Gateways Study Visit Indonesia 2024: Lebih dari Intervensi, Teknologi Perkuat Ekosistem Pendidikan  04 Oktober 2024  ← Back



Sanur, Bali, 4 Oktober 2024
– Mewujudkan transformasi pendidikan bagi lebih dari 60 juta murid di Indonesia memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah pusat, 552 pemerintah daerah, 437.334 sekolah, serta dedikasi dari 4 juta guru. Melalui acara Gateways Study Visit Indonesia 2024 yang bertema "Lebih dari Intervensi Teknologi: Menavigasi Transformasi Pendidikan Indonesia," Indonesia menunjukkan langkah signifikan dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas sistem sekolah, manajemen pendidikan, dan proses pembelajaran.

Dalam sesi konferensi pers, Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PDM), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Iwan Syahril pun turut menyampaikan syukur atas apresiasi dari dunia internasional terkait langkah transformatif yang telah dilakukan Indonesia.

Iwan merasa bangga dan terhormat karena Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah oleh Gateways Study Visit oleh UNESCO dan UNICEF. Ia menyebut, Indonesia dinilai memiliki praktik baik yang bisa menjadi pembelajaran bagi negara-negara lain. Selain itu, apresiasi juga diberikan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) di mana Indonesia didapuk menjadi pemimpin untuk pelaksanaan transformasi digital.

“Saya harap intervensi teknologi yang kami inisiasi di balik layar, dengan membuat ekosistem teknologi pendidikan untuk memudahkan kerja pengajaran hingga administrasi oleh guru dan kepala sekolah, dapat menginspirasi untuk diterapkan di tingkat global,” ujarnya di Sanur, Bali, Kamis (3/10).

Menyambung paparan itu, Gateways Lead UNESCO Mark West menggarisbawahi tentang hal-hal yang dapat dilakukan teknologi untuk pendidikan, di mana dalam konteks Indonesia, prioritasnya untuk memudahkan kinerja para aktor pendidikan. Dengan demikian, mereka memiliki lebih banyak waktu untuk mendorong interaksi dan pembelajaran berkualitas di ruang kelas.

“UNESCO dan UNICEF dalam mendorong publik untuk belajar secara digital karena di beberapa tempat, pemelajar tidak bisa menemukan materi dan konten edukasi yang memadai. Maka teknologi jadi pendukung ekosistem pendidikan yang berkualitas. Tantangan ini dapat berbeda di tiap negara, dan pemerintah pun memiliki visi misi yang lebih sesuai untuk tantangan pendidikan di negaranya.”

Mark menambahkan, di Indonesia, teknologi digunakan untuk membantu para aktor pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran dengan yang berpusat pada interaksi murid. Pendekatan ini juga yang dipercaya menjadi tren di masa depan. Maka itu, ia kagum dan mengapresiasi ketika ekosistem pendidikan di Indonesia, memanfaatkan teknologi sebagai suatu pilihan (bukan kewajiban) bagi para aktor pendidikan. Hal ini justru mampu menjangkau jutaan pengguna di level nasional.

Sementara Gateways Lead UNICEF Frank van Cappelle menggarisbawahi, poin penting dari intervensi teknologi di dunia pendidikan yang bukan hanya terkait skala dan keterjangkauan, melainkan juga berdampak nyata. “Di Indonesia, terdapat pola pikir yang berubah mengenai pendekatan transformasi pendidikan. Dengan kehadiran teknologi, sejumlah aspek dalam pengajaran yang bersifat administratif dapat diotomatisasi sehingga menyederhanakan kerja pengajar,” kata Frank.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah, berterima kasih atas apresiasi dari UNESCO dan UNICEF. Menurutnya, acara ini mampu menjembatani hubungan baik antara Indonesia dan UNESCO dalam mewujudkan Agenda 2030 dalam hal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait pendidikan. Itje menilai bahwa inisiatif yang dilakukan Indonesia melalui berbagai kebijakan Merdeka Belajar—yang dirancang sebelum pandemi—ternyata sejalan dengan lima aksi tematik PBB untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

“Dalam aksi tematik dari UNESCO, terdapat panduan untuk mendorong pembelajaran yang inklusif, setara, aman, dan sehat serta sejumlah visi lain terkait pendidikan. Ketika ditelusuri, ternyata apa yang dilakukan Indonesia selama ini sudah sesuai dengan itu dan inisiatifnya berlangsung lebih dulu,” kata Itje.

Menutup sesi konferensi pers, UNESCO dan UNICEF menggarisbawahi, sejumlah perhatian lain terkait perkembangan teknologi digital. Di antaranya yaitu etika dan mitigasi risiko-risiko yang muncul dari perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan artifisial (artificial intelligence). Berbagai kekhawatiran ini turut menjadi perhatian para delegasi Gateways Study Visit Indonesia 2024. Menyikapi hal ini Itje mengatakan, UNESCO akan memformulasikan upaya mitigasi dengan membuat rekomendasi terkait etika penggunaan teknologi pendidikan.






Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Laman: Kemdikbud.go.id
Twitter: Twitter.com/kemdikbud_RI
Instagram: Instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
YouTube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id

#MerdekaBelajar

Sumber : Siaran Pers Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 483/sipers/A6/X/2024

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 830 kali