Pendidikan Perubahan Iklim Masuk Kurikulum Melalui Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler 11 Oktober 2024 ← Back
Kemendikbudristek, 11 Oktober 2024 --- Menyikapi isu perubahan iklim yang terjadi saat ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekonogi (Kemendikbudristek) melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) telah menyusun Panduan Pendidikan Perubahan Iklim. Malalui kerja sama dengan berbagai pihak, Kemendikbudristek telah menyusun Panduan Pendidikan Perubahan Iklim sebagai salah satu isu prioritas dalam kurikulum nasional. Ketua Tim Kurikulum, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar), Yogi Anggraena menyampaikan, nantinya materi tentang perubahan iklim ini bukan sebagai mata pelajaran baru untuk dipelajari oleh anak, melainkan menjadi bagian dari intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang telah berjalan. Kemudian kokurikuler adalah kegiatan yang menguatkan kegiatan intrakurikuler, seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya. Terakhir, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang lebih mengembangkan minat siswa dan tenaga pengembangan diri, misalnya olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan.
“Pada tahap awal penyusunan, kita memang memetakan kemampuan apa yang perlu dimiliki peserta didik mulai dari fase pondasi pada PAUD, SD, SMP, SMA, kita petakan. Nah, setelah kita menyusun kemampuan apa yang perlu dimiliki maka kita petakan ke intrakurikuler, ke dalam kokurikuler, dan ke dalam ekstrakurikuler,” tutur Yogi dalam Webinar Silaturahmi Merdeka Belajar episode “Bergerak Bersama untuk Pendidikan Perubahan Iklim dalam Kurikulum Merdeka“ (10/10).
Menurutnya tema ini sudah ada dalam beberapa mata pelajaran yang nantinya secara tidak langsung peserta didik akan mempelajari tentang perubahan iklim. “Lalu akan diperkuat di kokurilkuler seperti Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tentang gaya hidup berkelanjutan dan melalui ekstrakurikuler seperti pramuka,“ lanjutnya.
Untuk itu Kemendikbudristek juga menyusun panduan yang berisi berbagai contoh praktik baik, juga sebagai alat bantu untuk dipelajari oleh satuan pendidikan. Harapannya agar selanjutnya pendidikan perubahan iklim ini bisa menjadi gerakan bersama.
Kepala Pusat Pengembangan Generasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Luckmi Purwandari menyampaikan apresiasinya atas hadirnya panduan yang disusun oleh Kemendikbudristek. Menurutnya panduan tersebut akan dibutuhkan, tak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa yang akan datang.
“Saat ini krisis lingkungan itu ada tiga yaitu perubahan iklim, biodiversity loss, dan pencemaran limbah dan sampah. Ketiga krisis ini saling kait-mengait. Oleh karena itu KLHK mendorong adanya gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya tujuannya salah satunya tadi untuk menghadapi tiga krisis tadi,“ jelasnya.
Menurut Luckmi dengan adanya pendidikan perubahan iklim, anak-anak sekolah juga akan mendapat pengetahuan pengetahuan tentang potensi bahaya dari perubahan iklim berikutnya potensi potensi yang dimiliki di daerahnya. “ Jadi perubahan iklim ini di setiap daerah bisa berbeda-beda wujudnya, bentuknya beda. Harapannya siswa tahu dan juga pengajar juga tahu,“ sambungnya.
Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Ali Mukodas mengungkapkan bahwa Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta sudah mengeluarkan surat edaran tentang panduan implementasi kurikulum tentang implementasi kurikulum yang di dalamnya ditekankan agar sekolah memasukan isu-isu yang sedang berkembang, salah satunya tentang perubahan iklim.
“Pemprov DKI sudah mendukung (pendidikan) perubahan iklim. Sejak 2016 sudah ada Pergub tentang sekolah rawan bencana. Kami mengapresiasi sekolah-sekolah yang berhasil meraih Adiwiyata Nasional, sekolah-sekolah yang berhasil menerapkan sekolah hijau, maupun sekolah yang mengimplementasikan kegiatan terkait perubahan iklim,” tutur Ali.
Ia juga menambahkan bahwa Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan lain, seperti dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertamanan. Kolaborasi ini mendorong agar peserta didik paham tentang perubahan iklim dan apa yang harus dilakukan.
Kepala SMP Strada Slamet Riyadi Kota Tangerang, Lusia Yefin Bertiana Winarno menuturkan bahwa di sekolahnya telah mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup dan perubahan iklim ke dalam kurikulum aktivitas sehari-hari. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan pendidikan tersebut ke mata pelajaran.
“Kami memang mengakomodasi topik perubahan iklim ke beberapa mata pelajaran, seperti IPA, IPS, seni, matematika. Karena kami memakai Kurikulum Merdeka, kami memperbolehkan guru untuk berinovasi. Jadi pembelajaran bisa menggunakan proyek berbasis lingkungan, seperti mengamati tanaman, pengolahan sampah, limbah di sekolah kami,” katanya
Selain itu melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti Karya Ilmiah Remaja (KIR) dan Gerakan Pramuka di mana dalam kegiatan ekstrakurikuler ini sekolah melibatkan peserta didik dalam proyek lingkungan, seperti penanaman pohon, daur ulang sampah, atau pembuatan hand sanitizer dengan memanfaatkan tanaman.
Dengan adanya kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, Pendidikan Perubahan Iklim diharapkan menjadi gerakan bersama, bukan karena instruksi, tetapi karena manfaat dan dampaknya yang akan dirasakan di masa depan, khususnya bagi generasi mendatang.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter:twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram:instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook:facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 510/sipers/A6/X/2024
Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 1161 kali
Editor :
Dilihat 1161 kali