Tema Transformasi Digital dan Keberlanjutan Dibahas pada Konferensi Internasional di Australia  01 November 2024  ← Back


 
Melbourne, Kemendikdasmen --- Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia dan Republik Vanuatu, Siswo Pramono, membahas transformasi digital Indonesia saat diundang pada acara konferensi The 5th International Conference on Computational Science and Information Management (ICoCSIM) 2024 di Melbourne, Australia, Senin (28/10).

Dubes Siswo menyampaikan, dari sisi digitalisasi di dunia, Asia merupakan kawasan yang memiliki kenaikan ekonomi yang paling signifikan. Dilihat dari Presidensi G-20 Indonesia pada tahun 2022 yang lalu, Indonesia sendiri memiliki 276 program atau proyek dengan tema Welfare for the World, delapan persen di antaranya adalah tentang digital.

Dilihat dari hubungan Indonesia dan Australia, walaupun saat ini era teknologi sudah sangat canggih, salah satu yang disoroti oleh Dubes Siswo adalah keuntungan lokasi Indonesia dan Australia yang memiliki kemiripan dalam zona waktu dan berdampak pada perputaran ekonomi kedua negara. “Antara Perth dan Bali itu hanya beda 2 jam, jadi waktu transaksinya kurang lebih sama. Berbeda jika kita berbicara tentang Amerika atau Eropa yang perbandingan waktunya sangat jauh,” kata Dubes Siswo.

Sementara itu, Mazlina Abdul Majid, dari Universitas Malaysia, Pahang, mengangkat tema keberlanjutan pada Internet of Things (IoT). Menurut penelitiannya, perbedaan antara IoT dengan Green IoT terdapat pada sisi keberlanjutanya.

“Bagaimana memastikan keberlanjutan, caranya adalah dengan mengatasi tantangan lingkungan melalui proses simulasi,” ujarnya saat memaparkan hasil penelitiannya di lokasi ICoCSIM, Universitas Melbourne.

Mazlina menambahkan, salah satu tujuan dari IoT yang berkelanjutan atau Green IoT adalah untuk menghindari sumber daya yang tidak di optimalkan, dan mengurangi risiko inefisiensi. Dengan Green IoT, teknologi yang ditawarkan adalah solusi komprehensif yang dapat menangani masalah lingkungan secara luas.

Selanjutnya, Teddy Mantoro, dari Indonesia juga memaparkan hasil penelitiannya di bidang Artificial Intelligence (AI). Menurutnya, saat ini penggunaan AI tidak lagi sebagai alat untuk memprediksi tapi juga menciptakan hal baru. Utamanya di bidang seni, jaringan teknologi, dan multi-model LLM yang dapat men-generate data baru, model, dan desain dari setiap kemungkinan.

Teddy mengatakan, walaupun dapat dimanfaatkan untuk hal positif, AI juga sangat rentan digunakan untuk hal negatif yang dapat menciptakan bias, penyalahgunaan, dan tantangan dalam hak cipta properti. Oleh karena itu, ia menyarankan penggunaan AI perlu disertai dengan asesmen untuk mengidentifikasi risiko sosial maupun etik yang mungkin terjadi dan bagaimana proses pertanggungjawabannya.

“Diskusi tentang hal tersebut sangat mendesak untuk dibicarakan saat ini, terutama untuk peraturan dalam penggunaan AI,” pungkasnya.

Selaku ketua penyelenggara kegiatan, Benny Benyamin Nasution, mengatakan bahwa terdapat 15 tema besar terkait Computational Science dan 10 tema tentang information management yang diangkat dalam konferensi.

Konferensi ICoCSIM turut dihadiri oleh 75 peserta, 20 orang di antaranya hadir secara luring, dan 55 orang lainnya hadir secara daring. Peserta yang hadir secara luring diantaranya berasal dari Indonesia, Malaysia, Thailand, dan beberapa negara lainnya. (Aline/Editor: Destian, Denty)

Sumber :

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 337 kali