SEAMEO RECFON Ajak Kolaborasi Pemangku Kepentingan Gelar Diskusi Percepatan Penurunan Stunting 20 Februari 2025 ← Back
Jakarta, Kemendikdasmen – Sebagai wujud rasa syukur perayaan hari jadi ke-14, SEAMEO Regional Centre for Food and Nutrition (RECFON) menggelar Diskusi Kebijakan Percepatan Penurunan Stunting sekaligus diseminasi Temuan Awal Studi Action Against Stunting Hub (AASH), Kamis, (13/2).
Diskusi yang didukung oleh United Kingdom Research and Innovation - Global Challenges Research Fund (UKRI GCRF) menghadirkan narasumber dari kementerian, lembaga, dan perguruan tinggi yang memiliki fokus percepatan penurunan stunting di Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt.) Direktur SEAMEO RECFON, Herqutanto, menegaskan diskusi yang diselenggarakan selain sebagai rasa syukur atas hari jadi SEAMEO RECFON, juga menjadi bentuk komitmen SEAMEO RECFON dalam hal mengatasi stunting di Indonesia. “Penelitian selama puluhan tahun telah menemukan berbagai macam faktor pemicu stunting, mulai dari pola makan, pola pengasuhan, gizi buruk, sanitasi dan kebersihan yang buruk, paparan patogen enterik, hingga tingkat stimulasi psikososial yang tidak memadai,” jelas Herqutanto.
Herqutanto juga menambahkan bahwa dibutuhkan pentingnya pemahaman tentang interaksi dan sinergi antar faktor pemicu stunting. “Melalui kegiatan diseminasi ini, kami berharap dapat berbagi wawasan dan informasi yang berguna untuk mempercepat pencapaian target-target penurunan stunting di negara kita,” urainya.
Selanjutnya, Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menekankan pentingnya penelitian berbasis bukti dalam kebijakan publik. “Kami berharap studi ini dapat mendorong penerapan kebijakan yang lebih efektif dan dapat diadopsi secara luas dalam mengurangi prevalensi stunting di Indonesia, terutama di kawasan Lombok,” kata Hamdi.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyoroti perlunya intervensi yang holistik dan integratif dalam mengatasi stunting. “Pada tahun 2025, kami menargetkan untuk menurunkan angka stunting menjadi 18%. Memprioritaskan strategi yang berfokus pada pengembangan anak usia dini dengan menggunakan kerangka kerja yang holistik dan integratif yang dikenal sebagai PAUD HI diperlukan untuk mencapai tujuan ini,” sambung Woro.
Penelitian AASH dilakukan di tiga negara yaitu India, Indonesia, dan Senegal dengan Lombok Timur sebagai lokasi penelitian di Indonesia. Penelitian ini terdiri dari observasi kohort terhadap ibu hamil hingga anak mereka mencapai usia 24 bulan, dengan intervensi berupa makanan tambahan telur untuk meningkatkan asupan gizi ibu selama kehamilan, studi kasus-kontrol yang membandingkan anak yang mengalami stunting dan tidak mengalami stunting, studi lingkungan belajar, serta pp sistem pangan.Studi kohort adalah jenis studi observasional di mana kohort, atau sekelompok individu yang berbagi beberapa karakteristik, diikuti dari waktu ke waktu, dan hasil diukur pada satu atau lebih titik waktu.
Dengan menggunakan pendekatan anak secara utuh (whole child approach), AASH mencakup berbagai komponen, antara lain 1) gizi, epigenetik, kesehatan saluran cerna (Komponen Fisik), 2) tumbuh kembang anak, dan asuhan psikososial (Komponen Kognitif), 3) lingkungan belajar anak usia dini (Komponen Pendidikan), 4) lingkungan pangan, termasuk WASH (Air, Sanitasi, dan Kebersihan), keamanan pangan, rantai nilai pangan dari makanan padat gizi serta Multi-criteria decision analysis dengan Agrifood (Komponen Pangan).
Acara dilanjutkan dengan diskusi yang dimoderatori oleh Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal. Diskusi panel menghadirkan pembicara utama Senior Researcher SEAMEO RECFON dan Country Lead AASH Indonesia, Umi Fahmida. Diskusi dilanjutkan dengan diskusi panel bersama 1) Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Lovely Daisy; 2) Widyaprada Ahli Utama Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Djajeng Baskoro; dan 3) Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Badan Pangan Nasional, Yusra Egayanti.
Umi Fahmida mengatakan bahwa temuan penelitian ini dapat digunakan untuk menginformasikan keputusan kebijakan. “SEAMEO RECFON mendedikasikan data yang beragam ini dapat digunakan tidak hanya untuk ilmu pengetahuan, tetapi juga diharapkan menjadi dasar penentuan kebijakan,” tekan Umi.
Temuan awal studi AASH menunjukkan bahwa stunting bukan semata-mata masalah gizi, tetapi juga terkait dengan faktor-faktor lain seperti epigenetik, kesehatan saluran cerna, infeksi, mikrobiota, keamanan pangan, lingkungan pangan, dan kesehatan mental ibu.
Diskusi yang terselenggara diharapkan dapat mendorong pengembangan kebijakan berbasis bukti, memperkuat kolaborasi lintas sektoral, dan melibatkan para pengambil kebijakan dalam mengidentifikasi data yang dibutuhkan dan menyelaraskannya dengan indikator yang tersedia dalam studi AASH untuk mendukung kebijakan dan pengambilan keputusan.
Turut hadir sebagai peserta diskusi, perwakilan Kementerian, LSM, pelaksana program, mitra, dan SEAMEO Center Indonesia serta institusi yang terkait dengan bidang pangan, kesehatan, kognisi, dan pendidikan, yakni Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Kesehatan, dan BKKBN. (Penulis: Unit Manajemen Pengetahuan dan Dukungan Kebijakan SEAMEO RECFON / Editor: Andrew Fangidae, Stephanie, Denty A., Seno Hartono)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 346 kali
Editor :
Dilihat 346 kali