Decak Kagum Delegasi Gateways Study Visit Indonesia 2024 di ARMA Bali 04 Oktober 2024 ← Back
Ubud, Bali, 4 Oktober 2024 — Pada hari terakhir Gateways Study Visit Indonesia 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengajak para delegasi dari 20 negara dan 9 organisasi internasional melakukan kunjungan kebudayaan ke Agung Rai Museum of Art (ARMA). Secara historis, pemilihan tempat ini sangat bernilai karena diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro pada 9 Juni 1996.
“Acara malam ini bukan hanya gestur ‘selamat datang kembali’ setelah beraktivitas seharian penuh, melainkan juga sebagai sebuah penutupan yang penuh khidmat dari rangkaian kegiatan Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) pada 1–3 Oktober,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Iwan Syahril, pada Kamis (3/10).
Selama tiga hari terakhir seluruh peserta GSVI telah melihat langsung betapa kompleksnya lanskap pendidikan, berdialog dalam diskusi yang penuh wawasan, serta saling memberikan dukungan antara satu dan yang lain. “Saya percaya, momen-momen ini akan tersimpan dalam ingatan kita untuk waktu yang sangat lama,” imbuh Iwan.
Ia menjelaskan, menjadikan ARMA sebagai lokasi terakhir merupakan sebuah keniscayaan. Seperti para pendidik dan penggiat budaya yang tergabung dalam Gateways, ARMA memiliki misi untuk menyediakan ruang aman (safe space) bagi masyarakat setempat dan pengunjung untuk menyerap semangat dan mempelajari berbagai disiplin artistik. Seperti pendidikan, budaya harus diwariskan, ditumbuhsuburkan, dan dibagikan.
“Hal yang saya sukai dari kunjungan ini adalah melihat keramahtamahan yang diberikan oleh Dr. Iwan dan tim Kemendikbudristek. Segala sesuatunya dikelola dengan rapi. Saya berkali-kali kagum dengan makanan, penampilan seni, dan kegiatan-kegiatan kunjungan yang terkurasi dengan baik,” kata Gateways Lead UNICEF, Frank van Cappelle.
Frank berharap, semangat para delegasi yang mengikuti Gateways kali ini dapat menjadi landasan untuk inisiatif-inisiatif serupa ke depan. Menurutnya, GSVI ini bukan hanya sekadar kunjungan pendidikan, melainkan juga sebuah pengalaman budaya yang kaya nilai.
Gateways Lead UNESCO, Mark West, mengatakan, “Indonesia telah menetapkan standar yang cukup tinggi untuk penyelenggaraan Gateways. Saya rasa tentu banyak poin pembelajaran penting yang didapatkan para delegasi dari kisah sukses Indonesia, khususnya tentang transformasi pendidikan. Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan apresiasi kepada Dr. Iwan dan tim yang telah mempersiapkan seluruh rangkaian dengan sangat baik.”
Kunjungan Berkesan
Para delegasi dimanjakan dengan berbagai suguhan kekayaan budaya Bali. Sejak tiba di ARMA, mereka diajak berkeliling ke tempat tarian, pameran lukisan, area membatik, dan tempat memasak sate lilit. Seluruh petugas ARMA menjelaskan dengan bahasa asing yang sangat fasih, sehingga para delegasi dapat mengikuti semua penjelasan dengan baik. Salah satu delegasi Mongolia, Undrakh Enkh-Amgalan mengungkapkan kesannya menyaksikan keindahahan dan keautentikan museum ini. “Sejak pertama melangkahkan kaki masuk ke area museum, saya sangat terkesan dengan keindahan dan keautentikan museum ini. Berbagai koleksi lukisan tradisional hingga modern memiliki nilai budaya yang tinggi. Semua pekerja di museum juga sangat ramah. Bahkan, saya juga takjub karena banyak di antara mereka yang dapat berbahasa asing dengan baik, seperti Jepang dan Mandarin,” ujarnya.
“Ini merupakan sebuah pengalaman yang menyenangkan!” katanya yang menyempatkan diri ikut membatik kain Bali.
Adapun menu yang dipilihkan pada santap malam juga memiliki filosofi tersendiri. Tumpeng dianggap sebagai simbol rasa syukur dan bentuk keharmonisan di antara semua yang hidup dan bernyawa di alam semesta. Nasi putih yang dibentuk seperti gunung dipercaya oleh orang-orang Bali sebagai sesuatu yang suci, tempat dewa dan arwah tinggal. Melengkapi pilihan lauk, yaitu tahu dan tempe bumbu genep, ikan tuna, urab, ayam betutu, sate ikan, kerupuk udang, sambal, dan aneka buah.
Sebagai hiburan pamungkas, panitia dan tim ARMA menghadirkan pertunjukan tari kecak. Semua mata memandang ke arah sekelompok penari yang masuk dengan mengangkat kedua lengan sambil menyerukan “cak” secara terus-menerus. Tarian ini menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama menghadapi Rahwana.
“(Tari kecak) sungguh sempurna! Desain gayanya baik, koreografinya pun indah. Menurut saya, tarian ini memiliki banyak pesan mendalam. Sungguh sebuah cara terbaik untuk mengakhiri perjalanan ini!” kata delegasi asal Malawi, Joshua Shongah Valeta, penuh antusias.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 484/sipers/A6/X/2024
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 494 kali
Editor :
Dilihat 494 kali