita yang menunggu untuk diungkap. Laskar Rempah batch Kayu Manis hanya membuka satu bab dari kisah panjang itu, mengajak kita semua untuk terus mengeksplorasi dan merawat warisan yang berharga ini.
 
Perjalanan ini menunjukkan bahwa rempah - rempah lebih dari sekadar komoditas; mereka adalah benang - benang yang merajut cerita tentang perdagangan, budaya, dan peradaban. Melalui kunjungan ini, kita diajak untuk menghargai masa lalu, memahami pengaruhnya terhadap masa kini, dan menggunakannya sebagai fondasi untuk membangun masa depan yang lebih cerah.
 
Provinsi Aceh, dengan segala pesonanya, tetap menjadi saksi bisu dari kejayaan rempah Nusantara. Dalam setiap jejak yang ditinggalkan Laskar Rempah batch Kayu Manis, tersimpan harapan untuk melestarikan dan memajukan warisan budaya yang kaya ini bagi generasi mendatang.*** (Dani Fazli-Laskar Rempah 2024 Batch Kayu Manis/Editor: Denty A.)
 

Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 230 kali