Cerita Sekolah Penggerak: SDN 47 Pekanbaru dan Kolaborasi Antarunsur  14 Agustus 2024  ← Back



Jakarta, Kemendikbudristek –
“...saya tidak hebat. Yang hebat adalah guru-guru saya…,” ucap Beni Saputra, Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) 47 Kota Pekanbaru Provinsi Riau.
 
SDN 47 yang terletak di Jl. Sialang Bungkuk No. 888, Bencah Lesung, itu merupakan satu dari total 39 SD di Kecamatan Tenayan Raya. Kini, SDN 47 menjadi salah satu Sekolah Penggerak di Riau.
 
Di balik keberhasilan SDN 47 menjadi Sekolah Penggerak, ada sosok Beni Saputra yang menekankan pentingnya kolaborasi antarunsur, mulai dari kepala sekolah, guru, komite sekolah, hingga orang tua/wali murid.
 
“Ada enam Guru Penggerak (di SDN 47), kalau cukup tentu belum. Tapi setidaknya saya punya modal besar yang membantu saya. Saya tidak hebat. Yang hebat adalah guru-guru saya. Ketika saya mampu ajak mereka untuk bekerja sama dengan komite sekolah, itu yang membuat sekolah ini maju. Bukan karena saya, tapi karena kita bersama,” tegas Beni.
 
“Kadang ada kepala sekolah hebat, gurunya tidak mendukung, orang tua siswapun kurang peduli. Jadi tiga unsur yaitu kepala sekolah, guru, dan orang tua/wali harus saling mendukung. Apapun orientasi kita di sekolah (kebaikan) pada akhirnya untuk murid,” kata lulusan Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 1 ini.
 
Beni baru dilantik menjadi kepala sekolah pada 18 Februari 2022. Tak lama setelah ia bergabung, ia berikan “kado” bagi SDN 47 Pekanbaru yakni titel Sekolah Penggerak. Setelah mengantongi status itu, Beni langsung berbenah. Bisikan dari kiri-kanan soal orang tua/wali yang tidak kooperatif tak ia hiraukan.
 
Namun, ia mengaku awalnya memang malu dan sedih saat melihat kondisi SDN 47. Apalagi, sebelum menjadi kepala sekolah definitif di sana, Beni mengajar di salah satu SD favorit yang dikenal sebagai sebutan SD Teladan di Kota Pekanbaru yang infrastrukturnya mumpuni dan mentereng.
 
Berbekal mindset atau cara pandang positif sebagai Guru Penggerak, Beni lalu menyasar kekuatan, bukan terkungkung kelemahan. Ia pun yakin setiap masalah memiliki jalan keluar. Untuk temukan solusinya, kita harus berpikir apa peluang yang dimiliki, katanya.
 
“Jadi saya berpikir apa aset yang dimiliki sekolah ini? Ternyata manusianya,” ujar Beni. Merujuk ilmu Kecerdasan Sosial Emosional yang ia pelajari, maka di awal tugasnya sebagai kepala sekolah, Beni langsung mendekatkan diri kepada komite sekolah dan para orang tua/wali murid.
 
“Selama ini (SDN 47) jarang melibatkan dan diskusi (dengan orang tua/wali), saat mereka diundang ke sekolah banyak di antara wali murid yang enggan untuk hadir karena mereka pikir UUD (ujung-ujungnya duit). Tapi saya mencoba untuk mengubah mindset tersebut dengan mengundang mereka bukan minta duit, saya ingin diskusi cari masukan. Awalnya hanya datang perwakilan beberapa orang saja dari wali murid per kelas. Saya dan ketua komite paparkan praktik baik yang menjadi harapan murid ke depan, dan akhirnya mereka pun tertarik. Mungkin ada poin plus karena track record, ataupun harapan yang tersimpan kepada anak-anak mereka,” tutur Beni.
 
“Lalu saya sampaikan, sumbangan bukanlah hanya berarti uang, tapi bisa berupa pikiran dan tenaga yang bisa bapak/ibu berikan untuk membangun sekolah ini. Misal ada kursi patah, kami punya paku tapi tidak ahli untuk membenahinya, adakah bapak/ibu yang tukang di sini? ‘Oh saya siap’, kata salah seorang wali murid. Bapak/ibu, dinding kelas penuh coretan, kita punya cat tapi tidak pandai mengecat, ada yang bisa? ‘Oh saya bisa, Pak’. Pada akhirnya rasa kepedulian mereka pun muncul dan pada nanya kapan bisa mulai (perbaikan). Saya tidak menargetkan, yang penting ada partisipasi bapak/ibu datang ke sekolah untuk membantu kami. Maka mulailah berdatangan satu-dua orang wali murid untuk berbenah di kelas masing-masing. Saya bersama guru-guru pun juga ikut andil dalam kegiatan tersebut. Akhirnya lihat temannya banyak yang hadir, termotivasilah mereka. Mungkin mereka saling cerita, bapak kepala sekolah saja mau turun bersama kita hahaha,” ujarnya sambil tertawa renyah.
 
Kerja sama antara sekolah, komite, dan orang tua/wali murid SDN 47 yang kebanyakan merupakan  ibu rumah tangga, kuli bangunan, pedagang sayur, serabutan, hingga tukang parkir itu berhasil menyulap SDN 47 menjadi yang dikenal orang saat ini: fasad kelas yang cantik, ruang kelas yang nyaman, murid-murid yang semangat belajar.
 
“Jadi di setiap kelas sudah mulai untuk menghiasi kelasnya dengan berbagai lukisan, gambar pahlawan, tata surya, dan lainnya. Setidaknya sudah terlihat tanda-tanda kelas yang menyenangkan, nyaman, dan pantas untuk dijadikan tempat belajar. Hubungan kepala sekolah dengan wali murid pun cukup terlihat akrab. Bahkan kalau terjadi sesuatu di sekolah, mereka (wali murid) tidak segan untuk menemui dan menelpon saya. Mungkin karena merasa dekat sepertinya. Anak-anak murid pun juga. Terkadang kalau mereka berkelahi, ada yang ketuk-ketuk ruangan saya. ‘Bapak kepala sekolah.. bapak kepala sekolah..’,” ucap Beni haru.
 
Lantas, selain bergotong royong menyumbang tenaga, adakah pengaruh kepercayaan orang tua kepada sekolah terhadap perkembangan peserta didik? Pria kelahiran 18 Oktober 1985 yang juga seorang penulis modul ajar dan modul diklat juga fasilitator pelatih guru dan kepala sekolah ini paling paham jawabannya.
 
“Oh, jelas. Apa pun kerja sama yang dilakukan guru akan didengarkan wali murid. Pada tahun ajaran baru ini kami memanggil walimurid untuk membangun komitmen bersama terhadap capaian perkembangan siswa satu tahun kedepannya. Pemanggilan orang tua ini dilakukan atas dasar hasil asesmen awal siswa dan dibandingkan dengan hasil belajar dari kelas sebelumnya. Hasil asesmen awal tersebut mendapati siswa dengan kategori mahir, berkembang, dan mulai berkembang. siswa yang mulai berkembang inilah yang akan menjadi prioritas guru untuk dipanggilan orang tunya dan dibangun komitmen secara bersama.” papar Beni.
 
“Di sekolah, guru akan maksimalkan pembelajaran diferensiasi sesuai dengan tahapan kemampuan siswa. Kami pun juga ingin mendengar dari orang tua terkait usaha apa yang bisa dilakukan wali murid di rumah untuk membantu anaknya? ‘Oke, Pak, kami bimbing, apa pun tugas yang diberikan guru, kami kawal dan ulang di rumah, sambut wali murid”. Memang ada yang tidak menepati janji juga. tapi selama sudah bangun komitmen bersama, kita punya kekuatan, punya pegangan, dan harapan terhadap anak,” tutup sosok asal Kampar ini. (Karina / Editor: Denty)
 

Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 133 kali