Badan Bahasa Menggelar Uji Keterbacaan Bahan Bacaan Bermutu (Buku Braille)  27 Juli 2024  ← Back


Jakarta, Kemendikbudristek — Untuk meningkatkan kualitas literasi Indonesia, khususnya anak-anak difabel netra, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), berinovasi mengalihwahanakan 100 judul buku bacaan bermutu (buku cerita bergambar) ke dalam bentuk buku Braille dan mengajak 84 orang teman netra (peserta didik, mahasiswa, dan guru dengan hambatan penglihatan) dari beberapa SLB di Jakarta beserta para pendampingnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan Uji Keterbacaan Bahasa Bermutu (Buku Braille) di Hotel Mercure Jakarta Simatupang, Jakarta pada 24–25 Juli 2024.
 
Dari tahun ke tahun, kemampuan membaca huruf Braille anak-anak tunanetra di Indonesia kian menurun. Akses terhadap buku bacaan Braille di masyarakat pun sangat sulit diperoleh. Realitas ini menjadi perhatian Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makariem, dan Komisi X DPR RI.
 
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Muh. Abdul Khak, menyampaikan bahwa kebijakan menyusun buku bahan bacaan bermutu adalah kebijakan dari Mendikbudristek. “Badan Bahasa kini sudah memiliki hampir dua ribu judul buku. Pada hari ini buku yang disajikan dalam Uji Keterbacaan Bahasa Bermutu (Buku Braille) sebanyak 100 buku atas dasar pilihan para narasumber dan Kelompok Kepakaran Layanan Profesional (KKLP) Literasi. Tujuannya ialah agar teman-teman difabel netra memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses dan membaca buku-buku yang telah dibuat oleh Badan Bahasa,” jelasnya pada Rabu (24/7).
 
Lanjut, Abdul Khak menerangkan, bahwa pada kesempatan tersebut Badan Bahasa memiliki sejarah baru yaitu dengan melakukan uji keterbacaan buku bermutu khusus buku Braille. “Badan Bahasa mengundang teman-teman difabel netra untuk mengetahui kesalahan cetak dan lainnya, memastikan 100 buku ini dapat dibaca, dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Oleh karena itu, kami membutuhkan masukan dari para peserta atas buku-buku ini untuk penyempurnaan agar ke depannya menjadi lebih baik,” ucapnya.
 
Sementara itu, Ketua KKLP Literasi, Puteri Asmarini, mengungkapkan bahwa dasar pemikirannya sejak tahun 2020 ketika Badan Bahasa sudah menyediakan buku bacaan bermutu bagi generasi muda Indonesia.
 
“Ada 345 judul buku bermutu untuk anak-anak. Ciri buku bacaan bermutu adalah buku yang ingin dibaca oleh anak-anak. Sebagai inovasi, Badan Bahasa ingin buku-buku ini dibaca oleh seluruh anak Indonesia termasuk adik-adik teman netra guna meningkatkan minat dan kegemaran membaca serta menumbuhkan budi pekerti mereka,” kata Puteri Asmarini.
 
Penyediaan buku Braille melewati tahap yang sangat panjang. Tahap pertama adalah pemilihan judul-judul buku dari bahan bacaan bermutu yang dimiliki oleh Badan Bahasa. Bahan bacaan yang dipilih adalah bahan bacaan yang sesuai dengan jenjang teman-teman netra dan dapat dialihwahanakan menjadi buku Braille.
 
Selanjutnya, penentuan spesifikasi untuk ukuran dimensi buku, jenis dan ketebalan kertas dan sampul; penyusunan harga perbandingan untuk pengadaan; pemilihan percetakan yang sanggup dan berpengalaman dalam pencetakan buku Braille; hingga akhirnya pencetakan dumi buku Braille.
 
“Dumi buku Braille yang sekarang diujikan pastinya masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, uji keterbacaan ini perlu dilakukan dan melibatkan teman netra dan para pendampingnya untuk mencari tahu kekurangan, kelebihan, dan kualitas buku. Tiap teman netra dan para pendampingnya diberi tiga buku. Tiap buku harus dibaca secara menyeluruh terlebih dahulu oleh tiap teman netra, kemudian, para pendamping (orang tua atau guru) bertugas mencatat respons atau komentar dari teman-teman netra sesuai butir-butir pertanyaan pada kuesioner yang diberikan,” tegas Rizal Muhammad Zaid, narasumber dari SLB A Pembina Tingkat Nasional.
 
Membaca buku harus dimulai dari hal yang terlihat sederhana, yaitu dari bagian depan, isi, hingga bagian penutup. Pengetahuan tentang judul, penulis, illustrator, penyunting atau editor, penerbit, dan tahun terbit sangatlah penting, selain, membaca bagian isi. Tujuannya ialah agar teman-teman netra dapat mengetahui informasi dan memiliki gambaran utuh sebuah buku. Oleh karena itu, buku harus dibaca sampai selesai.
 
Muhamad Fauzi menambahkan, bahwa pengujian buku cerita Braille ini didasarkan pada pemenuhan standar huruf Braille, yaitu ketimbulan huruf (kesesuaian enam titik simbol Braille), kesesuaian tatak dan penulisan informasi pada sampul dan isi buku, pencarian ada-tidaknya saltik, kesesuaian deskripsi ilustrasi dalam menggambarkan isi cerita, serta kualitas dumi bukunya (ukuran buku, ketebalan kertas, dan jumlah halaman).
 
Lanjut Fauzi, “Hasil yang diharapkan melalui kegiatan ini adalah penilaian dan masukan terhadap buku Braille yang diujikan sehingga bahan bacaan tersebut sesuai dengan Sistem Simbol Braille (SSB) Indonesia, ramah keterbacaan terhadap kawan netra, serta mampu meningkatkan kemampuan literasi teman-teman netra,” tuturnya.
 
Buku bacaan bermutu yang nantinya dihasilkan dan diterbitkan, diharapkan dapat menjadi buku Braille yang berkualitas sehingga buku-buku bagi peserta didik tunanetra makin banyak. Kegiatan-kegiatan penyusunan dan pencetakan buku Braille dapat terus berlanjut.
 
Benedicta Gwenete Harlena Auley (Gwen), SLB A Pembina Tingkat Nasional kelas 5A, mengatakan bahwa buku bacaan bermutu hasilnya sangat bagus dan mempunyai cerita yang seru. “Saya membaca buku Del dan Penjual Sayur. Buku cetaknya bagus dan ceritanya seru. Saya berharap buku-buku Braille makin berkembang dan ceritanya makin banyak serta makin bermanfaat bagi anak-anak tunanetra Indonesia. Bagi teman-teman netra, teruslah bersemangat untuk belajar dan pantang menyerah!” ujar Gwen.
 
Sementara itu, Paula Ernia, orang tua dan pendamping Gwen, mengharapkan buku bacaan bermutu ke depannya dapat lebih menarik lagi, tidak hanya tulisan, melainkan juga gambar-gambar sehingga pendamping dapat menceritakan cerita secara lebih luas (tidak hanya melalui kata-kata Braille saja).
 
“Buku Braille sekarang memang susah didapat dan penyediaannya membutuhkan langkah nyata. Sekarang (dengan kegiatan uji keterbacaan) sudah ada kemajuan. Sebaiknya sebelum membaca, teman netra sudah punya fasilitas untuk mendapat buku bacaan. Tidak hanya buku pelajaran, melainkan, juga akses terhadap buku cerita. Fasilitasi transportasi umum bagi difabel memang penting, tetapi, penyediaan buku untuk pendidikan mereka juga penting,” terang Paula.
 
Setelah selesai penyempurnaan—berdasarkan hasil evaluasi uji keterbacaan—buku-buku Braille ini akan dimasukkan ke dalam laman Buku Digital sehingga pemerintah provinsi/kota/kabupaten di seluruh Indonesia memiliki akses untuk memperoleh bahan pencetakan buku Braille guna disebarkan ke sekolah-sekolah, lembaga, dan yayasan yang memfasilitasi difabel netra. Dengan adanya akses bahan bacaan bermutu buku braille tersebut, teman-teman difabel netra akan memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk membaca buku-buku yang selama ini dibaca oleh anak-anak berkategori normal. Oleh karena itu, Badan Bahasa berterima kasih kepada teman-teman netra dan para pendamping yang sudah berpartisipasi dalam Uji Keterbacaan Bahan Bacaan Bermutu (buku Braille). 
 
“Di samping buku-buku Braille, Badan Bahasa memiliki laman Buku Digital (budi.kemdikbud.go.id) dan aplikasi Halo Bahasa yang dapat dimanfatkan oleh teman-teman netra. Laman dan aplikasi tersebut memiliki koleksi buku audio. Buku audio adalah buku yang dibacakan oleh narator. Jadi, teman-teman netra yang membaca buku audio seolah-olah akan membaca buku juga,” pungkas Abdul Khak. (Princess Alberta D. J./Editor: Rayhan)


Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 825 kali