Merespons Dinamika Kebahasaan, PUEBI Dikukuhkan Melalui Keputusan Kepala Badan Bahasa 03 September 2021 ← Back
Jakarta, 3 September 2021 --- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Badan Bahasa, Kemendikbudristek), mengukuhkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai pedoman penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar melalui Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Nomor 0321/I/BS.00.00/2021. Penetapan kaidah bahasa melalui keputusan Kepala Badan Bahasa itu merupakan prosedur yang lebih ringkas, sederhana, dan singkat, sehingga hasil pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa dapat segera digunakan dan dimanfaatkan masyarakat. Penetapan ini dilakukan untuk menyikapi perkembangan bahasa dan kebutuhan pengguna bahasa, karena pemutakhiran kaidah bahasa harus direspons dengan cepat.
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengatakan keputusan ini merupakan upaya pelaksanaan mandat yang diberikan Mendikbudristek melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pembakuan dan Kodifikasi Kaidah Bahasa Indonesia. Permendikbudristek yang berlaku mulai 28 Juli 2021 tersebut memuat tata cara dan tahapan pembakuan dan kodifikasi serta pemutakhiran dan penyebarluasan hasilnya. Pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa Indonesia tersebut berupa tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan, atau bentuk lain yang sejenis. Berkaitan dengan hal itu, PUEBI merupakan hasil pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa yang berupa tata aksara.
“Atas persetujuan menteri, kodifikasi bahasa dilakukan oleh Badan Bahasa. Pembakuan dan kodifikasi kebahasaan terdiri atas berbagai bidang. PUEBI ini merupakan salah satu dari hasil pembakuan dan kodifikasi yang menyangkut tata aksara,” ujar Aminudin dalam Taklimat Media, Selasa (31/8).
Dalam Pasal 10 Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021, disebutkan bahwa pembakuan dan kodifikasi dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Untuk selanjutnya, semua hasil pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa Indonesia yang lain akan diatur dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Aminudin kemudian mengungkapkan pentingnya menerbitkan keputusan yang meneguhkan keberadaan PUEBI sebagai rujukan kebahasaan yang selama ini digunakan masyarakat luas. Dalam Pasal 19 Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021, disebutkan bahwa pada saat peraturan menteri ini berlaku, Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Yang jadi persoalan di masyarakat, muncul pertanyaan bagaimana nasib PUEBI dan pedoman mana yang berlaku sebagai rujukan setelah adanya Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021 yang mencabut PUEBI terhitung mulai 28 Juli 2021? Karena pencabutan ini juga dapat berdampak hukum bagi ahli bahasa yang merujuk pada PUEBI ketika memberikan keterangan,” ungkapnya. Hal itu kemudian menjadi perhatian di antara sebagian kalangan masyarakat yang selama ini menggunakan PUEBI sebagai salah satu rujukan kebahasaan.
“Penerbitan keputusan ini sesungguhnya untuk memfasilitasi para pengguna bahasa Indonesia supaya tidak terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan saran dari berbagi pihak, diberlakukanlah yang ada (PUEBI) terlebih dahulu. Nanti, jika ada tambahan-tambahan baru, perubahannya dilakukan pada kurun waktu selanjutnya,” jelas Aminudin.
Dalam Taklimat Media, Aminudin juga menjelaskan bahwa pembakuan dan kodifikasi bahasa sekurang-kurangnya memiliki urgensi yang mencakup empat hal, yakni (1) mempertahankan dan memperkuat daya hidup bahasa Indonesia; (2) meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia; (3) meningkatkan daya guna bahasa Indonesia bagi penuturnya; serta (4) meningkatkan daya cipta dan daya dorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menanggapi pertanyaan seorang jurnalis yang hadir pada taklimat, terkait perbedaan antara PUEBI sebelumnya dan PUEBI yang baru diterbitkan ini, Aminudin mengungkapkan bahwa pada dasarnya tidak ada perubahan yang signifikan pada PUEBI saat ini. “Perubahannya, misalnya, baru pada penyempurnaan contoh-contoh. Contoh-contoh dalam bahasa daerah yang dalam PUEBI sebelumnya masih dicetak miring, kemudian tidak lagi dicetak miring karena kata tersebut sudah masuk sebagai bahasa Indonesia. Pada PUEBI yang diterbitkan tahun 2015, kata ‘sowan’ masih dicetak miring karena kata itu masih menjadi bahasa Jawa dan belum masuk KBBI. Sekarang kata ‘sowan’ tidak dicetak miring karena kata tersebut sudah masuk ke dalam KBBI,” katanya.
Ia juga menuturkan, dalam setahun ke depan Badan Bahasa menargetkan penambahan yang signifikan terhadap PUEBI dengan melakukan mancadaya dari para pengguna bahasa, termasuk wartawan, agar dapat memberikan pemikiran atas hal-hal yang perlu diatur di dalam PUEBI. Ia juga menegaskan bahwa Badan Bahasa akan lebih responsif terhadap segala perubahan terkait dengan kebahasaan yang ada di masyarakat dengan menampung berbagai masukan dari banyak kalangan.
“Penyempurnaan ejaan akan dilakukan secara reguler sebagai cara kita untuk merespons perubahan-perubahan yang ada di masyarakat sebagai pengguna bahasa Indonesia dari berbagai bidang. Perubahan tersebut harus ditetapkan untuk menghindari kesalahpahaman di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Rujukannya pasti akan mengarah pada dokumen resmi,” tambahnya.
Taklimat Media mengenai perubahan payung hukum untuk PUEBI ini dilakukan agar masyarakat mengetahui bahwa PUEBI yang dicabut berdasarkan Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021, diberlakukan kembali dengan penyempurnaan-penyempurnaan sehingga masyarakat bisa menggunakan PUEBI yang baru ini sebagai rujukan untuk tujuan berbahasa.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 457 /sipres/A6/IX/2021
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengatakan keputusan ini merupakan upaya pelaksanaan mandat yang diberikan Mendikbudristek melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pembakuan dan Kodifikasi Kaidah Bahasa Indonesia. Permendikbudristek yang berlaku mulai 28 Juli 2021 tersebut memuat tata cara dan tahapan pembakuan dan kodifikasi serta pemutakhiran dan penyebarluasan hasilnya. Pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa Indonesia tersebut berupa tata bahasa, tata aksara, kamus, ensiklopedia, glosarium, rekaman tuturan, atau bentuk lain yang sejenis. Berkaitan dengan hal itu, PUEBI merupakan hasil pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa yang berupa tata aksara.
“Atas persetujuan menteri, kodifikasi bahasa dilakukan oleh Badan Bahasa. Pembakuan dan kodifikasi kebahasaan terdiri atas berbagai bidang. PUEBI ini merupakan salah satu dari hasil pembakuan dan kodifikasi yang menyangkut tata aksara,” ujar Aminudin dalam Taklimat Media, Selasa (31/8).
Dalam Pasal 10 Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021, disebutkan bahwa pembakuan dan kodifikasi dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Untuk selanjutnya, semua hasil pembakuan dan kodifikasi kaidah bahasa Indonesia yang lain akan diatur dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Aminudin kemudian mengungkapkan pentingnya menerbitkan keputusan yang meneguhkan keberadaan PUEBI sebagai rujukan kebahasaan yang selama ini digunakan masyarakat luas. Dalam Pasal 19 Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021, disebutkan bahwa pada saat peraturan menteri ini berlaku, Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Yang jadi persoalan di masyarakat, muncul pertanyaan bagaimana nasib PUEBI dan pedoman mana yang berlaku sebagai rujukan setelah adanya Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021 yang mencabut PUEBI terhitung mulai 28 Juli 2021? Karena pencabutan ini juga dapat berdampak hukum bagi ahli bahasa yang merujuk pada PUEBI ketika memberikan keterangan,” ungkapnya. Hal itu kemudian menjadi perhatian di antara sebagian kalangan masyarakat yang selama ini menggunakan PUEBI sebagai salah satu rujukan kebahasaan.
“Penerbitan keputusan ini sesungguhnya untuk memfasilitasi para pengguna bahasa Indonesia supaya tidak terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan saran dari berbagi pihak, diberlakukanlah yang ada (PUEBI) terlebih dahulu. Nanti, jika ada tambahan-tambahan baru, perubahannya dilakukan pada kurun waktu selanjutnya,” jelas Aminudin.
Dalam Taklimat Media, Aminudin juga menjelaskan bahwa pembakuan dan kodifikasi bahasa sekurang-kurangnya memiliki urgensi yang mencakup empat hal, yakni (1) mempertahankan dan memperkuat daya hidup bahasa Indonesia; (2) meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia; (3) meningkatkan daya guna bahasa Indonesia bagi penuturnya; serta (4) meningkatkan daya cipta dan daya dorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menanggapi pertanyaan seorang jurnalis yang hadir pada taklimat, terkait perbedaan antara PUEBI sebelumnya dan PUEBI yang baru diterbitkan ini, Aminudin mengungkapkan bahwa pada dasarnya tidak ada perubahan yang signifikan pada PUEBI saat ini. “Perubahannya, misalnya, baru pada penyempurnaan contoh-contoh. Contoh-contoh dalam bahasa daerah yang dalam PUEBI sebelumnya masih dicetak miring, kemudian tidak lagi dicetak miring karena kata tersebut sudah masuk sebagai bahasa Indonesia. Pada PUEBI yang diterbitkan tahun 2015, kata ‘sowan’ masih dicetak miring karena kata itu masih menjadi bahasa Jawa dan belum masuk KBBI. Sekarang kata ‘sowan’ tidak dicetak miring karena kata tersebut sudah masuk ke dalam KBBI,” katanya.
Ia juga menuturkan, dalam setahun ke depan Badan Bahasa menargetkan penambahan yang signifikan terhadap PUEBI dengan melakukan mancadaya dari para pengguna bahasa, termasuk wartawan, agar dapat memberikan pemikiran atas hal-hal yang perlu diatur di dalam PUEBI. Ia juga menegaskan bahwa Badan Bahasa akan lebih responsif terhadap segala perubahan terkait dengan kebahasaan yang ada di masyarakat dengan menampung berbagai masukan dari banyak kalangan.
“Penyempurnaan ejaan akan dilakukan secara reguler sebagai cara kita untuk merespons perubahan-perubahan yang ada di masyarakat sebagai pengguna bahasa Indonesia dari berbagai bidang. Perubahan tersebut harus ditetapkan untuk menghindari kesalahpahaman di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Rujukannya pasti akan mengarah pada dokumen resmi,” tambahnya.
Taklimat Media mengenai perubahan payung hukum untuk PUEBI ini dilakukan agar masyarakat mengetahui bahwa PUEBI yang dicabut berdasarkan Permendikbudristek Nomor 18 Tahun 2021, diberlakukan kembali dengan penyempurnaan-penyempurnaan sehingga masyarakat bisa menggunakan PUEBI yang baru ini sebagai rujukan untuk tujuan berbahasa.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 457 /sipres/A6/IX/2021
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 9276 kali
Editor :
Dilihat 9276 kali